XXIII. ✾ Gadis Gelembung ✾
~¤•¤~
Suara tangisan para tahanan kian meredam di balik hawa dingin yang menusuk. Suasana di tempat itu semakin gelap dan hanya diterangi minimnya cahaya dari luar ventilasi. Ainsley menyenderkan kepalanya di pintu jeruji besi yang telah berkarat. Matanya terpaku menatap rembulan malam dari sela-sela ventilasi. Entah yang dilihatnya itu memang benar bulan atau semacam satelit lain.
Ainsley terlihat putus asa. Saat ini dirinya telah diculik ke dimensi lain oleh sekelompok pria dewasa berwajah kelinci karena ulahnya sendiri. Andai saja, dia tidak berusaha meninggalkan rumah karena teka-teki kertas usang. Oh bukan, lebih tepatnya ia seharusnya membatalkan perjalanannya ke Kota Shea.
Ainsley menghela napasnya dengan kasar. "Toh, semuanya sudah terjadi."
"Aku benci wajahmu." Rasbeth menyahut tiba-tiba dan secara tidak langsung mulai memudarkan semua pikiran Ainsley.
"Apa? Aku tidak salah dengar?" ucap Ainsley. "Apakah setelah bertahun-tahun memakan wortel di tempat ini, kepalamu mulai menjadi tidak beres?" tanyanya sembari melirik tumpukan wortel di sebelah jerami milik Rasbeth.
"Tidak, Aku memang tidak suka raut wajah putus asa sepertimu!" Rasbeth membalikkan badannya, gadis itu terlihat malas dan memunggungi Ainsley.
"Sejak kecil aku hidup di keluarga yang sangat keras dan tidak mengenal kata putus asa, karenanya aku benci melihat wajahmu. Menurutku, hanya orang bodoh saja yang meringkuk putus asa sepertimu," ucap Rasbeth lagi.
Ainsley terlihat tidak mendengarkan Rasbeth. Mata gadis itu masih tetap memandang sang rembulan malam.
Suasana kembali menjadi sunyi.
"Kau menyesal karena berusaha keluar dari rumahmu 'kan?" kata Rasbeth yang membuat mata Ainsley tertuju tajam padanya.
"Aku tahu, apa yang kau pikirkan," ucap Rasbeth. "Kau menyesal 'kan? Karena ulahmu sendirilah yang membuat dirimu berada di tempat ini?"
Ainsley sedikit tersentak mendengar semua kalimat yang diucapkan oleh Rasbeth. Bagaimana dia bisa tahu? Apakah gadis di hadapannya ini adalah seorang cenayang?
"Kenapa kau bisa tahu?"
Rasbeth tertawa kecil setelah mendengar pertanyaan Ainsley.
"Apa yang lucu?" Ainsley bertanya kesal.
"Hahaha ... sudah kubilang 'kan, aku memiliki kekuatan. Oh iya aku lupa! aku cuma menceritakan padamu jika aku bisa mengendalikan api. Tetapi, selain semua itu. Aku juga bisa membaca pikiranmu layaknya peramal."
Ainsley mendongak kaget. Lantas ia pun terkekeh. "Sepertinya mimpiku kali ini benar-benar terasa jauh lebih nyata."
"Ini bukan mimpi. Sadarlah!" Rasbeth berusaha menyadarkan Ainsley.
Ya, meskipun Ainsley tahu ini bukan mimpi, ia tetap menganggapnya sebagai bunga tidur belaka. "Aku---"
"Lihat sekitarmu. Setiap anak di sini memiliki kekuatan besar dengan ciri khas masing-masing. Mereka ditangkap karena kekuatan mereka akan dipanen untuk diberikan kepada Fis. Ini nyata. Dan kau tidak bisa menyangkalnya." Rasbeth berujar tenang.
Ainsley menoleh, memandangi situasi sekitar. Kerap kali ia menemukan anak-anak unik di setiap sel penjara. Ada yang bisa mengendalikan gelembung, menumbuhkan tanaman, bahkan ia sempat menemukan dua gadis kembar yang melayang di atap. Ainsley pun menggeleng tidak habis pikir. "Kau benar, ini memang kehidupan nyata."
"Lupakan ucapanku tadi mengenai kita tidak bisa keluar dari sini. Aku hanya mencoba menggertakmu, sebenarnya ...." Rasbeth menghentikan kalimatnya sejenak, lantas ia menyingkir sedikit dari tumpukan jerami. Membukanya hingga memperlihatkan sebuah pintu ke bawah tanah. "Ada pintu rahasia di sini."
🎪
Orion meminum secangkir teh hangatnya sejenak, kini seluruh keluarga inti Dirgory tengah mengadakan sarapan di taman belakang mansion yang megah dan indah disertai gemericik air terjun buatan. Jangan tanya mengapa mereka memilih makan di taman, pasalnya Tuan Blake---ayah Orion---cukup jenuh dengan ruang makan mewah di dalam mansion. Ya walaupun mereka memiliki lebih dari lima ruang makan dalam satu mansion.
Beberapa pelayan berseragam mengambil poci antik yang terbuat dari keramik putih nan mahal harganya untuk menuangkan teh berkualitas terbaik ke cangkir-cangkir mewah milik seluruh anggota Dirgory. Meja panjang bertaplak putih menjajakan beberapa makanan khusus sarapan. Mereka tampak menikmatinya seraya berdiskusi kecil.
Sehabis makan, Blake mengambil koran terbaru yang diberikan oleh salah satu pelayannya. Dia pun terdiam cukup lama. "Akhir-akhir ini banyak sekali ya berita anak hilang."
Nyonya Jane membersihkan mulutnya dengan sapu tangan. "Benar, saya mendengar Nona Ainsley Felton telah menghilang dari rumahnya. Berita itu sudah tersebar ke seluruh kota."
Orion yang sedari tadi meminum secangkir teh, lantas menyemburkannya ke Camila---adik perempuannya---karena perasaan terkejut. "Apa?!"
"Kakak!" Camila memekik kesal.
"Apalah Keluarga Felton sudah melapor kepada polisi?" Tuan Robert menanggapi.
"Sudah, Ayah. Itu sebabnya berita menghilangnya Nona Felton tersebar luas." Blake menjawab. "Mungkin---"
Tiba-tiba salah satu pelayan rumah berlari tergesa-gesa, menghadap Tuan Blake. "Tuan! Tuan! Polisi dan seluruh Keluarga Felton berusaha memaksa masuk ke dalam mansion."
"Apa?! Tapi ada masalah apa?" Blake tampak tidak mengerti.
"Itu---"
Sekumpulan polisi, serta Keluarga Felton melangkah masuk ke dalam meja perjamuan mereka. Robert yang melihatnya lantas beranjak berdiri terkejut. "Stefanus? Apakah kau tidak tahu sopan---"
"Tutup mulutmu, pria tua. Cucumu, Orion lah penjahat sebenarnya! Dia membuat Ainsley-ku menghilang! Anak itu pasti yang menculiknya!" potong Nyonya Felton dengan sarkas. Dia melirik Orion lalu bergegas menghampirinya jika tidak dicegat oleh Clara.
"Anda tidak bisa menuduh putraku, Nyonya!" Jane menanggapi berusaha melindungi Orion.
Nyonya Felton terkekeh lirih. "Astaga betapa munafiknnya."
"Mohon tenang semuanya, izinkan kami menanyakan beberapa pertanyaan kepada Tuan Orion." Detektif berujar tenang.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top