XXX. ✾ Cahaya Hijau ✾

~•¤•~

Suara ketukan jari di atas meja berpahatan antik menggema pelan memenuhi setiap pelosok perpustakan pribadi milik keluarga Dirgory yang sunyi. Jari-jari tegas milik laki-laki itu terlihat menawan dari balik sofa besar berteknologi. Perpustakaan luas yang dapat menyimpan lebih dari seratus ribu macam buku, tak berani berkutik meredam suara ketukan jari dari sang empunya. Cahaya mentari pagi berusaha menerobos masuk melalui jendela besar yang masih diselimuti tirai berwarna merah maroon.

"Sampai kapan kakak akan terus mengetuk-ngetuk meja?" Camila mendengkus pelan menatap Orion yang tengah memunggunginya.

"Jangan menggangguku, Camila." Orion masih dengan posisi yang sama.

"Orang-orang tengah mencurigaimu, Kak. Bahkan setelah satu minggu hilangnya Ainsley, kau tetap saja berdiam diri seperti ini."

Laki-laki bersurai coklat tua itu melirik sekilas tumpukan koran terbaru yang diletakkan di atas meja berukiran abstrak tepat disampingnya. Berita tentang dirinya sebagai tersangka utama, telah terpampang jelas di setiap bongkahan kertas.

"Diamlah, aku sedang mencari jalan keluar terhadap masalah ini," jawab Orion.

"Jeffrey, Boby, dan Miya sejak kemarin mengkhawatirkanmu. Mereka ingin membantu---"

"Ini masalahku, mereka tidak perlu ikut campur! Tak terkecuali kau juga, Camila," potong Orion dengan nada tak biasanya.

Camila menghela napas menatap sang kakak yang masih mempertahankan sikap keras kepalanya itu. "Jika kakak butuh bantuan, katakan saja padaku."

Camila keluar dari ruangan  meninggalkan sang kakak di dalam sana. Orion menghela napas lega setelah pintu perpustakaan kembali tertutup dengan sempurna.

"Kupikir berita hilangnya Ainsley hanya sebuah berita palsu yang beredar dengan tujuan untuk mencoba menakutiku. Aku tak menyangka jika gadis itu memang benar menghilang," ucapnya.

"Nama baikku sudah tercemar. Meskipun sudah dari dulu sih."

"Tetapi berbeda dengan kasus ini, tercemar sebagai seorang penculik? Aku Orion? Seorang penculik kelas rendah?!" gumamnya tidak percaya.
"Sungguh, tidak bisa dibiarkan! Aku harus melakukan sesuatu."

Orion beranjak bangun dari sofanya. Lantas ia menggerakkan kedua kakinya keluar perpustakaan, menyusuri koridor utama Mansion Dirgory yang sangat panjang. Beberapa pelayan yang perpapasan dengan Orion, berusaha menghentikan aktivitas sejenak untuk membungkuk hormat kepada Tuan Muda Dirgory.

Tentu saja, Orion yang dikenal murah senyum membalas sapaan mereka dengan gaya khasnya. Sebuah senyuman yang menawan.

"Kakak mau kemana?" tanya Camila secara tiba-tiba ketika melihat kakak laki-lakinya berjalan dengan sangat tergesa-gesa melewati ruang tamu.

Orion secara reflek berhenti---menolehkan kepalanya ke belakang--- menatap Camila yang duduk di atas sofa sambil membaca majalah para gadis.

"Bertemu pak detektif," jawab laki-laki itu masih dengan senyuman yang sama.

Camila membelalakkan kedua matanya tidak percaya "Tumben, kau mendengarkan ucapanku?"

"Diamlah dan jangan menggangguku!" Orion menepis.

Camila meletakkan majalah-majalahnya di atas meja lalu beranjak berdiri dari sofa empuknya

"Aku ikut!" ucap Camila dengan nada memohon.

Orion mendengkus kesal. "Tetaplah disini! Aku tidak akan lama."

Orion melanjutkan langkah kakinya ke arah pintu keluar mansion yang sangat tinggi. "Oh iya. Kalau ayah dan ibu sudah pulang, katakan saja pada mereka kalau aku pergi bertamu di kediaman keluarga Lichfield," lanjutnya.

"T-tapi---"

Brakk.

Belum sempat Camila melanjutkan kalimatnya, Orion telah keluar dari mansion seraya menutup pintu utama dengan cepat.

"Payah!" umpat Camila kesal.

🎪


"Jadi, anda berniat membantu kami mencari keberadaan Nona Ainsley?" Tanya pak detektif yang kedua kalinya pada Orion.

Pak detektif tampak tidak percaya dengan apa yang ia dengar dari seorang anak laki-laki berusia 15 tahun di hadapannya itu.

"Ya, itu tujuanku kemari," jawab Orion dengan santainya.

Pak detektif  menatap mata abu-abu Orion dengan sorot penuh kecurigaan. "Katakan saja, anda memiliki maksud lain dengan ikut andil dalam kegiatan berbahaya seperti ini 'kan? Jika memiliki maksud lain seperti mencoba untuk menghapus nama anda sepenuhnya dari daftar tersangka, sebaiknya menyerahlah! Karena kami tidak akan pernah melakukan hal itu!" lanjut pak detektif sambil meniup segelas kopi panasnya.

Orion terkekeh. "Analisis yang cerdas, Pak. Tapi, sepertinya kali ini anda salah."

"Salah? Lalu apa tujuan anda yang sebenarnya?" tanya pak detektif berkumis tebal itu sekali lagi.

"Sudah seperti yang kukatakan sebelumnya, aku datang ke sini dengan tujuan baik. Membantu kalian untuk menemukan Ainsley, apa ada yang salah?"

Pak detektif masih menatap Orion dengan rasa curiga. "Baiklah, kali ini aku akan mencoba mempercayaimu. Tapi yang perlu anda ingat, kasus ini ada kaitannya dengan dirimu. Kami akan selalu mengawasi anda."

Sebuah senyuman terukir lagi di wajah tampan Orion. "Terima kasih telah mempercayaiku untuk kasus ini."

"Segera pulang, besok datanglah pada jam 9 pagi. Anda akan melakukan penyelidikan untuk pertama kalinya," ujar pak detektif, menyeruput segelas kopi panas.

"Pak kalau bisa, bisakah aku mengambil salinan foto Ainsley?" kata Orion ketika matanya tidak sengaja menangkap foto Ainsley di atas meja.

Detektif melirik sekilas sebelum berakhir menatap wajah Orion. "Baiklah, ambilah."

"Terima kasih lagi, Pak. Kalau begitu, aku pulang dulu. Sampai jumpa besok." Orion beranjak berdiri dari kursi empuknya, meninggalkan kantor kepolisian setelah menunjukkan senyuman ramahnya kepada para polisi yang sejak tadi memperhatikan mereka berdua berbicara.

Tak terasa, langit berubah menjadi oranye, menandakan waktu sore telah tiba. "Sudah jam setengah lima sore?! Astaga, aku lupa makan siang!" gumam Orion sedikit terkejut ketika mencoba mengecek jam tangannya."Pantas saja sejak tadi aku merasa ada yang aneh dengan tubuhku."

Perut Orion berbunyi kencang ketika fokusnya tidak sengaja menangkap kafe di ujung jalan. "Mampir sebentar sepertinya bukan keputusan yang buruk." 

"Eh, Nak Orion mau ke mana?" tanya Pak Tom, sopir pribadi keluarga Dirgory yang sejak tadi tengah menunggu Orion.

"Itu Pak, aku hanya mampir sebentar di kafe depan. Bapak tunggu dulu ya, sepuluh menit lagi aku akan kembali," ucap Orion sambil tersenyum ramah kepada Pak Tom.

"Oke Nak, saya tunggu di mobil ya."

"Iya, Pak."

Orion bergegas menuju kafe bercat hijau. Sebuah papan reklame bertuliskan 'Kafe Bola' terpajang indah tepat di atasnya.

Suara gemericing lonceng menyambut ketika Orion membuka pintu masuk kafe, beriringan dengan suara hiruk pikuk pelanggan di mejanya masing-masing.

Orion memilih duduk tepat di samping jendela. Dia berusaha mengambil daftar menu yang telah diletakkan di atas meja. Lalu memanggil pelayan untuk mencatat pesanannya.

"Ada yang bisa saya bantu?" Seorang pelayan wanita berjalan menghampiri Orion.

"Aku pesan satu porsi bakso, dan satu gelas es teh," ujar Orion pada pelayan yang sibuk menulis pesanannya.

"Baiklah, silakan tunggu pesanan anda."

Perut Orion sejak tadi berteriak meminta pasokan makanan. Bahkan, ia membuat Pak Tom yang sudah tua menunggunya sedikit lama.

"Aku merasa tidak enak dengan Pak Tom. Baiklah, aku akan membungkuskan satu porsi bakso untuknya!" pikir Orion dengan antusias.

"Saya pesan satu porsi bakso lagi, dibungkus ya," kata Orion pada pelayan wanita yang mengantarkan pesanannya.

Setelah pelayan itu pergi, Orion dengan cepat menyambar makanan yang tersaji di hadapannya. Dia sangat kelaparan, bahkan sempat melupakan tata krama khas seorang bangsawan yang telah diajarkan kepadanya sejak masih balita. Tidak, lebih tepatnya sejak ia masih di dalam kandungan.

Orion tidak bisa menahan lapar. Jika sekali saja dia melewatkan jam makannya, maka saat itu juga tubuhnya berubah menjadi lemah dibandingkan orang lain.

Tidak banyak orang tahu mengenai kelemahannya itu, bahkan Camila pun tidak begitu mengetahuinya. Kecuali ayah dan Ibunya. Mereka mengetahui kelemahannya sejak Orion masih berusia 5 bulan.

Orion menghabiskan satu mangkuk bakso hanya dalam kurun waktu 2 menit. Laki-laki itu menghela napas lega sambil memandang aktivitas jalan raya dari balik jendela. "Hidup bebas tanpa aturan seperti ini tidak buruk juga, bukan?" gumamnya sambil tersenyum.

"Hey, taman kota sudah berumur berapa tahun?"

"Taman kota yang mana?"

Percakapan dua wanita di meja seberang tidak sengaja terdengar oleh Orion. Laki-laki itu tanpa sadar menguping, meskipun berusaha untuk menolaknya.

"Taman Kota Shea yang lama, masa kamu lupa sih?"

"Oh yang itu. Kata nenekku, taman kota, dan menara AZ dibuat bertepatan dengan peresmian atas jadinya kota Shea, kira-kira pada tahun 1600-an."

"Lama juga, sekarang sudah tahun 2099. Sudah 499 tahun yang lalu."

"Ada apa? Tumben kamu menanyakan hal seperti itu?"

"Apakah mereka tidak memiliki pekerjaan? Buang-buang waktu saja," pikir Orion sambil menyeruput es teh nya.

"Sebenarnya, di taman kota aku tidak sengaja melihat cahaya aneh berwarna kehijauan yang menyala dari balik pepohonan."

"Hah?! Kapan?"

"Selasa subuh minggu kemarin. Anehnya, cahaya itu menghilang dengan cepat seakan-akan bisa berjalan."

Orion terkejut mendengar kalimat yang diucapkan wanita berambut pirang di seberang meja.

"Selasa subuh minggu kemarin? Bukannya saat itu adalah hari dimana Ainsley kabur dari rumahnya?" pikir Orion.

"Kau tidak bercanda 'kan?"

"Percayalah padaku, aku melihatnya dengan mata dan kepalaku sendiri."

"Apa taman kota memang ada penunggunya ya?"

"Cahaya hijau di taman kota?" Orion berusaha berpikir dengan logikanya.

Ketika ia sibuk berkutat dengan benaknya, kedua wanita tadi sudah keduluan pergi---berjalan meninggalkan kafe.

Laki-laki itu bergegas berdiri dan membayar semua tagihan makanannya.

"Terima kasih," ucap wanita penjaga kasir sambil memberikan satu porsi bakso bungkus yang dipesan oleh Orion.

Orion segera berjalan keluar dari kafe, mengejar wanita berambut pirang tadi. "Wanita itu sepertinya berada di sekitar taman kota saat Ainsley menghilang." 

"Aku pulang dulu ya, ayahku sudah menungguku dari tadi. Sampai jumpa!" seru teman wanita berambut pirang.

"Oh, oke kalau begitu."

Wanita berambut pirang pada akhirnya berjalan sendirian.  Lantas, Orion pun berlari menyusulinya. "Permisi, Nona!"

"Ah iya, ada apa?" Wanita berambut pirang menoleh ke belakang, menatap anak laki-laki yang memanggilnya.

"Saya ingin menanyakan sesuatu kepada anda, Nona."

"Menanyakan apa?"

"Sebelumnya, bolehkah saya mengetahui nama anda?" tanya Orion pada wanita dewasa di hadapannya.

Wanita berambut pirang itu mendengkus dan memutarkan kedua bola matanya malas. "Kau berusaha merayuku ya, Dik?"

Orion terperanjat kaget ketika mendengar tutur kata yang tidak mengenakan untuk dirinya. "Maaf sebelumnya, sepertinya anda salah paham. Saya datang menemui anda, karena tadi saya mendengar cerita anda mengenai cahaya hijau di taman kota."

"Kau menguping pembicaraan kami?" sahut sang wanita.

"Tidak sengaja. Tapi karena cerita anda, saya bisa menemukan petunjuk mengenai kasus orang hilang."

"Kasus orang hilang?" Si wanita tampak terkejut.

"Ya, tepat sekali." Orion menyodorkan foto Ainsley pada wanita itu. "Apakah saat di taman kota pada selasa subuh minggu kemarin anda sempat melihat gadis ini?"

Dia mengambil foto Ainsley dari tangan Orion lalu melihatnya sejenak.

"Jadi, apa anda melihatnya pada waktu itu?" Orion bertanya lagi.

"Sepertinya ...." Wanita berambut pirang disanggul rapi itu menghentikan kalimatnya secara tiba-tiba.

"Ada apa?"

"Iya, aku ingat. Selasa subuh minggu kemarin aku melihatnya!"

Orion terlihat lega ketika mendengar ucapan yang keluar dari mulut si wanita. "Apa anda yakin?"

"Ya aku yakin, saat itu dia berlari menabrakku di tengah kerumunan orang-orang. Larinya begitu cepat. Tampak takut, seperti dikejar sesuatu."

"Dikejar sesuatu? Waktu itu anda berada di taman kota sebelah mana?" Orion berusaha menanyakan pertanyaan lebih dalam lagi.

"Seingatku sih di taman kota sebelah barat, depan pertokoan. Ah iya, anak itu menabrakku sebelum terjadinya penampakan cahaya hijau di balik pepohonan."

"Jadi, cahaya hijau muncul sesudah peristiwa Ainsley menabrak wanita ini?" pikir Orion.

"Baiklah, terima kasih Nona ...." Orion sengaja menghentikan kata terakhirnya.

"Nona La," sambungnya. "Dan kau adalah ...."

"Orion Darmen," jawab Orion berbohong sambil tersenyum ramah.

Orion harus menyembunyikan identitasnya sebagai putra Keluarga Dirgory. Nama aslinya sampai saat ini masih belum bersih karena kasus hilangnya Ainsley.

"Orion? Cukup menarik. Jadi itu namamu?" ucap Nona La sembari tersenyum.

"Iya, ada apa?" Orion tampak bingung, menatap wanita di hadapannya.

"Tidak apa-apa. Ya sudah, pulanglah. Orangtuamu pasti sudah menunggumu," ucapnya.

Orion seketika tersadar jika sekarang telah sore. Ayah dan ibunya pasti sudah pulang saat ini. "Terima kasih, Nona. Semoga kita bisa bertemu lagi."

Orion berlari meninggalkan Nona La di tempat pemberhentian bus.

"Aku percaya kau tidak bersalah! Teruslah mengikuti jejak cahaya itu!" teriak Nona La lantang dari kejauhan, sembari tersenyum kepada Orion.

"Ya, terima kasih." Orion membalas tersenyum sembari berlari menuju mobilnya.

"Tunggu! Ada yang aneh." Orion terhenti seketika ketika menyadari satu hal penting. "Bagaimana bisa wanita itu tahu kalau aku tidak bersalah atau iya pada kasus ini? Padahal aku tidak pernah menyebutkan nama Keluarga Dirgory pada saat pembicaraan tadi? Dan kenapa ia juga bisa tahu kalau kedua orangtuaku selalu pulang di sore hari?"

Orion yang mulai tersadar, segera menolehkan kepalanya ke belakang. Laki-laki itu berniat mengecek keberadaan wanita tadi. Tetapi, sosoknya telah menghilang dari sana.


🎪

Ketika mobil Orion telah sampai di depan Mansion Keluarga Dirgory, para pelayan berseragam tengah berjejer menunggu laki-laki itu datang. Pak Tom membukakan pintu untuk Orion. 

"Pak, ini bakso untuk bapak," ucap Orion sambil memberikan satu bungkus bakso kepada Pak Tom.

"Wah, saya tidak---"

"Sudah ambil saja Pak, itu memang buat bapak," potong Orion.

"Makasih ya, Nak Orion." Pak Tom mengambil bakso dengan ragu-ragu.

"Terima kasih kembali," jawab Orion sambil menunjukkan senyum ramahnya sebelum beralih masuk ke dalam mansion yang telah dibuka lebar.

Suasana yang tidak diharapkannya tengah menyambut ketika ia baru saja menginjakkan kaki di ruang tamu.

"Dari mana saja kamu, Orion?" tanya Tuan Blake---duduk manis di atas sofa----dengan sorotan mata yang tetap fokus pada korannya.

"Hanya mengunjungi kediaman Keluarga Lichfield, tidak lebih," jawab Orion masih pada posisi yang sama.

Tuan Blake tampak terkejut, lalu berusaha untuk tetap tenang membaca korannya. "Apakah harus sampai jam setengah 7 malam?" tanya Tuan Blake lagi. Kali ini pria berpendidikan itu meletakkan korannya di atas meja.

Orion mendengkus. "Maafkan aku, ayah. Harusnya aku lebih tepat waktu."

Tuan Blake tersenyum menatap putra semata wayangnya itu. "Baiklah, ayah maafkan. Tapi ada satu hal yang perlu kau ingat, ayah mengajarimu untuk mengikuti aturan agar masa depanmu lebih terjamin. Ayah harap, kau memahaminya."

"Baik, Ayah."

Orion berjalan menuju kamarnya---sempat berpapasan dengan Nyonya Jane, ibunya. Nyonya Jane hanya memasang wajah sedih menatap putranya itu ketika beralih melewatinya.

Saat di kamar. Orion segera bersiap-siap untuk tidur, dia bahkan tidak memperdulikan jatah makan malam yang harus dimakannya.

Orion begitu malas bertemu para anggota Keluarga Dirgory yang hanya mempedulikan aturan dan tata krama."Aku akui tata krama itu baik, tetapi tidak harus berlebihan kan?"

Mata Orion tidak sengaja tertuju pada satu plastik roti tawar di atas meja.
"Ah iya, aku masih punya roti tawar simpanan."

Orion memakan dua buah roti tawar, sebelum tidur di ranjangnya yang sangat luas dan empuk. Si Dirgory muda memadamkan lampu seraya membungkus seluruh tubuhnya dengan selimut.

Sudah lima belas menit lamanya ia tidak kunjung tertidur. Orion masih memikirkan kisah yang diceritakan oleh wanita berusia 25 tahun--- bernama Nona La.

"Cahaya hijau? Ada-ada saja," gumamnya.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top