XLIX. ✾ Bayangan Serupa ✾
~•¤•~
"Di mana Luke dan Rasbeth?"
Tubuh Ainsley mendadak berubah menjadi tegang. Mata gadis itu melebar secara spontan. Angin dingin yang terus menerus bertiup sudah tak terasa lagi desirannya.
Gadis itu sungguh terkejut, setelah mendengar kalimat yang berhasil dilontarkan oleh Hugo. Ainsley menoleh, menatap suasana sekitar. Dia berusaha mencari keberadaan Luke dan Rasbeth dari sudut mata memandang.
"Mereka tidak mungkin menghilang, kita semua sama-sama terjatuh dari tebing yang---"
"Aku di atas."
Suara laki-laki yang terdengar cukup familiar itu mendadak membuat Hugo dan Ainsley terkejut. Mereka secara bersamaan mengadahkan kepala ke atas, mencari di mana suara tersebut berasal.
"Luke?" kaget Ainsley mendapati sosok Luke tengah tersangkut di atas pohon. Pakaian yang dikenakannya juga terlihat sangat berantakan karena ranting-ranting pohon.
"Sejak kapan kau berada di atas sana?" tanya Hugo yang sama terkejutnya dengan Ainsley.
Luke menghela napas sesaat. Wajahnya terlihat cukup pasrah di atas sana. "Tentu saja, sejak lima belas menit yang lalu. Siapapun di antara kalian, tolong turunkan aku dari sini!" ucapnya sembari merengek.
"Kau bisa melakukan teleport, bukan?" kata Ainsley ketika ingatan mengenai aktivitas Luke di penjara ilusi mulai kembali terbesit di kepalanya.
"Aku tidak bisa menggunakan karya seni-ku sekarang! Semuanya sudah aku habiskan setengah jam yang lalu, setelah wujudku berubah menjadi Asmodeus."
"Jadi. Kekuatanmu, maksudku karya seni-mu itu akan berkurang jika kau menggunakannya secara berlebihan?" sahut Hugo sembari melipat kedua tangannya.
"Ya. Lebih tepatnya seperti itu, aku harus menunggu tujuh jam lagi agar kekuatanku kembali terisi. Astaga, kalian ini gemar sekali bertanya, ya? Simpan semua pertanyaan untuk nanti! Sekarang, turunkan aku dari sini!" Luke melanjutkan kembali celotehannya.
Hugo memutar bola matanya malas, ketika melihat tingkah Luke. "Jatuhkan saja dirimu ke bawah, mudah bukan?"
Luke secara spontan menatap Hugo dengan garang. Hugo yang merasa ditatap, hanya bisa memasang raut wajah tak berdosa. "Apa?"
"Kau tidak mengerti, Pangeran. Masalahnya, sekarang aku benar-benar---" Kalimat Luke mendadak terhenti, bersamaan dengan ambruknya belasan ranting pohon berukuran tinggi. Laki-laki itu secara tidak langsung terjatuh di atas tanah yang untungnya dipenuhi oleh pasir bertekstur lembut dan cukup empuk. "... tersangkut," lanjutnya sembari memasang wajah datar.
Ainsley dan Hugo yang tengah menyaksikan kejadian itu hanya bisa menganga terkejut sembari mengangguk takjub.
"Itu pasti sakit," ucap Hugo disela-sela takjubnya.
Ainsley kemudian mengulurkan tangan kanannya kepada Luke, yang langsung dibalas secara cepat oleh si penerima. Luke beranjak berdiri dari tumpukan ranting tua sembari membersihkan pakaiannya yang telah dipenuhi oleh dedaunan kering.
"Aku tidak menyangka. Hanya karena melarikan diri dari Fis, diriku yang sangat melegenda ini harus berhadapan dengan setumpukan ranting tua!" Luke berdecak kesal.
Ainsley yang sedari tadi mendengar celotehan Luke hanya bisa terdiam sembari menghela napas pasrah. "Bahkan di saat kesal, dia masih saja memperlihatkan rasa percaya dirinya," batin gadis itu.
Hugo menggelengkan pelan kepalanya ketika menyaksikan aksi Luke yang terlihat cukup nyeleneh. Kedua sorot matanya berpindah ke arah di mana Hutan Gelap Wysperia berada.
Pepohonan tinggi yang tengah diselimuti kabut tebal itu sungguh menantang adrenalin, seakan-akan berbisik kepadanya. Kedua mata emerald milik Hugo secara tiba-tiba menangkap sosok perempuan berambut pendek dengan warna gelap sepekat malam. Sosok perempuan itu tengah memunggunginya, layaknya mengamati luasnya hutan berkabut.
Hugo mengenal ciri-ciri yang terlihat pada si gadis. "Bukankah itu Rasbeth? Apa yang dilakukannya di dalam hutan?" Ainsley dan Luke secara bersamaan menoleh mengikuti pandangan Hugo.
Ainsley berusaha mencari keberadaan Rasbeth di dalam hutan gelap dari sudut pandangnya. Gadis itu sekali lagi menghela napas pasrah, sembari menatap laki-laki berjubah hitam yang berada tepat di sebelahnya. "Kau salah makan ya? Tidak ada sosok Rasbeth di dalam hutan itu, bodoh!"
"Hah? Apa yang kau katakan, bocah? jelas-jelas Rasbeth tengah berdiri jauh di depan sana!" ucap Hugo tidak mau kalah sembari menunjuk sosok Rasbeth yang tengah dilihatnya.
"Aku tidak menyangka, laki-laki pemarah di hadapanku ini bisa membuat lelucon. Aku mengerti, tapi sekarang bukan saatnya," jawab Ainsley sembari melipat kedua tangan tepat di dada.
"Astaga! Apakah aku harus membelikanmu kacamata, hah?"
"Tricks, apakah kau yakin tidak bisa melihat keberadaan Rasbeth di depan sana," tanya Luke memastikan.
Ainsley mengecek hutan di hadapannya itu sekali lagi. Dia kemudian menggeleng pelan. "Iya, aku yakin."
Luke terdiam sesaat. Kedua mata merahnya menatap dengan tajam ke arah di mana sosok Rasbeth yang dilihat Hugo berada. "Aneh sekali," gumamnya bingung. "Aku saja bisa melihatnya."
Ainsley terkejut setelah mendengar perkataan yang dilontarkan oleh Luke. "Tapi, di depan sana---"
"Sudah aku katakan, bukan? Mungkin kedua matamu sudah terkena rabun jauh karena terlalu sering merakit alat berteknologi tinggi." Hugo menambahkan.
"T-tapi ...."
Luke terdiam sejenak, memikirkan sesuatu. "Tunggu, sepertinya ada sesuatu yang janggal. Bukankah Rasbeth sejak tadi mengenakan baju tahanan kastil hitam? Tapi kenapa sekarang bajunya berubah menjadi warna putih?"
Kedua mata merah milik laki-laki ilusi itu secara tiba-tiba melebar ketika mendapati tanda berbentuk lingkaran hitam pada bahu sosok Rasbeth.
"Ada apa, Luke?" tanya Hugo.
"Gawat!" ucapnya. "Jauhi sosok Rasbeth yang tengah kau lihat!" tegas Luke. Entah sejak kapan, keringat sebiji jagung mulai merembes pelan pada dahinya.
"Apa maksudmu?"
"Dia bukan Rasbeth! Dia ...."
Kalimat Luke mendadak terhenti ketika sosok Rasbeth yang tengah dilihatnya, menoleh ke arah belakang. Bagaikan tersengat listrik, Hugo dan Luke terkejut bukan kepalang menyaksikan keseluruhan wujud sosok di hadapannya.
Wajahnya tampak mengerikan. Ia tidak memiliki bola mata layaknya Rasbeth yang mereka kenal selama ini. Bahkan sosok gadis itu tengah menyunggingkan senyuman yang dipenuhi oleh gigi gergajinya sembari menatap ke arah Hugo dan Luke.
Luke secara spontan memasang kuda-kuda. "Sial. Aku lupa, bahwa karya seniku baru bisa digunakan tujuh jam lagi."
Ainsley yang tidak bisa melihat sosok itu, terdiam menatap kedua temannya. Bahkan, ia sempat dibuat bingung dengan raut wajah Luke dan Hugo yang mendadak berubah menjadi tegang.
Padahal menurutnya, jauh di depan sana, tidak ada sosok Rasbeth. Justru, dia hanya mendapati siluet cahaya berwarna merah yang terus menerus berterbangan. Aneh memang, tapi cahaya itu bisa dijelaskan secara ilmiah menurut pemikirannya.
Sosok itu berjalan menuju ke arah di mana Luke dan Hugo berada. Namun, belum sempat melangkahkan kaki, sosok itu secara tiba-tiba terbakar ketika api berwarna biru mendadak ditembakkan ke arahnya.
"Berusaha meniru parasku, ya?" Sosok Rasbeth lain melompat dari atas pohon sembari menatap gadis yang memiliki paras serupa dengan dirinya.
Gadis berwajah serupa terbakar habis oleh api biru milik Rasbeth. Hingga menghilang, bersamaan dengan keluarnya ribuan cahaya merah dari tubuhnya.
Ainsley, Luke dan Hugo dibuat terkejut secara bersamaan untuk yang kesekian kalinya, sembari menatap Rasbeth dengan raut wajah takjub.
Sosok Rasbeth yang baru saja datang itu, tengah menatap Luke dan Hugo secara bergantian. "Untung saja, kalian berdua tidak terkena sentuhan dari makhluk bayangan. Jika sampai terkena---"
"Tricks, untuk saat ini aku percaya padamu. Apakah kau bisa melihat sosok Rasbeth dihadapanmu sekarang?" tanya Luke memastikan.
"Ya, tentu saja. Dia adalah Rasbeth, teman kita!" jawab Ainsley dengan begitu yakin.
Luke menghela napas lega. "Syukurlah."
"Rasbeth, kau dari mana saja? Kami semua mencarimu dari tadi," tanya Ainsley tiba-tiba.
Rasbeth menoleh ke arah Ainsley. Ia kemudian tersenyum. "Wah, aku tidak menyangka kalian semua sedari tadi mencari keberadaanku, ya?" Rasbeth tertawa ringan. Ainsley, Hugo dan Luke hanya bisa terdiam saling menatap satu-sama lain. "Jangan dianggap serius, aku hanya bercanda. Kalian sedang mencari portal paralel, bukan?"
"Ya, apakah kau berhasil melihatnya ketika berada di atas pohon tadi?" sahut Hugo.
"Ya, lebih tepatnya seperti itu. Aku tidak menyangka, posisi kita saat ini sudah begitu dekat dengan portal," jawab Rasbeth dengan antusias.
"Menurutmu, dari atas sana, kira-kira jarak portal dari sini berapa meter lagi?" tanya Ainsley.
"Sekitar 1 kilometer lagi." Jawaban yang dilontarkan oleh Rasbeth, berhasil membuat Ainsley dan Hugo menepuk jidatnya secara bersamaan.
"Apa? Kenapa wajah kalian seperti itu? Aku hanya memperkirakannya. Untuk menuju ke portal tersebut, kalian harus memasuki hutan penuh bisikan terlebih dahulu, bukan? Jadi jika dihitung-hitung jaraknya akan seperti yang aku pikirkan," lanjutnya lagi.
Ainsley hanya bisa mendengkus pasrah akan keadaannya sekarang. Sepertinya ia tengah mengalami yang namanya mimpi buruk. Yang benar saja, dirinya ini harus melewati hutan berkabut bernuansa mengerikan agar bisa kembali ke Kota Shea?
"Ayo, tunggu apa lagi? Kita harus segera memasuki hutan!" tegas Luke. Laki-laki ilusi itu sudah tidak sabar tiba di kota Shea.
"Baiklah," kata Hugo. "Semuanya, aku harap kalian tetap fokus pada satu tujuan kita! Yaitu menemukan portal tersebut. Kita tidak tahu apa yang akan terjadi di dalam sana!" tegasnya. "Apapun yang terjadi, kita tidak boleh berpencar!"
"Aku mengerti. Satu hal lagi, kuatkan iman kalian jika memasuki hutan. Aku harap sosok makhluk lain berwajah serupa tidak berniat mengacaukan perjalanan," kata Rasbeth.
Sementara Ainsley, dia lebih memilih untuk terdiam sembari mengumpulkan segala keberaniannya.
Luke dengan segala keberaniannya, berjalan gontai memasuki hutan gelap yang sangat ditakuti. Lalu, kemudian diikuti oleh Hugo, Rasbeth dan Ainsley.
Mereka berempat semakin dalam memasuki hutan. Melewati pekatnya kabut putih yang terus-menerus memenuhi suasana. Keberadaan mereka semakin menghilang ditelan oleh kabut dan pepohonan tinggi yang tumbuh secara liar di dalam hutan gelap Wysperia.
Bahkan, mereka tidak begitu sadar. Bahwa, sedari tadi seekor burung berbulu perak tengah memperhatikan keempat bocah dari kejauhan. Burung itu kemudian terbang ke angkasa, lalu menghilang memasuki pekatnya cakrawala.
🎪
Suasana gelapnya koridor menambah kesan mengerikan pada kastil tua milik Fis. Ditambah dengan hantaman petir dahsyat yang terus menerus menyerang langit gelap di sekitar tempat itu. Angin berhembus dengan sangat kencang, hingga menerbangkan tirai yang menghiasi jendela berukuran sangat besar.
Qer Sang Siluman Ular berjalan dengan terburu-buru menuju ke satu ruangan megah berpintu merah. Dibukalah pintu itu secara perlahan, lalu ia mendapati sosok Fis Yang Agung tengah menghadap ke arah jendela. Pria berperawakan tegap terlihat sibuk memperhatikan hutan penuh bisikan dari kejauhan.
"M-maaf Yang Mulia, mereka melari---"
Tangan Fis yang begitu tajam secara tiba-tiba mencekik leher Qer hingga membuat makhluk itu sesak napas. Qer ketakutan, dia berusaha menyelamatkan hidupnya. "A-ampun Yang Mulia, ampuni hamba."
Fis mengeluarkan seringaian tajam di sela-sela aksinya. "Kau melihat Asmodeus?"
"Y-Ya Yang mulia, saya melihatnya."
Fis melepaskan cengkeraman tangannya pada leher Qer. Hingga membuat makhluk berambut ular jatuh berlutut tepat di hadapan Fis sembari berusaha menghirup udara sebanyak-banyaknya.
"Sudah kuduga," ucapnya tanpa menghentikan seringaiannya. "Pesulap itu sungguh sangat suka mengkoleksi banyak nama. Jadi, Hugo yang membebaskannya?" Fis berjalan maju ke arah kursi empuknya.
Qer mengangguk takut, wajahnya tak berani mengadah menatap kedua manik hitam penuh milik Fis. "Tidak hanya Hugo, Yang Mulia. Tahanan nomor 13 dan seorang gadis Starseed berambut coklat juga turut serta dalam aksi pembebasan."
Fis menoleh ke arah Qer. "Gadis Starseed lain?" Sebuah senyuman jahat semakin melebar pada wajahnya. "Aku tidak sabar menunggu reunian itu terjadi."
"Yang Mulia, apa kita perlu mengejar mereka?" Qer yang sedari tadi menunduk takut, berusaha sekeras mungkin untuk membuka suara.
"Tidak perlu. Kita tutup saja portalnya, aku ingin tahu sejauh apa mereka dapat bertahan melewati hutan gelap penuh bisikan maut. Lalu, jika mereka berhasil tiba di portal tersebut ...." Fis menghentikan kalimatnya sejenak. "Kita akan menangkapnya lagi," ucapnya sembari menyeringai jahat. "Sekarang kau boleh pergi."
Fis melangkahkan kedua kakinya kembali menuju ke arah dimana jendela besar berada, bersamaan dengan Qer yang mengundurkan diri dari ruangan bernuansa megah.
Fis menyeringai, memamerkan gigi berbentuk gergajinya sekali lagi. Bahkan, kali ini lebih lebar. "Aku tidak menyangka, kau bisa terbebas dari penjara ilusi dengan begitu mudah, Remus."
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top