AIR*14
Spesial hari ini aku update untuk melengkapi kebahagiaan kita. Untuk tulisan saya di part 13 tadi yang paling bawah, MOHON JANGAN TELAN MENTAH-MENTAH. Semua yang kita dengar adalah pendapat, BUKANLAH fakta. Dan apa yang kita lihat hanyalah cara pandang kita, BUKAN kebenaran. Jadi, itu hanya sudut pandang saya dan pendapat saya setelah menelaah pembicaraan yang pernah terucap. Cara sudut pandang kita berbeda-beda apalagi pendapat kita. So ... sikapi dengan dewasa ya teman-teman ...?
***
Prilly menatap lurus ke depan, melihat bukit yang sangat ia rindukan untuk kapal dapat ia labuhkan. Dua minggu sudah dia mencoba menata puing-puing hatinya bekas runtuhan yang Dedy tinggalkan, saat mereka berpisah di pelabuhan terminal peti kemas Soekarno Hatta Makassar.
"Chief, persiapan sandar." Suara tegas dari HT yang Prilly bawa mengagetkannya saat sedang melamun.
"Siap Chapt." Prilly menjawab sambil tersenyum entah apa yang membuatnya bahagia kali ini.
Semenjak dia membaca surat-surat dari Ali, hatinya tak merasakan sakit atau pun terluka. Justru dia merasa senang dan tak sabar ingin segera menyandarkan kapal itu di terminal peti kemas Pelabuhan BICT Belawan Medan.
"Chief, ambil posisi." Suara Wiranto mulai menginterupsi.
"Siap Capt, kapal sandar lambung kanan." Prilly menjawab lalu berlari ke posisinya untuk mengawasi pergerakan kapal yang akan bersandar di dermaga.
Entah mengapa hatinya saat ini seperti taman yang berbunga-bunga merekah apik. Apa dia sedang jatuh cinta? Oh, Prilly ... cepat sekali hatinya sembuh dari luka. Prilly dan semua kru bekerja sama untuk menyandarkan kapal. Hingga kapal kini sudah mulai mendekati dan hampir merapat di dermaga.
Kapal di gerakan hingga sedemikian rupa, sehingga kini kapal dapat berhenti dan terikat dengan daratan. Debaran jantung Prilly semakin tak karuan dan hatinya menjadi tidak sabar untuk turun menginjak daratan.
"Capt, tanggal berapa ini?" tanya Prilly setelah para kru menyudahi briefing.
"Tanggal 17, memangnya ada apa Chief?" Wiranto mendekati Prilly, mungkin dia merasa heran karena tidak biasanya Prilly bertanya tanggal dan hari.
"Nggak papa Capt. Kapal sandar di sini satu minggukan? Captain mau turun nggak?" Wiranto tersenyum penuh arti kepada Prilly.
"Memangnya kenapa? Kamu mau pergi?" Wiranto menaik turunkan kedua alisnya menggoda Prilly.
"Kalau Captain izinin sih." Prilly menggigit bibir bawahnya, risau menunggu jawaban Wiranto.
"Pergilah. Aku ijinkan kamu meninggalkan kapal 3 hari. Yang pasti setelah bongkar muatan dan kamu harus sudah ada di kapal lagi, sebelum muat peti kontainer." Wiranto berkata sambil menandatangani surat izin meninggalkan kapal.
"Makasih ya Capt." Prilly menerima surat izin itu dengan perasaan bahagia.
"Setelah kapal sandar dan docking di Semarang, aku sudah ajukan kamu untuk mengikuti ujian kepelautan biar kamu dapat ijazah ANT II." Prilly merasa terkejut dengan informasi yang Wiranto berikan itu.
"Apa?! Captain nggak bohongkan? Serius?" Prilly membulatkan matanya tak percaya dengan apa yang baru saja dia dengar.
"Iya, serius. Semua biaya ditanggung perusahaan. Aku sudah ajukan proposalnya dan pemilik kapal sudah ACC. Tinggal kamu ikuti pelatihan dan ujiannya di PIP Semarang," jelas Wiranto dengan senyum kepuasan.
"Capt, makasih ya?" Prilly hanya dapat berucap itu. Hatinya semakin merekah di dalam sana.
"Kamu punya bakat dan aku harap dengan ini kamu bisa menjadi Nahkoda. Setelah dapat ijazah, carilah kapal yang tidak terlalu tinggi risikonya." Prilly merasa terharu dengan perhatian bapak penggantinya di kapal itu.
Memang begitulah Wiranto, walau dia seorang Nahkoda yang terkesan tegas dan cuek, namun tak pernah disangka-sangka dia selalu memperdulikan bawahannya. Apa lagi dengan pelaut dan kru yang masih mudah dan berprestasi. Tak segan-segan dia akan berusaha untuk melihat mereka maju dan berkembang.
"Tapi, apa nggak bikin perusahaan rugi Capt. Aku sudah di sekolahkan lagi dan pasti nggak sedikit biayanya." Wiranto tertawa terbahak mendengar ucapan Prilly tadi.
"Itu pakai uang hak kamu. Kamu pikir perusahaan sebodoh itu? Kamu nggak pernah lihat slip gajimu?" tanya Wiranto mengajak Prilly keluar dari anjungan.
"Nggak Capt. Aku nggak pernah ambil pusing sama nominal gaji dan bonus dan yang lain-lainnya," jawab Prilly jujur memang begitulah adanya.
"Kamu itu, belum tahu kebutuhan hidup. Kerja itu niatnya cari uang. Bohong kalau wawancara niatnya cari pengalaman. Dulu pas di wawancara Pak Pri, memang nggak ditanya itu?" Wiranto berjalan di sisi anjungan sambil merangkul Prilly menuju ke arah kamar para kru.
"Nggak. Orang pas wawancara dia nggak tanya apa-apa. Cuma satu pertanyaan doang. 'Sudah siap bekerja?' Cuma gitu tanyanya." Prilly mengingat Supriadi yang kalem dan berkumis tebal dengan pawaan tubuh kurus dan kulit hitam manis sambil terkekeh geli.
"Terus habis itu kamu langsung tanda tangan kontrak?" tanya Wiranto menebak sendiri sambil membuka pintu untuk menuju di geladak kamar kru.
"Iya, habis itu cuma ngasih aku nomernya Captain dan suruh komunikasi sendiri sama Captain. Aku kan bingung, nomer Captain nggak pernah aktif pas aku hubungi dan pas sekali sms langsung ngabari kapal sandar di Lombok."
"Ya, begitulah Pak Pri." Wiranto tersenyum tulus sambil membukakan pintu kamar Prilly.
"Jam 8 malam baru bongkar. Istirahatlah dan kalau mau meninggalkan kapal kasih tahu aku, biar tugas kamu sementara aku yang pegang." Prilly tersenyum mendengar perhatian kecil dari Wiranto.
"Makasih ya Capt, aku berutang banyak sama Captain."
"Bayarlah dengan cara kesuksesanmu. Melihat kamu dan yang lainnya bisa sukses itu sudah cukup membuatku puas dan bahagia."
"Makasih ya Capt," ucap Prilly tulus.
"Jangan mengucapkan terimakasih kepadaku Chief. Itu memang sudah jalanmu. Bagiku, kata sukses bukan dari apa yang sudah kita raih selama ini, bukan karena banyak uang dan usaha dimana-mana."
"Terus ...?" tanya Prilly heran dan melihat Wiranto dengan kerutan di dahinya.
"Bagiku, kita bisa dikatakan sukses, setelah kita dapat menyukseskan orang lain. Lakukan itu juga Chief." Wiranto menepuk lengan Prilly pelan lalu masuk ke dalam kamarnya yang tepat bersebelahan dengan Prilly.
Prilly termangu diam memikirkan kata-kata Wiranto tadi. Hatinya tergerak ingin melakukan hal yang sama seperti beliau.
"Suatu saat nanti aku akan melakukan itu juga Capt. Ketulusan dan kebaikanmu tidak akan pernah aku lupakan sampai kapan pun. Terima kasih." Prilly berucap sambil menatap pintu kamar Wiranto yang sudah tertutup rapat.
Saat Prilly ingin masuk ke kamarnya, sebuah suara membuat tubuhnya menegang dan jantungnya berasa ingin lepas.
"Sudah ngobrolnya?"
Prilly membalikan badan dan melihat orang yang sudah dia rindukan berdiri dengan jarak sekitar tiga langkah dari tempatnya berdiri. Matanya membulat sempurna, ia tak percaya apa yang dilihatnya saat ini.
"Aku sudah nunggu hampir seharian di bawah, kamu malah enak-enakan ngobrol di sini. Kamu pikir aku jemuran, dibiarin kepanasan di dermaga?" Prilly mengulum senyumnya saat mendengar Ali mengomelinya.
"Siapa yang mengizinkanmu masuk ke sini? Ini kan ruang khusu kru?" Prilly tak menanggapi omelan Ali, namun dia justru bertanya dengan memasang wajah wibawanya.
Kata Titiek Puspa, jatuh cinta berjuta rasanya. Berawal dari satu senyuman atau kejadian yang tak terkira, mungkin orang yang baru ditemui bisa menjadi jodoh kelak. Kita tak pernah tahu jalan Tuhan seperti apa.
"Aku Chief, yang izinkan orang ini masuk. Kasihan sudah sejak tadi pagi nunggu kapal sandar. Aku suruh nunggu di kantor nggak mau. Dari pagi dia nunggu di dermaga." Prilly menahan tawanya saat seorang pegawai kantor menyaut.
Prilly melihat Ali menunduk, mungkin dia malu. Membuat hati Prilly semakin merekah dan bahagia.
"Makasih ya Pak Irwan. Nanti kita mulai bongkar muatan jam 8 malam. Kalau air nggak surut. Kalau surut ya ... kita tunggu sampai pasang," kata Prilly dan hanya di jawab Irawan dengan anggukan.
Irawan berjalan ke luar ruang kru, di lorong itu tinggal ada Ali dan Prilly. Jika seperti ini, biasanya sebagian kru sudah pergi menginjakan kaki di darat atau yang lain sibuk beristirahat.
"Ngapain berdiri di situ? Ayo masuk!" Prilly berusaha memecahkan keheningan dan kecanggungan diantara mereka.
Ali mengikuti Prilly masuk ke dalam kamar pribadinya. Debaran jantung Prilly kembali berjalan abnormal. Memang benar kalau jatuh cinta merupakan salah satu perasaan terindah yang dirasakan sebagai manusia. Cinta menjadi alasan logis bagi seseorang yang tiba-tiba senyum sendiri, melakukan hal-hal romantis yang tak jarang gagal, atau pun memendam rasa kepada seseorang yang mungkin saja punya perasaan yang sama. Jatuh cinta membuat orang menjadi gila karena suka tersenyum sendiri saat membayangkan wajahnya dan kelakukan yang membuatnya tak bisa dilupakan.
"Kamu libur, Com? Duduk!" Prilly menyuruh Ali duduk di sofa bed kasur udara 2 in 1, merupakan sofabed bestseller bestway yang biasa Prilly pakai untuk bersantai.
"Iya, aku sedang ambil cuti," jawab Ali sambil mendaratkan pantatnya di sofa bed.
"Aku ganti baju dulu, kalau kamu mau minum tinggal ambil itu, ada di sana." Prilly menunjuk tempat dia menyimpan bebagai camilan dan makanan untuk persediaannya selama berlayar hingga bertemu daratan lagi, Prilly dapat membeli makanan kecil lagi setelah kapal bersandar di pelabuhan yang berbeda.
Prilly mengambil pakaian santainya, lalu berniat membawa keluar dari kamar.
"Kamu mau kemana?" tanya Ali yang sedang sibuk memilih jajanan milik Prilly, sambil melihatnya sudah di depan pintu.
"Mau ganti bajulah," jawab Prilly ketus.
"Emang kamar mandinya di luar?"
"Iya ... Iyalah, Com. Kamu pikir ini hotel? Setiap kamar punya kamar mandi. Ini di kapal, kamar madi khusus kru ada dua dan buat gantian," jelas Prilly tak memperdulikan Ali lagi, lalu keluar begitu saja.
Tak berapa lama Prilly kembali ke dalam kamarnya, melihat Ali sudah duduk bersantai sambil memakan camilan dan asyik menonton DVD yang tersedia di kamarnya. Prilly tetap berusaha biasa saja walau sebenarnya saat ini hatinya sangat bahagia dan ingin rasanya banyak mengobrol dengan Ali. Tapi, melihat Ali yang cuek membuat dia ikut tak mengacuhkannya.
"Com, aku nyuci dulu ya? Nanti malam aku bongkar muatan." Prilly mengeluarkan keranjang tempat dia menyimpan pakaian kotornya.
"Nggak usah, nanti cari laundry aja." Ali mendekat dan memaksa Prilly meletakan kembali keranjang pakaiannya.
"Sebentar, nyucinya pakai mesin cuci mumpung yang lain belum ada yang pakai." Prilly sedikit memaksa namun Ali tetap menahan keranjangnya.
"Terus kalau kamu nyuci, biasanya jemurnya di mana?"
"Di luar. Makanya mumpung kapal nggak jalan aku mau nyuci terus jemurnya di semping kamarku ini."
"Terus dalemannya juga kamu jemur di luar?" Prilly membulatkan matanya, terkejut mendengarkan pertanyaan Ali tadi. Bisa-bisanya Ali berpikiran sejauh itu.
"Nggak, kalau yang itu aku jemur di dalam kamar. Emang aku mau pamer ukuran dan bentuk dalemanku?" bantah Prilly menaruh keranjangnya lalu berjalan duduk di sofa bed yang Ali duduki tadi.
Prilly membuka tutup botol air minum lalu mengangkat kakinya ke atas sofa bed dan bersandar santai melihat film yang Ali putar. Prilly meluruskan kakinya sejenak meregangkan otot-otot yang terasa kaku dan tak memperdulikan Ali.
"Mau kamu bawa kemana pakaianku?" tanya Prilly yang melihat Ali memasukan pakaian kotornya ke dalam kantong plastik.
"Mau aku laundry dekat-dekat sini." Ali terus memasukan pakaian Prilly yang tak malu sedikit pun saat dia menemukan pakaian dalamnya.
"Pakaian dalamnya jangan di laundry. Biar aku cuci sendiri." Ali mengeluarkan kembali pakaian dalam Prilly dan ia masukan lagi ke dalam keranjang.
"Kamu nyuci pakaian dalam kamu, yang ini aku bawa ke tukang laundry." Ali mengambil kunci yang dia letakkan di atas meja tempat Prilly menyimpan makanannya.
Prilly tak memperdulikan Ali keluar membawa pakaian kotornya. Dia beranjak dari tempat ternyamannya dan membawa keranjang yang hanya berisi pakaian dalamnya ke tempat mencuci pakaian.
"Mau nyuci Chief," sapa Antok, Masinis III.
"Iya, Bass. Kamu mau nyuci juga?" balas Prilly bertanya.
"Nggak, mau mandi." Antok melewati Prilly dan masuk ke kamar mandi.
Prilly mulai melanjutkan kegiatannya, sampai selesai dia kembali ke kamarnya dan sudah melihat Ali di sana.
"Lama banget nyuci segitu aja," protes Ali yang sudah menunggu Prilly sejak tadi.
"Lama bagimu, sebentar bagiku," cerca Prilly lalu menjemur pakaian dalamnya di besi jemuran yang dia sengaja sediakan di dalam kamar.
Prilly membuka jendela berbentuk lingkaran khas jendela kapal. Agar pakaiannya yang di jemur di dalam dapat cepat kering. Selesai menjemur Ali menarik tangan Prilly sehingga pantat Prilly mendarat di pangkuan Ali.
"Kamu nggak kangen sama aku?" rajuk Ali lembut sambil menyandarkan badannya di sandaran sofa bed.
Prilly berniat turun dari atas pangkuan Ali, namun tangan Ali cepat menahan tubuh Prilly.
"Biarkan seperti ini," kata Ali memeluk Prilly.
Prilly diam seribu bahasa menahan debaran jantungnya yang tak karuan. Ali menurunkan Prilly di sebelahnya, sehingga sofa bed itu mereka tempati berdua. Prilly hanya dapat diam saat Ali memeluknya dan menelungkupkan wajahnya di sela-sela lehernya.
"Aku kangen kamu." Ali berkata lirih tepat di telinga Prilly, membuat darahnya berdesir.
Mulut Prilly kelu dan tubuhnya tak menolak sedikit pun saat Ali mengeratkan pelukannya. Justru dia merasa nyaman dan tak rela bila Ali melepaskan.
"Aku capek, kita istirahat." Prilly hanya ingin menikmati posisi ternyamannya itu.
Ingin rasanya Prilly memberontak tapi hati mendustai tubuhnya yang sudah terlanjur nyaman. Akhirnya Prilly membiarkan Ali tetap memeluknya seperti itu. Tak berapa lama Prilly mendengar hembusan nafas Ali yang sudah teratur, pada akhirnya Prilly pun membalikan tubuhnya menghadap kepada Ali dan membalas pelukannya. Wajah mereka sangat dekat, Prilly dapat melihat jelas lekuk wajah Ali yang tampan itu. Prilly tersenyum lalu dia ikut memejamkan matanya yang sudah terasa berat. Dalam tidurnya Prilly masih dapat merasakan Ali semakin menghilangkan jarak diantara mereka dan semakin mengeratkan pelukannya.
############
Oh ... so sweet.
Wkwkwkwkwkwkwk
Oncom kangen .... hahahahahahah
Udah ketemu Oncom lagi. Asyeeekkkk.
Makasih ya vote dan komennya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top