18. °Tuduhan°
🍁🍁🍁
*بـــــــسم اللّـــــــه الرّحمن الرّحيـــــــم*
⚠Ambil baiknya, buang buruknya⚠
⚠Jangan ngejudge suatu cerita sebelum kamu mebacanya sampai tamat⚠
📖Selamat Membaca📖
🍁🍁🍁
Setiap perbuatan akan kembali kepadamu. Baik berupa kebaikan ataupun kejahatan. Jika kamu melukai orang lain, maka luka itu akan kembali pada dirimu sendiri. Jika kamu memberi kebahagiaan kepada orang lain, maka kebahagiaan itu akan berbalik kepadamu.
🍁🍁🍁
Senna terusik dari tidurnya. Dia merasakan mual luar biasa. Perutnya seakan bergolak meminta dikeluarkan. Cepat-cepat dia turun dari ranjang dan berlari ke toilet.
Sampai di sana, Senna langsung memuntahkan isi dalam perutnya di wastafel terus-menerus. Tenggorokannya terasa pahit. Kepalanya pening.
Dibasuhnya mulut dengan air kran. Senna menatap pantulan wajah di cermin. Ia melihat wajah itu pucat pasi, bibirnya memutih.
Kembali Senna merasakan mual yang teramat. Kali ini hanya cairan bening yang keluar. Dan itu membuatnya sakit bercampur mual. Sungguh rasanya tidak enak.
"Gue kenapa, sih?"
Tidak hanya sekarang Senna merasakan mual dan pusing, tapi akhir-akhir ini. Ada kemungkinan kurang-lebih satu minggu. Apa dia harus memeriksakan dirinya ke dokter?
Ya, sepertinya ia harus mengunjungi puskesmas. Ia tidak tahan dengan rasa mual yang nyaris setiap hari datang, sebab itu cukup menyiksa.
Dengan tertatih-tatih ia bersiap pergi.
Tak lama kemudian, dia sudah berada di taksi.
Senna masih merasa pusing dan memijit keningnya dengan jari. Selain kondisi badan yang kurang fit, ia juga kecewa pada Radit karena akhir-akhir ini dia sering menghindar. Tadi juga ketika dimintai bantuan, dia memilih mengurus kepentingannya sendiri.
Tiba-tiba pandangannya tertuju pada satu objek. Mata yang awalnya sedikit mengatup, kini terbuka dengan sempurna.
Dia pun menyuruh sang sopir untuk berhenti. "Pak, Pak, berhenti dulu, Pak."
Sopir itu menepikan mobil ke pinggir sesuai permintaan Senna.
"Tunggu sebentar, ya, Pak."
Sang sopir mengangguk. "Iya, Bu."
Senna langsung keluar dari mobil dan melangkah lebar-lebar mendekati area taman.
Dan akhirnya dia sampai di tempat. Di depan Radit yang sedang berduaan dengan perempuan lain.
Betapa terkejutnya Radit melihat kedatangan Senna. Dia langsung berdiri dengan ekspresi waswas.
"Jadi ini yang kamu lakuin di belakang aku, Dit?" Mata Senna sudah memerah. Kepala dan perutnya sakit, sekarang hatinya juga ikut sakit. Semua luka terasa sempurna. Ia sendiri tidak tahu betapa hancurnya dia sekarang.
"Enggak, aku bisa jelasin, Sen."
"Ngejelasin apa? Ngejelasin kalau kamu udah berhasil nipu aku? Aku pikir kamu lelaki baik, Dit. Aku pikir kamu udah berubah, aku pikir kamu mencintai aku dengan tulus...."
Radit tidak bisa berkutik.
"Tadi cari ke tempat lo tapi lo nggak ada! Terus gue telepon lo, lo bilang ada urusan lain. Tapi nyatanya apa? Lo lagi asyik-asyikan sama cewek lain? Gila ya, Dit. Lo...." Senna sudah tak mampu meneruskan ucapannya lagi.
"Aku bisa...."
"Stop!" Air mata Senna sudah turun membasahi pipi. "Lo jahat sama gue, Dit! Lo bilang cuma gue satu-satunya perempuan yang lo suka dan lo cinta! Lo jahat sama gue. Gue nggak nyangka lo setega ini sama gue."
"Ini nggak seperti apa yang kamu liat...."
"Diem! Nggak usah bicara! Semuanya udah jelas. Kalau lo selingkuh dan lo udah berhasil mempermainkan gue."
"Sen...."
Pandangan Senna mengabur.
"Gue bodoh banget, ya? Udah jelas-jelas lo itu playboy, tapi gue tetep percaya. Gue bodoh banget...."
Ia melangkah mundur, tapi sesuatu lebih dulu menyerangnya, membuat kakinya berhenti di tempat. Kepalanya semakin pening, dunia seakan berputar.
Radit keheranan. Tak lama kemudian, pertahanan Senna ambruk, semuanya gelap.
Radit terperanjat. Dia pun langsung mengangkat tubuh Senna dan berupaya membangunkannya. Namun nihil, Senna tak kunjung bangun. Radit pun berinisiatif untuk membawa Senna ke rumah sakit terdekat.
"Gue bawa dia dulu ke rumah sakit, ya?" pamit Radit seraya memangku Senna.
Gadis yang tadi bersama Radit hanya mengangguk dan sedikit kecewa lantaran Senna sudah mengganggu kebersamaannya bersama Radit.
Taksi yang tadi Senna tumpangi belum pergi, dan Radit menggunakan taksi itu untuk membawanya ke tempat tujuan.
Setelah sampai di rumah sakit, Senna lekas diperiksa.
Di luar Radit menunggu dengan harap-harap cemas.
Tak berselang lama, dokter keluar dari IGD.
"Apa yang terjadi dengan dia, Dok?"
"Tidak ada yang perlu dikhawatirkan, Mas. Itu hanya efek kandungannya saja."
"Kandungan?"
"Iya, istri Anda sedang mengandung dua minggu. Karena itulah, dia pingsan. Itu efek dari hamil mudanya. Selamat ya, Mas. Bimbing istrinya untuk menjaga kandungannya."
Radit bungkam seribu bahasa.
"Baik, terima kasih, Dok."
Dokter itu pun pergi meninggalkan Radit yang masih ambigu.
🍁🍁🍁
Sekarang ini Radit dan Senna sudah keluar dari area rumah sakit. Radit berjalan di depan Senna. Mereka sedang berada dalam konteks tidak baik. Sebab dari tadi tidak ada yang bersuara.
"Mulai sekarang lo nggak usah peduliin gue lagi, Dit," kata Senna pelan. "Gue udah terlanjur kecewa sama lo."
Radit menghentikan langkah, dan memutar badannya. Dia tersenyum kecut. Senna mengernyit melihat senyum aneh itu. Bukan ekspresi seperti itu yang ia inginkan. Dia berharap Radit minta maaf dan berjuang untuk mendapatkan kembali rasa kepercayaannya.
"Oke, gue nggak akan peduli lagi sama lo. Untuk apa gue peduliin cewek murahan kayak lo?"
"Murahan?"
"Iya. Murahan!"
"Maksud lo apa ngomong gitu ke gue?" Senna naik pitam. "Cewek murahan kata lo?"
"Cewek yang hamil di luar nikah itu disebut cewek murahan. Apa sekarang lo ngerti?"
"Maksud lo apa? Siapa yang hamil di luar nikah?"
"Elo!"
Senna masih belum mengerti ke mana arah pembicaraan Radit yang tiba-tiba menuduhnya sebagai wanita murahan. Tega sekali dia. Senna pikir Radit sudah mau belajar untuk menghargai. Tapi nyatanya? Dia masih seenaknya pada perempuan, terlebih pada wanita yang katanya sangat ia cintai dan sayangi. Dia sudah salah menilai Radit. Atau mungkin, dia sudah terperangkap dalam tipu muslihatnya?
"Sekarang lo tanya sama dokter yang tadi periksa lo. Untung aja tadi gue berusaha untuk nutupin dan gue ngaku sebagai suami lo. Untung gue nggak bocorin masalah ini ke orang lain. Gue kecewa banget sama lo, Sen! Ternyata selama ini lo pernah ada main sama lelaki lain...."
"Nggak, itu nggak mungkin...." Senna terguncang begitu mendengar ucapan Radit. "Gue nggak mungkin hamil! Lo jangan asal nuduh!"
"Kalau lo nggak percaya dan malu untuk nanya ke dokter, lo cek sendiri di rumah."
"Nggak mungkin!" Senna masih bersikukuh. Dia sadar, selama ini dia belum pernah melakukan hal kotor dan bejat itu.
"Sekarang terbukti kan siapa yang berkhianat? Lo atau gue, Sen?!"
"Gue nggak tau, Dit. Sumpah demi Tuhan, gue nggak pernah ngejalanin hubungan sama siapa-siapa selain sama lo."
"Tapi ucapan lo itu nggak sesuai sama faktanya! Karena sekarang kenyatannya, lo udah nggak perawan lagi, Sen."
"Gue nggak tau, gue nggak tau!!" Senna mulai menangis. Hatinya teriris perih mendapati kenyataan itu. Tapi ia harus optimis, ia tidak mungkin mengandung. Pasti semua itu fiktif.
"Lebih baik sekarang kita putus. Gue nggak mau punya cewek yang nggak bisa ngejaga dirinya...."
"Lo harus percaya sama gue, Dit. Gue nggak selingkuh apalagi berkhianat."
"Apa gue bisa percaya sedangkan sekarang lo hamil anak orang lain? Apa gue percaya sama semua ucapan lo itu?! Panggil gue cowok gila kalau gue mau sa cewek murahan kayak lo!"
"Lo juga harusnya ngaca! Lo juga selingkuh di belakang gue!"
"Dia bukan selingkuhan gue, Sen. Dia cuma temen. Gue pernah bilang sama lo, cuma lo perempuan yang gue cinta. Tapi sekarang lo malah giniin gue. Gue nggak terima.
Senna menggeleng-gelengkan kepala, enggan mendengar semua tuduhan Radit. Air matanya terus berjatuhan. Dia berani bersumpah, bahwa dia tidak pernah menjalin hubungan dengan siapa pun. "Ini nggak mungkin. Dokternya pasti salah periksa. Dokternya salah periksa, Dit. Gue nggak mungkin hamil."
"Emang dasar wanita murahan.... Terserah lo mau ngomong apa. Yang jelas ucapan dokter tadi udah ngebuktiin semuanya. Kalau lo selingkuh. Dan gue, mana mungkin mau bertahan sama perempuan kayak lo?" Radit mengangkat sebelah bibirnya remeh. "Nggak ada alasan gue untuk bertahan sama lo."
"Enggak! Gue nggak pernah lakuin itu!" tegas Senna telak.
Namun percuma, Radit tidak mau mendengar lagi. Dia pun pergi meninggalkan Senna yang terisak pilu. Gadis itu berjongkok, menangkup wajah yang sudah basah.
Senna tidak akan memercayainya sebelum ia membuktikannya sendiri. Bisa saja Radit mencari alasan agar dia bisa terhindar dari perbuatannya yang sudah berkhianat. Tapi dia malah memutarbalikan fakta.
Iya, dia harus membuktikan dan memastikannya sendiri.
Senna mendatangi supermarket dan membeli alat tes kehamilan dengan keadaan mata sembap. Bagaimana tidak, ucapan Radit cukup menohok dada dan melukai kalbu.
Lelaki yang selama ini dia percayai dan ia yakini tidak akan mematahkan hatinya, hari ini menampakkan wujud aslinya. Tanpa memedulikan perasaannya, dia tega berkata kasar dan kotor, terlebih itu di tempat umum.
Jika memang benar Senna mengandung, tidak sepantasnya juga Radit memperlakukannya seperti tadi. Cara dia tersenyum dan memaki membuat harga dirinya terinjak-injak.
Radit keterlaluan.
Apakah semua ungkapan cintanya selama ini palsu?
Lalu apa maksud dia mendekati dan membuatnya jatuh hati?
Setelah membayar uang di kasir, dia bergegas pulang ke kontrakannya.
Sesampainya di sana, segeralah ia menggunakan alat itu.
Senna menunggu beberapa menit diiringi rasa takut, sampai akhirnya ia berani melihat hasilnya.
Senna bersandar di permukaan kasur, duduk di atas lantai yang dingin, dan melihat dua garis merah dalam testpack di tangan.
Jantungnya mencelus, kemudian berdetak abnormal.
"Apa ini?"
Senna menggeleng tidak percaya, dilemparnya benda yang menurutnya mengerikan itu ke sembarang tempat dengan wajah tak terima.
Setiap perempuan pasti bahagia melihat dua garis merah.
Itu tandanya mereka akan melahirkan keturunan.
Tapi tidak dengan Senna, yang ada dia malah membencinya.
Ini bukan waktu yang tepat, bahkan jauh dari kata tepat.
Bagaimana bisa ada bayi dalam perutnya sedang dia tidak pernah merasa berhubungan badan dengan lelaki mana pun?
"Enggak mungkin...."
Senna memicingkan mata, mencoba mengingat-ngingat. Ia yakin, selama ini dia sudah menjaga diri dengan baik.
Tiba-tiba satu nama terlintas dalam benaknya.
Radit.
Senna membuka matanya lagi. Ia sadar, selama ini dia hanya berhubungan dengan Radit, dia hanya setia pada Radit. Hanya dengan Radit dia bercinta.
Apa jangan-jangan, Radit-lah yang melakukan ini dan bersikap seolah tidak tahu apa-apa?
Senna juga ingat dengan ucapan adiknya tentang Radit yang suka mempermainkan wanita hingga berakhir di ranjang.
Ada juga satu hal yang membuat spekulasinya kuat. Dulu Radit pernah mengajaknya ke hotel.
"Astaga...."
Apakah ia termasuk wanita yang masuk dalam permainan Radit?
Benarkah begitu?
Tangis Senna meledak dalam waktu seperkian detik.
"Dasar cowok berengsek lo Radit! Berengsek!"
Senna menjambak rambutnya. Amarah membara di dada. Ia tidak akan membiarkan Radit pergi begitu saja. Lelaki itu harus bertanggungjawab. "Berengsek!"
🍁🍁🍁
Bersambung, peluk jauh Ayatulhusna_
Jazakillahu khairan khatsiiran ...
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top