AIR*2

Kesejukan pagi menciptakan embun yang membasahi dedaunan. Kicauan burung pipit bersautan menjadi alunan merdu di pagi hari. Prilly keluar dari kamar kosnya, berniat untuk membuang sampah dan membersihkan kamarnya. Rutinitas setiap pagi sebelum dia berangkat ke kampus.

"Woiy Oncom! Wuiiihhhhh yang baru saja pulang praktek. Gimana?" suara sambutan dari seberang mengundang perhatian Prilly.

Mata Prilly memicing saat melihat seorang pemuda memakai pakaian PDH taruna penerbangan terlihat lesu, mungkin karena dia kelelahan. Prilly tak ambil pusing dengan hal itu. Karena bagi Prilly itu hal biasa.

"Selamat pagi Bu Neneng?" sapa Prilly ramah kepada pemilik kos saat melewati rumah utama.

"Selamat pagi juga cantik. Mau kemana?" tanya Neneng selesai menyapu teras rumahnya.

"Ini Bu, mau buang sampah," jawab Prilly memamerkan tas kantong hitam ke arah Neneng.

Prilly berjalan membuang sampah di tong besar yang disediakan di depan area kos itu. Tempat kos Prilly satu area dengan kos putra. Namun tersekat dengan tembok setengah badan yang diatasnya tertanam pecahan-pecahan kaca. Setiap kamar saling berhadapan, sehingga dapat melihat siapa penghuni kos tersebut.

"Pril, minta brasso dong. Punyaku habis. Aku belum beli." Cindai masuk ke dalam kamar Prilly saat Prilly sedang sibuk membrasso atributnya yang terbuat dari kuningan.

Brasso adalah sebuah cairan yang sering digunakan untuk pengkilat logam, membersihkan dan mengkilapkan tembaga, kuningan, stainless agar tahan karat dan krom sehingga berkilauan.

"Sini Cin, pakai saja." Prilly bergeser, sehingga Cindai sekarang duduk di sampingnya sambil mengolesi Brasso pada jantranya dan menggosok dengan kain.

"Eh Pril, kamu kenal nggak sama Oncom yang anak penerbangan, kamarnya tepat di depanmu itu?" tanya Cindai membuat Prilly menoleh saat dia sedang memasang atribut pada PDH-nya.

"Nggak, memang kenapa dia?"

"Denger-denger dia pulang dari praktek terbang loh? Keren ya? Anaknya juga lumayan kok."

"Halah, paling masih keren pacar aku. Pesona taruna akpol lebih menawan," elak Prilly yang memang saat ini sedang menjalin kasih dengan seorang taruna akademi kepolisian.

"Iya, percaya deh yang punya pacar calon polisi," sahut Cindai lalu mereka tertawa bersama.

"Gimana hubungan kamu sama komandan kompi tehnika? Amankan?" tanya Prilly mengalihkan pembicaraannya.

"Aman kok Pril. Tenang saja. Adem ayem lan tentrem." Cindai menaik turunkan kedua alisnya ke arah Prilly.

"Iya, semoga langgeng. Yang satu bisa jadi Nahkoda, yang satu bisa jadi KKM. Semoga bisa mengarungi lautan bersama hingga mengarungi rumah tangga bersama juga," doa Prilly tulus untuk sahabat sekaligus teman seperjuangannya itu.

"Amin ya Allah. Semoga doamu itu diijabahi sama Gusti Pangeran. Mendingan aku dan Adi satu profesi. Lah kamu, satu polisi tugasnya di darat, yang satu pelaut tugasnya berlayar. Kapan kalian ketemunya?"

"Kalau yang namanya jodoh, jika sudah diatur sama Allah, apa pun yang tak mungkin bisa menjadi mungkin, Cindai." Prilly memiliki keyakinan sendiri soal yang satu itu.

"Iya deh, semoga langgeng ya kamu dan dia. Mengingat perjuangan kalian dari pacaran awal SMA sampai sekarang hampir 5 tahun. Busetttt itu pacaran apa kredit rumah sampai lama begitu?" canda Cindai membuat Prilly melepas tawanya.

"Bukan, itu kredit mas kawin buat ntar kita ke KUA," jawab Prilly asal membuat mereka pagi itu tertawa lepas.

Semua persiapan sudah dilakukan, kini waktunya Prilly berangkat ke kampus. Biasanya Prilly berangkat ke kampus menaiki sepeda motor, namun terkadang dia memilih berjalan, jika dia sedang ingin berjalan kaki. Jarak kampus Prilly dan kosnya dekat, hanya menempuh waktu 10 menit jika jalan kaki.

"Pril, jalan aja yuk?" ajak Cindai yang sudah siap mengunci kamarnya.

Kamar mereka dari awal masuk kuliah hingga sampai sekarang selalu bersebelahan.

"Okey," jawab Prilly mengunci pintu kamar kosnya.

"Cindai!" panggil seseorang dari seberang kamar mereka.

"Eh, ada apa?" tanya Cindai menghampiri pembatas kos.

Prilly tetap berdiri memperhatikan Cindai yang menerima sesuatu dari orang itu.

"Makasih, tolong sampaikan ke Adi," ucap orang itu sebentar melirik Prilly lalu kembali acuh.

"Okey Oncom. Entar aku kasih ke dia." Setelah Cindai menerima barang itu, lalu dia menghampiri Prilly lagi.

"Apaan itu Cin?" tanya Prilly penasaran dengan benda yang terbungkus plastik hitam saat Cindai memasukan ke dalam tasnya.

"Mantol punya Adi, sudah berapa minggu dipinjam Oncom pas kita ketemu dia kehujanan di simpang lima," jelas Cindai, sedangkan Prilly hanya menanggapi dengan anggukan kepala saja.

"Kita sarapan di kantin saja ya Cin? Soalnya aku takut nanti telat apel staf. Bisa-bisa di hukum."

"Iya deh Pril, yuk berangkat."

Prilly dan Cindai pun melangkah keluar dari gerbang kosnya. Di sepanjang jalan sapaan dan tanda hormat untuk Prilly dan Cindai bertebaran dari adik juniornya. Itu adalah salah satu peraturan di dalam kampus mereka. Jika saat bertemu senior atau atasannya saat memakai PDH, wajib melayangkan hormat dan menyapanya. Bagi Prilly itu sudah hal biasa dan sebisa mungki dia membalas sapaan itu, walau hanya dengan anggukan tegas.

***

Senja hari Prilly baru saja pulang dari kampus, karena dia harus mempersiapkan banyak hal untuk persiapan prala (praktek lapangan). Rencananya sebelum membuat makalah, Prilly dan yang lainnya dituntut untuk melakukan prala minimal 6 bulan. Dan hasil dari prala itu nanti yang akan menjadi tema pada makalahnya.

"Baru pulang kamu, Pri?" tanya Dita teman satu angkatan dia yang sama kos dengan Prilly.

"Iya Dit. Kamu mau kemana?" tanya Prilly yang melihat Dita sudah rapi.

"Mau keluar cari makan. Kamu mau nitip nggak?"

"Nggak deh, nanti Dedy mau ke sini. Paling dia bawa makanan."

"Okey, aku keluar dulu ya?" Dita berpamitan lalu pergi meninggalkan Prilly yang masih duduk di bangku putih depan kamarnya sejenak melepas lelah.

Mata Prilly menangkap seorang pria bertubuh kekar dan tegap di seberang sedang mengeluarkan sepeda motor Ninja berwarna hijau dari teras kamarnya.

"Oncom, mau ke mana kamu?" tanya tetangga kos yang tinggal di kamar sebelahnya menghampiri pria itu.

"Mau cari makan. Kenapa? Mau nitipkan?" tebak pria yang selalu di panggil oncom itu.

"Iya, tahu aja kamu. Lagi malas keluar nih."

"Mana duitnya?"

Prilly masih saja memperhatikan dua pria di depannya itu. Tidak ada getaran di dalam hatinya apa lagi rasa penasaran kepada pria yang selalu di panggil oncom itu. Bagi Prilly saat ini lelaki yang dia cintai hanyalah Dedy dan cuma dia yang sudah mengunci hatinya hingga dia tak tertarik kepada pria lain selain kekasihnya itu.

"Ah, ngapain coba aku lama-lama duduk di sini? Yang ada ntar Dedy datang aku belum mandi. Masa diapeli pacar bau asem sih," gerutu Prilly sendiri sambil melepas kaos kakinya.

Prilly segera masuk ke dalam kamar, meletakan tas yang super berat karena banyak buku panduan praktek yang harus dia pelajari dan berbagai peta perairan indonesia yang juga harus dia pahami sebelum praktek nanti.

Prilly melepas PDH yang pas body itu, lalu menggantungnya di depan lemari. Segera dia masuk ke dalam kamar mandi yang ada di dalam kamarnya, memang itu salah satu fasilitas yang tersedia di kamar kos tersebut.

"Prilly, ada yang mencari kamu sayang." Suara Neneng mengetuk pintu kamar Prilly.

"Iya Bu, Prilly sedang ganti baju," balas Prilly setelah dia selesai mandi dan kini dia sedang mengganti baju.

"Iya, Ibu suruh tunggu dia di ruang tamu ya?"

"Iya Bu. Terimakasih."

Neneng berlalu menemui tamu yang sudah menunggu Prilly itu. Selesai merapikan diri, akhirnya Prilly keluar kamar menemui tamunya.

"Hay Yang, maaf aku baru saja selesai mandi," jelas Prilly menghampiri lelaki pujaan hatinya yang sudah menunggu duduk di sofa ruang tamu yang tersedia di kos tersebut.

"Iya, nggak papa. Kita makan di luar saja ya? Aku tadi nggak sempat beli makan buat kita, soalnya aku keluar kampus jam 5, habis itu siap-siap langsung ke sini," jelas Dedy.

Prilly dan Dedy sangat memahami keadaan mereka saat ini. Saling mengerti dan memahami adalah kunci kelanggengan hubungan mereka selama ini.

"Iya, nggak papa Yang. Aku ambil dompet dan HP dulu ya?"

Prilly meninggalkan Dedy sebentar untuk mengambil dompet, HP dan jaketnya ke dalam kamar.

"Ayok!" ajak Prilly setelah menghampiri Dedy lagi.

Dedy berdiri lalu merangkul bahu Prilly keluar dari area kos menuju mobil yang dia parkir di depan. Sudah menjadi kebiasaan Dedy, jika setiap malam dia berusaha meluangkan waktu untuk kekasihnya walau sejujurnya dia juga lelah karena kegiatan di kampusnya, sama halnya dengan Prilly. Dia juga berusaha membagi waktunya walau hanya sekedar makan bersama atau jalan-jalan sampai jam batas selesai.

"Mau makan di mana Yang?" tanya Dedy yang bingung memilih menu makan malam mereka.

"Di ayam bakar situ saja ya Yang?" Prilly menunjuk salah satu kedai pinggir jalan.

Dedy memarkirkan mobilnya di pinggir jalan dekat kedai itu. Mereka keluar dan masuk ke kedai sederhana yang menjual berbagai olahan ayam. Prilly dan Dedy memilih duduk di lesehan beralaskan tikar di trotoar jalan. Bagi mereka itu adalah suasana yang romantis, makan berdua di tempat terbuka, beratapkan langsung dengan langit cerah bertaburan bintang.

"Yang, papa sekarang naik jabatan, jadi kapoler Kudus." Dedy memecah keheningan diantara mereka saat menunggu pesanan datang.

"Oh iya, wah ... selamat ya Yang. Semakin berat juga tugas Om Bakri."

"Ya begitulah Yang, tugas seorang pengabdi negara. Harus rela mengayomi dan menjaga masyarakat."

"Kamu kapan Yang, ujiannya? Aku dengar dari tante Riana, kamu katanya mau ikut ujian di Maros. Kenapa nggak di Jawa saja sih, Yang?"

"Opa yang meminta aku ikut ujian di sana, Yang. Karena beliau ingin aku meneruskan perjuangannya dan beliau berharap aku bisa menggantikannya sebagai kapolda Maros."

"Tapi itu nanti membuat kita terpisah semakin jauh, Yang. Kamu tahu nggak aku dapat prala di mana?"

"Memang di mana?"

"Di lombok."

Dedy menghela nafas dalam, memikirkan hubungannya dengan Prilly membuat dia merasa pusing. Dedy memang mencintai Prilly, namun dia juga tidak bisa melepaskan cita-citanya yang ingin menjadi seorang polisi. Karena kebanyakan keluarga dia adalah polisi. Papa dan opa Dady seseorang yang memiliki pengaruh besar di setiap daerah yang mereka pimpin.

"Sudah kita makan dulu. Jangan di bahas. Itu semakin membuat kita bimbang nanti ya?" sangkal Dedy yang berniat mengalihkan pembicaraan mereka.

"Ini kamu makan." Dedy menyuapi Prilly dengan tangannya.

Sudah hal biasa jika Dedy selalu memanjakan Prilly. Selama 5 tahun mereka berpacaran Dedy selalu memperlakukan Prilly dengan baik. Tak pernah Dedy membuat perasaan Prilly ragu, sehingga Prilly selama ini tetap menjaga hatinya.

"Yang," panggil lirih Prilly setelah Dedy menyuapinya.

"Apa?" jawab Dedy lembut menoleh pada Prilly.

"Katanya Mami, Om Bakri ke rumah. Mau ngapain?" tanya Prilly penasaran.

"Papa mau kita tunangan dulu, Sayang. Sebelum nanti kita sama-sama sibuk dengan pekerjaan kita masing-masing," jelas Dedy ringan membuat Prilly tak percaya.

"Apa kamu serius, Yang? Kenapa kamu nggak bilang sama aku?"

"Itukan baru rencana orangtua kita, Yang. Kita fokus dulu deh sama pendidikan dan kamu harus secepatnya lulus. Aku juga akan fokus dulu mengikuti tes dan seleksi," ucapan Dedy membuat perasaan Prilly sedih.

Itu berarti dia harus siap-siap jauh dari Dedy. Ini adalah resiko mereka yang sama-sama bersi keras mempertahankan cita-cita.

"Jadi kamu akan tetap pergi ke Makasar?" tanya Prilly sedih.

"Jangan di bahas dulu. Kita jalani yang ada. Itu masih lama dan aku saja belum menyelesaikan ujian di kampus. Pokoknya, kita fokus dulu pada pelajaran dan karir kita, ya?" Dedy mengusap pipi Prilly lembut dengan punggung tangan kirinya yang tidak kotor.

Perasaan Prilly menghangat saat mendapat perlakuan manis tersebut. Dedy meneruskan makannya, sambil menyuapi Prilly. Suapan dari tangan Dedy secara langsung, membuat nafsu makan Prilly menjadi tinggi.

Malam yang indah dengan pencahayaan rembulan, berhiaskan bintang, dua insan yang saling mencinta merajut kasih, merangkai mimpi, di kegelapan malam. Melepas beban hidup, bersandar pada tiang kepercayaan. Akankah cinta akan menuntun mereka pada sebuah titik puncak kebahagian? Hanya takdir Tuhan yang mampu menjawabnya.

##########

Masa lalu ... biarlah masa lalu ....
Wkwkkwkwkkwk
Ya Allah ... mengorek kembali luka yang lama sudah mengering. Sedikit bergetar hati aku kk widy4HS mengenang Pak Pol. Hahahahah lol

Terimakasih vote dan komennya.

Kira-kira Ali kapan keluarnya ya?
Hahahahaha
Yang tak asing dengan panggilan itu pasti sudah menebak.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top