XXXVIII. ✾Ainsley Dan Ilusi✾
~•¤•~
Wajah Ainsley berubah menjadi pucat, ketika isi pikirannya telah dibaca oleh Luke. "Gawat, Anak itu ternyata bisa mengetahui isi pikiran seseorang!" gumam Ainsley berusaha untuk tetap waspada.
Luke tertawa, suara beratnya itu menggema di seluruh penjuru kawasan ilusi. Bahkan, tempat yang awalnya ramai penuh dengan sorakan, berubah menjadi sepi tatkala tawanya terdengar.
Seperti yang sudah diduga Ainsley, semua monster tadi hanyalah ilusi belaka. Ilusi yang diciptakan oleh Luke sendiri.
"Ainsley ... Ainsley ..., " ucap laki-laki itu sembari berjalan maju ke arah Ainsley. "Kau itu sungguh naif." Luke tersenyum, lebih tepatnya senyuman iblis telah terpampang jelas di wajahnya.
Ainsley spontan berjalan mundur. Gadis itu berusaha mencari celah untuk melarikan diri dari kawasan Luke.
"Mencoba untuk kabur, heh?" goda Luke dengan senyumannya. "Percuma saja, Nona. Sekeras apapun dirimu mencari rencana, aku akan tetap mengetahuinya."
"Sebenarnya, apa yang kau inginkan? Jangan mencoba bermain-main denganku?!" tanya Ainsley dengan nada sarkastik.
"Apa yang ingin aku inginkan?" Luke mengulangi pertanyaan yang sama hingga lima kali." Kau tahu, aku hanya ingin makan siang. Dan yang pastinya, kau tahu kelanjutannya kan, Nona?"
Ainsley berkeringat dingin. Si Felton Kecil cukup tahu apa yang hendak dimaksudkan oleh Luke. "K-kau ingin memakanku?"
Luke menggeleng. "Tidak, Nonaku. Aku tidak akan mungkin setega itu kepada gadis cantik sepertimu. Aku hanya ingin menghisap jiwamu. Itu saja."
Ainsley meneguk ludah setelah mendengar ucapan Luke. Dia harus mencari cara untuk segera pergi dari tempat ini. Tapi bagaimana caranya? Ia tidak akan mungkin bisa melewati Luke dengan mudah. Makhluk yang berada tepat di hadapannya ini sangat peka dalam membaca pikiran.
Ainsley secara tiba-tiba tersenyum. Senyuman khas yang menjadi tanda kemunculan ide briliannya mulai terpampang kembali di benaknya.
"Kau tersenyum, heh? Apa yang lucu?" Luke terlihat kebingungan di saat menatap raut wajah Ainsley yang seharusnya ketakutan.
"Kenapa kau bertanya? Bukankah dirimu bisa mengetahui isi pikiran seseorang?" kata Ainsley yang dibuat seolah-olah meragukan kekuatan Luke. "Tebak! Apa yang tengah aku pikirkan sekarang?"
Ainsley menatap Luke yang tengah berkonsentrasi demi membaca isi pikirannya. "Ada apa, Luke?"
"T-tidak mungkin, apa yang kau lakukan? Kenapa aku tidak bisa membaca isi pikiranmu?!" Luke terkejut.
Raut wajahnya secara tiba-tiba berubah semakin mengerikan dibandingkan semula. Ainsley bahkan dapat melihatnya dengan jelas, terdapat banyak sekali urat-urat yang menjalar di sekitar kepala, wajah dan lehernya.
Matanya memancarkan cahaya merah menyala yang siap menikam siapapun di hadapannya.
Di saat Luke tengah sibuk dengan pikirannya sendiri. Ainsley mengunakan kesempatan itu dengan mengambil senter dari dalam ransel.
Luke dengan secepat kilat mencekik leher Ainsley. "B-bagaimana bisa kekuatanku sudah tidak mempan lagi terhadapmu?!"
Ainsley tersenyum, disela-sela batuknya. Dia hampir kehabisan napas. "K-k-kau yang terlalu n-naif!"
Ainsley segera menyalakan senter tepat di hadapan mata Luke.
"ARGHH! PANAS! SINGKIRKAN BENDA ITU!" pekik Luke sembari menutup matanya hingga menjatuhkan si gadis ke tanah. Ainsley menggunakan kesempatan itu untuk berlari.
Ainsley berlari sejauh mungkin. Ia harus segera menemukan jalan rahasia yang pernah dilewatinya bersama Luke. Karena jalan itu adalah peluang satu-satunya untuk menemukan pintu utama.
Keringat mulai bercucuran dari pelipisnya, jantungnya berdetak lebih cepat, napasnya bergerak naik turun. Takut, bingung, dan kesal bercampur menjadi satu di dalam kepala Ainsley. Andai saja, Hugo menyelamatkannya lagi. Mungkin kali ini, niatnya akan melunak.
Ainsley tersadar dari lamunannya. "Apa yang tengah aku pikirkan? Sadarlah Ainsley! Laki-laki itu tidak akan mungkin menyelamatkanmu setelah kejadian tadi!"
Di saat Ainsley hampir sampai ke ujung dinding tebing, sialnya pintu rahasia itu menghilang. "Sial, pintunya tidak ada! Apakah aku salah jalan?"
BLARRR.
Tiba-tiba Luke melompat dari atas langit-langit, berdampingan dengan suara keras akibat bergeseknya kekuatan dengan udara. Sekelebat kabut ungu yang pekat kian menyebar. Membuat penglihatan Ainsley menjadi sedikit terganggu.
Meskipun begitu, samar-samar Ainsley dapat melihat bagian tubuh Luke telah berubah menjadi burung Elang. Siluet laki-laki itu kian mendekat ke arah Ainsley.
"Siapa kau sebenarnya?!" tanya Luke dengan wajah datar.
Ainsley tidak menjawab, gadis itu lebih memilih menembakkan cahaya dari senternya ke arah Luke. Namun sialnya, Ainsley kalah cepat. Luke menepis senter itu hingga hancur dengan sayap besarnya.
"Kau juga tahu kelemahanku? Katakan kepadaku, siapa dirimu yang Sebenarnya?" Luke berjalan semakin mendekat.
Ainsley menghela napasnya sejenak. "Aku adalah Ainsley Felton. Aku hanyalah manusia biasa!"
Luke tertawa. "Hanya manusia? Kau tidak terlihat seperti manusia. Bagaimana bisa, seorang manusia biasa bisa menandingi kekuatan ilusiku?"
Ainsley tersenyum. "Tentu saja bisa, dengan ini ...." Gadis itu mengarahan jari telunjuknya ke arah kepalanya sendiri. "Dengan otak brilianmu."
"Apa?"
"Ya, sekuat-kuatnya makhluk jika dihadapkan dengan makhluk yang memiliki otak brilian. Maka, yang akan menang adalah Sang Brilian. Semua itu sudah menjadi hukum semesta."
"Biar kuperjelas, kekuatanmu itu hanya akan berfungsi jika kau menerima sinyal dari satu atau dua pikiran yang terlintas. Aku mengacak semua isi pikiranku agar kau tidak bisa membaca semuanya ...," Kata Ainsley.
"Untuk kelemahannya, makhluk sepertimu pastinya belum pernah melihat cahaya. Simpel saja, karena kau telah terkurung di dalam kegelapan dalam kurun waktu yang sangat lama. Oleh karena itu, tubuhmu pastinya akan menjadi sensitif terhadap cahaya," lanjut Ainsley panjang lebar.
Secara tiba-tiba suara tepukan tangan seseorang jauh di depan Ainsley mulai bergema kembali.
Ainsley terdiam ketika berhasil melihat wajah orang itu secara keseluruhan dari kejauhan. "Luke? gumamnya kaget. "Lalu siapa yang tadi tengah kuajak berbicara?"
Ainsley terkejut ketika dilihatnya Luke yang tengah diajaknya berbicara tadi berubah menjadi bongkahan batu besar.
"Mencariku, Nona?" Luke secara tiba-tiba muncul tepat di sebelah Ainsley, hingga membuat Si Felton Kecil terkejut setengah mati.
Ainsley tidak menjawab, gadis itu berusaha mencari senter lain untuk dijadikan senjata. Namun, sialnya Ainsley tidak menemukan senter di dalam ranselnya.
"Atau ... mencari benda ini?" Luke mempamerkan senter milik Ainsley tepat di hadapan wajah gadis itu sembari tersenyum.
"K-kau! Bagaimana bisa?!"
"Tentu saja bisa, apakah kau lupa kalau aku bisa membaca semua pikiranmu?"
"Tapi, aku kan sudah mengacak---"
"Mengacak pikiranmu? Seperti tadi?" tanya Luke setengah tertawa. "Kau sungguh lucu, Tricks."
Ainsley tampak kebingungan.
"Oh, atau kau akan melakukan hal ini kepadaku?" Luke menyalakan senter tepat di wajahnya sendiri dan tersenyum bangga menatap Ainsley.
"T-tapi?"
"Jangan lupa Tricks, bahwa aku adalah ilusi. Sampai kapanpun, ilusi akan tetap ada untuk menghantui semua makhluk. Tak terkecuali, Sang Brilian," kata Luke sembari mencekik leher Ainsley dengan kuat. Cengkeraman Luke terlihat dalam hingga membuat Ainsley hampir kehabisan napas. "Jadi, biarkan aku mengambil jiwamu saat ini."
Secara tiba-tiba sesuatu yang tajam memotong lengan Luke hingga putus, membuat Ainsley dapat bernapas dengan leluasa. Tangan Luke terjatuh ke tanah. Namun, tidak sampai tiga detik, tangan itu kembali lagi seperti semula ke tubuhnya.
Mata Ainsley menangkap siluet laki-laki yang bergerak lincah tengah menyelamatkan hidupnya.
"Lepaskan dia! Dia tidak sepadan denganmu!" perintah laki-laki itu.
"Jika tidak?" tawar Luke sembari tersenyum.
Ainsley terkejut, memandangi sang penolongnya. Dia mengenakan jubah hitam, rambut pekatnya terlihat berantakan serta mata emerald yang memancarkan sesuatu, membuat siapa saja tertegun menatapnya. Ainsley sangat mengenalnya. Siapa lagi kalau bukan Hugo. Apa? Hugo!
"Jika tidak, kau akan menerima ganjarannya!" tegas Hugo sembari menghadang Luke.
"Benarkah? Kalau begitu tunggu apa lagi?" ucap Luke dengan senyuman mautnya. "Pertarungan baru saja dimulai!"
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top