AIR*13
Prilly Pov
Hari ini aku sangat sibuk mengatur muatan peti kemas kontainer yang siap untuk di susun ke atas kapal. Cuaca panas dan matahari yang menyengat kulitku tak aku hiraukan. Aku juga berusaha melupakan kata-kata Dedy semalam yang menyakiti hatiku. Dengan menyibukkan diri, aku bisa sementara melupakan hal itu.
"Chief, ada yang mencari," seorang kelasi memberi tahu saat aku masih sibuk memuat kontainer bersama kru yang lain dan petugas pelabuhan.
"Siapa?" Aku bertanya sementara menghentikan kegiatanku.
"Cowoknya Chief," sahut kelasi itu.
Aku membiarkan mereka mengira Dedy adalah pacarku. Itu sekedar untuk melindungi aku dari godaan mereka.
"Suruh tunggu 30 menit lagi. Aku masih sibuk." Aku memang saat itu sedang sibuk mengatur kontainer-kontainer berukuran besar.
Bayangkan saja tubuhku sekecil ini bergulat dengan kontainer yang memiliki berat hingga berton-ton. Dalam pekerjaan ini aku harus sangat hati-hati mengatur letak kontainer sesuai nomor ID sebagai identifikasi pemilik dan kategori isi barang, ditambah nomor seri dan angka pemeriksaan. Aku tak bisa asal-asalan memuat kontainer itu. Harus sesuai aturan yang ada dan sesuai dengan kategori jenis muatan.
"Bosun, lihat itu! Cek orang yang baru saja naik. Aku tidak mengenalinya dan belum pernah melihatnya." Aku berteriak sangat keras kepada Serang atau mandor kru geladak yang jabatannya masih di bawahku.
Aku melihat dari geladak atas, Bosun mendekati orang yang aku maksud tadi. Mataku harus jeli saat memuat atau membongkar barang, aku harus memakai kecerdasan otak dan keterampilanku untuk mengatur muatan. Itu untuk menghindari pencurian. Khususnya ketika kapal sedang sandar dalam waktu lama.
"Aman Chief, dia orang baru dari pelabuhan." Bosun berteriak kencang agar dapat aku mendengarnya.
Aku mengacungkan kedua jempolku ke pada Bosun alias Serang. Bergulat dengan alat berat seperti derek, sudah menjadi makananku setiap bongkar atau memuat kontainer. Karena kotak kontainer yang berukuran besar dan berat hingga berton-ton, maka ada alat derek khusus yang digunakan untuk membantu menyusunnya di atas kapal. Alat bantu itu bisa berasal dari kapal itu sendiri atau yang tersedia di pelabuhan.
Ini tampilan saat kapal kontainer sedang kosong.
Simulasi pada saat kapal memuat.
"Chief, pengiriman terakhir kita ke Tanjung Mas, Semarang. Nanti sekalian kapal akan melakukan docking." Laporan Galang sebagai Mualim II.
Docking adalah segala jenis perbaikan kapal yang dilakukan di atas dock. istilah lain dari dock adalah tempat bengkel kapal. Pengedockan kapal merupakan proses yang dilakukan untuk memindahkan kapal dari perairan laut ke atas dock dengan fasilitas bantuan pengedokan. BKI (Biro Klasifikasi Indonesia) dan Syahbandar telah menentukan periode-periode untuk perbaikan kapal di atas dock, Pengedockan kapal dilihat dari aspek semuanya seperti umur kapal, jenis bahan yang digunakan untuk badan kapal dan kebutuhan kapal itu sendiri. Dalam melakukan pengedockan kapal harus dilakukan dengan hati-hati dan persiapan yang sangat matang karena spesifikasi bentuk kapal yang khusus dan berbeda.
Gambaran jika kapal dalam masa docking (perbaikan di bengkel kapal). Kapal akan di naikan ke daratan menggunakan alat khusus dan dengan cara khusus.
"Okey, kita mampir di berapa daerah?" tanyaku sambil menerima amplop coklat yang Galang beri untukku.
"Masih nurunin kontainer sekitar 5 pelabuhan lagi. Terakhir di Semarang, sekalian perbaikan kapal di galangan Tanjung Mas, Semarang, Chief."
"Apa ini?" tanyaku menunjukan amplop yang Galang beri tadi.
"Kiriman dari kantor pusat untuk kamu."
"Dari Pak Pri?" tanyaku setelah membaca nama pengirimnya.
"Kayaknya sih, iya."
"Tumben Pak Pri ngirim surat. Biasanya langsung telepon kalau tahu kita sandar di pelabuhan."
"Nggak tahu, Chief. Eh iya, kasihan tuh cowoknya udah nunggu dari tadi. Aku mau ke anjungan, mau plot peta dulu." Galang menepuk bahuku dan berniat untuk melangkah.
"Eh Cond, nitip ini tolong masukin di kamar aku." Aku memperikan amplop coklat tadi, dan Galang pun berlari menaiki tangga menuju ke anjungan.
Aku kembali mengawasi para kru dan pekerja pelabuhan untuk menyusun kotak kontainer. Kapal jenis kontainer ini adalah kapal angkutan utama secara masal untuk mengirim barang ke seluruh dunia. Semua barang dibawa, dari bahan mentah, produk setengah jadi sampai produk jadi yang siap dipasarkan. Kapal barang yang membawa kontainer tidak memasukan semua kotak kontainer begitu saja, ada pengaturan tertentu. Memasukan kontainer ke dalam kapal mengunakan urutan algoritma.
"Chief, kapal miring 20° ke kiri." Suara Captain Wiranto dari HT mengingatkanku dari anjungan.
"Siap Capt." Aku membalas Capt. Wiranto melalui HT.
"Third, pindah pengisian air ballast (air tawar) ke tangki kanan. Kapal miring 20° ke kiri." Aku berkomunikasi dengan Yusuf melalui HT, dia sebagai mualim III yang memang bertugas mengisi air tawar untuk persediaan kami berlayar.
"Siap Chief." Sahut Yusuf.
Tidak sembarangan kami memuat barang di kapal. Kotak kontainer akan ditumpuk, tapi barang paling berat akan ditaruh dibagian terbawah. Tujuannya agar yang berat tidak di atas, untuk menghindari kotak kontainer jatuh. Sistem kapal akan membagi secara merata berat kontainer yang masuk, sehingga kapal dapat seimbang.
Kami semua harus bekerja sama untuk menyeimbangkan kapal. Ada yang mengawasi kemiringan kapal dengan alat khusu yang terpasang di anjungan. Apa lagi sekarang ini alat semakin canggih. Untuk meminimalkan pergerakan derek, sistem algoritma dan komputer sangat membantu merencanakan skema penyimpanan paling efisien dan praktis. Sehingga kapal bisa memuat dan menurunkan kotak kontainer lebih cepat.
"Chief, muatan kimia dan bahan yang mudah meledak sudah aman. Yang lain juga sudah beres." Bosun mendekat dan melaporkan kegiatan muat sudah selesai.
"Sudah sesuai dengan tempat tujuan kita kan Bosun? Kontainer yang terdepan, pelabuhan tujuan pertama kita dan seterusnya berurutan agar kita tidak memakan banyak waktu untuk bongkar kontainer." Aku memastikan jika pekerjaan benar-benar sudah beres.
"Iya, sudah Chief."
"Baiklah, kita persiapan tolak dari pelabuhan nanti malam." Aku menepuk bahu Bosun lalu menuruni anak tangga berniat untuk menemui Dedy.
"Eh, iya Bosun." Saat aku baru sampai di anak tangga pertama ada yang mengganjal di pikiranku.
"Hati-hati dengan kontainer yang muatan kimia dan bahan yang mudah meledak." Aku mewanti-wanti Bosun sangat tegas.
Memang bahan berbahaya seperti muatan kimia dan bahan mudah meledak akan diletakan di tempat khusus dan memilki perhatian yang khusus dari para kru kapal.
"Sudah Chief. Aku menjamin aman." Tegas Bosun meyakinkan.
"Okey, makasih."
Aku melajutkan menuruni anak tangga. Perasaanku menjadi tak karuan saat melihat Dedy berdiri menungguku. Aku melihat wanita cantik di belakang Dedy dengan jarak sekitar dua meter.
"Hay, maaf menunggu lama. Aku baru selesai muat." Aku berkata tak enak hati setelah berdiri di depan Dedy.
"Nggak papa." Dalam situasi seperti ini saja Dedy masih perhatian padaku.
Dedy mengelap keringatku dengan sapu tangannya. Aku melirik wanita yang berdiri di dekat mobil Dedy. Wajahnya berubah seperti orang yang sedang menahan cemburu.
"Apa dia Dewik?" tanyaku menatap wajah Dedy yang sangat dekat dengan wajahku, karena dia sedang sibuk membersihkan keringatku.
"Iya."
"Cantik."
"Cantik relatif."
"Cantik dia daripada aku."
"Bagiku cantik kamu daripada dia."
"Tapi dia tinggi dan putih."
"Aku suka yang hitam manis dan tingginya yang sedang-sedang saja."
"Veti Vera dong." Aku menjawab asal dan Dedy mencubit hidungku pelan.
"Kakaknya Alam dong?"
"Alam apa?"
"Alam gaib apa alam semesta?" sahutnya dengan gurauan.
"Alam-at ada yang cemburu kalau kita seperti ini," sautku cepat saat Dedy merengkuh pinggangku posesif untuk menghilangkan jarak diantara kami.
"Bodo! Nggak peduli. Belum juga jadi istri. Beda kalau dia sudah jadi istri aku. Wajib aku menjaga perasaannya," bantah Dedy yang tidak memikirkan perasaan Dewik.
"Jangan begitu, dia juga cewek sama kayak aku. Kelihatannya dia suka sama kamu."
"Iya, dia menyukai aku tapi aku belum bisa menyukainya."
"Ya udah, lepasin dulu. Aku mau kenalan sama calon istrimu itu."
"Ayo aku kenalin sama Dewik." Dedy melepas pelukannya di pinggangku dan menggandeng tanganku berjalan mendekati Dewik.
"Wik, ini Prilly. Cewek aku." Aku membulatkan mataku sempurna. Apa-apaan ini? Gila! Dedy memang sudah gila!
"Iya, kamu sudah sering menceritakannya." Dewik berkata jutek dan judes sambil membuang wajahnya ke arah lain.
"Tapi tenang, aku sudah melepaskan dia demi menerima lamaranmu. Jadi, kamu tidak usah takut aku akan kembali sama cewekku ini. Untung dia baik dan mau melepaskanku." Dedy berucap tanpa beban dan itu membuatku jantungan seketika.
Aku mencubit pinggang Dedy agar dia lebih bisa menghargai perasaan Dewik.
"Aw ... sakit Yang," pekik Dedy sambil mengusap pinggangnya bekas cubitanku. Aku melihat Dewik memperhatikan tangan Dedy yang masih menggenggam tanganku, membuat aku semakin tidak enak hati kepadanya.
"Hai, aku Prilly. Maaf Dedy memang orangnya suka bercanda." Aku berusaha biasa saja, walau di dalam hatiku masih ada rasa cemburu, namun apa kapasitasku jika ingin protes kepada Dedy. Dia bukan pacarku lagi.
"Hai, aku Dewik calon istri Dedy." Dewik berkata menekan kata 'calon istri' mungkin saja dia ingin memperjelas statusnya dengan Dedy di hadapanku.
"Iya, Dedy sudah menceritakan denganku. Selamat ya, kamu beruntung dapat dia. Dedy lelaki yang baik dan sangat perhatian." Aku berusaha welcome kepada Dewik, kalau pun wajah dan sikap Dewik tidak bersahabat tapi aku tetap harus bersikap baik dengannya.
"Kita cari tempat berteduh dulu yuk?" Dedy mengajak kami untuk mencari tempat yang nyaman untuk mengobrol.
"Naik aja ke kapal, Ded. Aku nggak bisa keluar terlalu lama. Karena aku harus bersiap-siap untuk bertolak nanti malam," jelasku pada Dedy agar dapat memahami situasi dan kondisiku saat ini.
"Jam istirahatku hampir habis. Aku harus kembali ke kantor." Dewik menyahut entah dengan siapa dia berbicara. Apa mungkin dia bicara dengan Dedy?
"Ya sudah Ded, kasihan Dewik. Ajaklah dia pulang. Di sini panas dan banyak debu." Aku menyadari ketidak nyamanan Dewik di sini.
"Aku tunggu di dalam mobil." Dewik berlalu masuk ke dalam mobil begitu saja tanpa memandang aku.
"Maafin dia ya?" ucap Dedy yang aku lihat sepertinya dia sungkan dan merasa tidak enak hati, mungkin karena sikap Dewik yang tak ramah itu.
"Iya, aku bisa memahaminya. Aku akan mencoba menata hatiku lagi dan aku sudah putuskan untuk menerima Ali." Aku melihat wajah Dedy terkejut mendengar keputusanku.
"Are you sure?" tanya Dedy membulatkan matanya dan menatapku tak percaya.
"Iya. Itu sudah menjadi keputusanku. Dan sudah semalaman tadi aku memikirkannya," kataku mantap.
Memang sudah semalaman aku memikirkan hal itu, dan tak ada salahnya untuk memberi kesempatan kepada Ali. Semoga aku belum terlambat, semoga Ali masih menungguku, seperti apa yang dikatakan Dedy kemarin.
"Aku ikut senang mendengarnya. Semoga dia pilihan hatimu dan dia juga bisa menjagamu. Baiklah, mana HP kamu?" Aku mengerutkan dahi saat Dedy mengeluarkan HP-nya dan menanyakan HP-ku.
"Mau buat apa?" tanyaku tak mengerti.
"Sudah keluarin dulu HP kamu."
Aku menurut saja permintaan Dedy dan mengeluarkan HP-ku.
"Cari nomer aku." Dedy sudah siap dengan HP-nya yang dia pegang di tangan.
"Sudah," kataku setelah menemukan nomer Dedy.
"Mari bersama kita hapus nomer di HP masing-masing. Dalam bentuk apa pun, jangan mencari kontek aku dan aku nggak akan cari kontek kamu. Aku akan selalu tahu keadaanmu dan kabarmu. Percayalah aku akan selalu ada walau kamu nggak lihat aku. Paham?" Aku menggantungkan air mataku di pelupuk mata.
Hatiku merasa sakit saat Dedy melakukan hal ini. Tidak mendengar dan tidak akan tahu kabarnya lagi? Oh, akankah terulang kembali keadaan satu tahun yang lalu?
"Hey, jangan nangis. Ayo!" Dedy tersenyum sangat manis ke arahku dan aku yakin, dia menahan sakit hatinya yang sama hancurnya denganku.
"Aku hitung sampai tiga, kita barengan mencetnya ya?" Aku cuma mengangguk.
"Satu ...." Hatiku entah kenapa ada rasa tidak rela. Dia bisa saja dengan mudahnya mencari kabar tentangku. Tapi, bagaimana denganku?
"Dua ...." Perasaanku semakin tidak karuan.
"Tiga ...." Tanganku gemetar dan aku memencet tombol delet di HP-ku, sepertinya Dedy juga sudah melakukan hal itu.
"Okey, jaga dirimu baik-baik. Kalau nikah jangan lupa undang aku. Aku pasti akan undang kamu kalau menikah." Dengan mudahnya Dedy berkata itu membuat hatiku nyeri dan merasa sedih.
Dedy menepuk bahuku lalu seiring tubuhnya berbalik, air mataku tak tertahankan lagi. Air mataku menetes membasahi pipiku. Aku tak ingin melihatnya pergi, aku segera membalikan tubuhku dan melangkah menuju ke kapal. Aku menghapus air mataku agar tidak terlihat oleh kru yang lain. Aku mendengar mobilnya melaju cepat meninggalkan dermaga.
"Semoga kita bahagia dengan pasangan dan pilihan kita masing-masing Ded." Aku membatin seiring kakiku melangkah masuk ke kapal.
***
Melepaskan sesuatu yang menjadi beban dalam hidup kita, mungkin akan lebih baik untuk menuju kebahagian. Aku rela dan ikhlas melepaskan Dedy, dan menyambut cinta yang lain untuk menyembuhkan lukaku.
Setelah aku membersihkan diri, aku ingin sebentar melepas lelah. Sebelum kapal bertolak dari dermaga peti kemas Soekarno Hatta, Makassar nanti tengah malam. Aku penasaran dengan isi amplop yang Pak Pri kirim untukku. Segera aku buka dan menemukan secarik kertas bersama bungkusan amplop yang lebih dari 10 jumlahnya.
Untuk Prilly
Surat-surat ini selalu datang hampir setiap bulan di kantor pusat. Semua atas nama Ali Tius Sembiring dan di tunjukan untuk kamu. Saya sengaja mengirim ke kantor cabang Makassar, karena saya tahu kapal sandar di sana cukup lama.
Supriyadi
Kepala kantor pusat
"Ngapain Ali kirim surat? Kayak jaman nenek moyang aja."
Aku segera mengeluarkan amplop-amplop itu. Aku tidak tahu, mana surat pertama yang Ali kirim untukku. Aku mengambil asal dan membuka pertama amplop berwarna ungu, karena aku menyukai warna ungu. Aku tersenyum geli saat menyadari amplop yang Ali gunakan berwarna berbeda-beda.
Dear Delmora
Kenapa kamu tidak pernah balas suratku sekali pun? Apa perusahaanmu tidak menyampaikan surat ini ke kamu? Kamu di mana sekarang? Bagaimana keadaanmu? Aku masih menunggumu. Kapan kamu pulang?
Ali Tius Sembiring
Aku tersenyum lebar setelah membaca surat dari Ali, entah surat yang ke berapa kertas ini. Setelah itu aku ambil surat yang lainnya.
Dear Delmora
Ini surat kelima yang aku kirim. Aku masih menunggu kamu. Aku sering main ke rumah kamu kalau sedang libur bekerja. Aku menyimpan nomer kamu, tapi tidak pernah bisa aku hubungi. Aku tahu mungkin kamu sedang di tengah laut. Percayalah, aku di sini nggak macam-macam. Banyak cewek yang mencoba mendekati aku, tapi aku nggak pernah memandang mereka. Jangankan melihat, melirik saja nggak. Apa kamu masih menjaga hatimu untukku?
Ali Tius Sembiring
Aku tertawa terbahak sendiri di dalam kamar pribadiku. Tulisannya lumayan juga sebagai cowok, lumayan rapi. Aku mengambil surat yang tak tahu ke berapa dia mengirimnya, lalu aku membacanya.
Dear Delmora
Aku sudah bingung mau bagaimana lagi untuk menghubungi kamu. Sampai aku memberanikan diri menulis surat ini. Nggak tahu, surat ini akan sampai ke tangan kamu atau tidak. Tapi aku berharap surat ini akan sampai. Kenapa kamu berangkat nggak pamit sama aku? Apa kamu tidak menganggapku ada? Apa kurang perhatianku selama ini sama kamu? Apa salah aku, Del?
Aku akan tetap menunggu kamu. Mau satu tahun, dua tahun, tiga tahun, aku nggak peduli. Pokoknya aku maunya kamu, iya harus kamu! Nggak mau yang lain.
Ali Tius Sembiring
Dari kata-kata Ali ini, aku menerka-nerka mungkin ini surat pertama yang dia tulis dan kirim untuk aku.
"Dasar pemaksa, egois, emang kamu pikir aku siapa? Enak aja mau memaksa aku. Nggak semudah itu kamu paksa aku, wlek!" Aku terkekeh sendiri saat menyadari, kalau aku sudah seperti orang gila berbicara dengan kertas yang tak bernyawa itu.
Hatiku menghangat dan entah mengapa rasa sakit hatiku karena Dedy menguap begitu saja. Aku sekarang seperti orang bodoh dan gila, karena gara-gara membaca surat yang mungkin sudah lama dikirimkan Ali, bisa senyum-senyum sendiri dan tertawa lepas. Aku pun membuka surat yang lain.
Dear Delmora
Aku nggak akan menyerah buat menunggu kamu. Sudah hampir satu tahun kita nggak ketemu. Aku baru saja main ke rumah kamu. Kata Om Rendra dan Tante Puspa, kamu baru saja pulang. Kenapa tidak ngabarin aku? Sengaja menghidariku? Apa Tante dan Om nggak bilang sama kamu kalau aku sering main ke rumah?
Aku juga sudah ketemu Dedy. Kebetulan dia pas main ke rumah kamu dan ada aku di sana. Aku bilang ke dia kalau mau serius sama kamu. Dia sudah melepaskan kamu dan dia juga bilang sama Tante dan Om, mau menikahi cewek yang sudah melamarnya.
Kamu kapan pulang? Aku akan menunggu kamu di Pelabuhan BICT Belawan, Medan. Aku tahu kamu tanggal 17 April akan sandar di sana. Aku masih setia menunggu kamu dan perasaanku tetap sama seperti yang dulu. Mungkin sekarang semakin besar karena terpupuk rasa rindu dan sabar karena menunggumu.
Ali Tius Sembiring
Aku sedikit merasa bersalah dengan Ali. Pertemuanku dengan Dedy tak seharusnya terjadi. Tapi dengan aku bertemu Dedy, juga dapat mengetahui bahwa Ali masih menungguku. Dan surat-surat ini membuatku semakin yakin untuk memilihnya. Aku percaya pilihanku tak akan salah. Jika memang salah, biarkan aku yang menanggungnya karena itu pilihanku. Aku tersenyum tak henti-hentinya melanjutkan membaca surat yang lainnya. Hingga terakhir aku menemukan amplop yang cukup tebal dan lebar diantara yang lain. Aku membukanya dan ternyata sebuah peta. Apa maksud dia memberikan peta ini? Emang aku mau belajar geografi? Aku teliti peta itu dan menemukan sebuah tulisan di sana dengan gambar ❤ hati.
I will wait for you
Aku melepaskan tawaku yang tak dapat lagi aku menahan kebahagiaan ini.
"Oh my God, Ali ... ternyata kamu bisa so sweet juga ya." Aku menemukan secarik kertas yang berada di dalamnya.
Dear Delmora
Menjaga sebuah hubungan yang terpisah jarak begitu jauh tidaklah mudah. Tapi, bukankah kita selalu dikuatkan, bahwa kasih itu sabar? Iya! Kasih itu sungguh sabar. Aku yang bersabar dan berharap kamu juga bersabar. Aku tahu bila Tuhan sudah menuliskan kehendak-Nya, kesabaran kita tentu berbuah manis.
Tapi, biarlah selalu kita letakkan kesabaran di atas segalanya. Di setiap rindu, di setiap penantian, di setiap kecurigaan atau pun di setiap perselisihan, semoga kita selalu ingat bahwa kasih itu sabar, kasih itu murah hati.
Perjalanan ini manis rasanya, sebab ada jarak yang melengkapi, bukan lagi jarak yang memisahkan kita. Tapi, jarak yang mengajarkan kita kedewasaan, jarak yang menumbuhkan sabar, pengertian dan mengajarkan ketulusan.
Ketahuilah, kemana pun sayap pesawatku terbang selalu ada potongan hatimu. Di bandara mana pun pesawatku landing, tak pernah aku tinggalkan hatiku. Kita mungkin saja lupa waktu karena terlalu sibuk, tapi kepercayaan, kesabaran dan komitmen akan selalu membawa kamu kembali padaku saatnya kelak ....
I will wait for you.
Ali Tius Sembiring
Air mataku menetes saat membaca surat yang tersimpan dengan peta itu. Aku merasakan ketulusan cinta Ali, betapa beruntungnya aku jika nanti bisa hidup dan bersanding dengannya. Sungguh Tuhan itu adil, ketika aku ikhlas dan merelakan yang baik pergi dariku, tapi Tuhan mengirimkan yang lebih baik dan terbaik diantara yang lain.
"Terimakasih ya Allah, kesabaranku selama ini berbuah manis. Aku semakin yakin jika Ali adalah pilihanku. Untuk ke depannya aku pasrahkan kepada-Mu. Aku percaya rencana-Mu lebih indah. Aku yakin semua akan indah pada waktunya."
Aku memeluk kertas terakhir yang membuatku yakin bahwa cinta Ali memang benar-benar tulus dan suci kepadaku. Dia adalah pilihan terakhirku.
I faund you, Ali Tius Sembiring.
##########
Aku gendeng kk widy4HS bongkar surat usang. Wkwkwkwkwkwk
Mas Oncom, aku tresno sliramu Mas. Wkwkwkwkwk
Part spesial 3000 kata lebih. Tepuk tangan. 👏👏👏👏👏👍👍👍👍
Kalau tanpa surat yo tetep 2000 kata. Hahahaha
Makasih vote dan komennya ya?
M
uuuuaaaahhhhh
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top