XLIV. ✾ Karena Hugo ✾

~•¤•~

Ainsley mengusap dengan kasar keringat yang merembes di dahi serta daerah pelipis dengan menggunakan tangannya. Kini, kedua mata gadis itu terfokus pada alat penembus dinding ciptaannya.

Bukan karena keunikan yang terpancar dari alat itu, melainkan karena tidak kunjung menyala.

"Aku sangat yakin! Telah membuat alat ini sesuai dengan material yang benar. Perhitunganku tidak mungkin salah!" kata Ainsley sembari mengutak-atik alat yang telah terpasang pada dinding bebatuan curam di hadapannya.

"Mungkin, batu bara yang kau butuhkan kurang banyak," ucap Luke yang juga terfokus pada alat tersebut.

"Tidak Luke, alat ini hanya membutuhkan satu buah batu bara. Harusnya sekarang sudah menyala."

"Sepertinya ciptaanmu kali ini gagal, bagaimana jika kita cari jalan keluar yang lain? Waktu kita tidak banyak," saran Hugo sembari melipat kedua tangannya. Laki-laki itu berdiri memunggungi Ainsley dan Luke.

Ainsley menoleh ke arah Hugo. Raut wajahnya berubah menjadi datar. "Ciptaanku kali ini tidak mungkin gagal," sarkasnya tidak terima.

Hugo membalikkan tubuhnya ke belakang, menghadap Ainsley. Laki-laki itu menyeringai. "Benarkah? Apakah kau yakin tumpukkan sampah bisa mengeluarkan kita dari kawasan ilusi ini?"

Wajah Ainsley berubah menjadi merah padam. Gadis itu kini menatap Hugo dengan tajam. "Apa? Tumpukkan sampah kau bilang? Benda ini bahkan terbuat dari material terbaik, bagaimana bisa dirimu dengan mudah menyebut alatku seperti itu? Astaga bodohnya aku, kenapa bisa aku melupakan tentangmu? Dirimu ini kan sejak lahir hidup di kota terpencil. Pantas saja kau tidak tahu," lanjutnya sembari tersenyum.

"Sudah! Cukup teman-teman!" ucap
Luke yang sejak tadi hanya melongo menatap kedua manusia di hadapannya. Laki-laki ilusi itu berusaha keras untuk menengahi mereka berdua.

Hugo terkekeh. "Shea bukan kota terpencil, Nona. Justru kota itu lebih maju dari pada kota lain di luar sana. Sudahlah, jangan berusaha mencoba menarik perhatianku. Paham?"

"Apakah kau salah makan? Kamu bilang aku mencoba menarik perhatianmu?" ulang Ainsley sembari tertawa. "Justru kau yang mencoba menarik perhatianku! Lihat saja, sekarang kamu juga ikut terjebak di tempat ini karena mengikutiku, bukan?"

Hugo terkejut. Kemudian tertawa setelah itu. Wajah Ainsley semakin memanas dibuatnya. "Boleh juga rasa percaya dirimu. Sayangnya aku terjebak di tempat ini bukan karena mengikutimu, Bocah."

"Astaga kalian ini! CUKUP!" bentak Luke yang membuat Ainsley dan Hugo terdiam. "Waktu kita tidak banyak! Kalian masih saja bertingkah seperti bocah di bangku dasar!"

"Aku tahu, karena itu aku berusaha memberi tahu bocah di sebelahmu  bahwa kita tidak punya waktu banyak untuk memperbaiki alat rusak." Hugo menjelaskan.

"Kau!" Ainsley tidak terima. Matanya menangkap tangan kanan Hugo tengah mengeluarkan kilatan petir.

Gadis itu terkejut. "Apa yang akan kau lakukan?" ucap Ainsley geram ketika mata Hugo tertuju pada alat ciptaannya.

Hugo tersenyum. "Lihat saja!"

Laki-laki itu menembakkan kilatan petirnya ke alat penembus dinding. Membuat Ainsley dan Luke terkejut secara bersamaan. 

Pasalnya, alat itu tidak hancur karena petir milik Hugo. Melainkan, mengeluarkan cahaya biru terang berbentuk persegi panjang pada dinding.

"Alat penembus dinding berhasil menyala!" gumam Ainsley tidak percaya.

Hugo hanya terdiam sembari mempertahankan seringaian kecil di wajahnya.

"A-aku pikir---" cicit Ainsley ketika matanya tidak sengaja tertuju pada Hugo.

"Aku tidak melakukannya untukmu. Tadi tidak sengaja, awalnya aku memang berniat menghancurkan alat itu. Namun, karena aku kurang makan, tenagaku tidak keluar secara maksimal," potong Hugo sembari mengalihkan wajahnya.

Ainsley terdiam. "Dia kenapa sih? Padahal aku tidak menanyakan hal itu," batinnya.

Luke tertawa. "Astaga Pangeran, aku tidak menyangka kekuatanmu bisa menyelamatkan kita semua, heh!" serunya sembari menepuk pelan pundak Hugo. "Ayo, kita harus segera keluar dari sini!"

"Tunggu sebentar Luke! Apakah kau tahu arah jalan menuju ke dunia fana?" tanya Ainsley yang membuat Luke berhenti untuk berpikir sejenak.

Luke tersenyum. "Tidak."

Ainsley kemudian menepuk jidatnya dengan keras. "Astaga, kalau begitu bagaimana cara kita pergi dari dimensi ini? Jalan pulang saja kita tidak tahu," kata Ainsley dengan menghela napas pasrah.

"Tenang saja, kita bisa kembali ke Shea dengan peta ini," jawab Luke tenang sembari mengeluarkan robekan kertas tua dari saku celananya.

Laki-laki itu memperlihatkan  peta tersebut kepada Ainsley. "Ini adalah peta Wysperia. Kita akan melewati hutan Gelap Wysperia agar bisa menemukan portal ke Shea," katanya.

Ainsley mengangguk terpesona, memandangi robekan peta antik di hadapannya. Peta itu memuat berbagai wilayah tanpa nama di seluruh penjuru daratan Wysperia. "Baiklah, tapi apakah kita harus melewati hutan kegelapan itu?"

"Ya, tidak ada jalan lain. Portal sudah lama tersembunyi di dalam hutan Wysperia," jawab Luke.

Mata Ainsley kemudian tertuju pada Hugo yang sejak tadi berjongkok sembari menulis sesuatu di tanah dengan menggunakan batu.

Sadar dirinya tengah diperhatikan, Hugo kemudian menghentikan aksi menulisnya. "Ini adalah gambar strategi yang akan kita gunakan untuk melarikan diri dari kastil hitam."

Ainsley dan Luke saling menatap beberapa saat.

"Setiap ruangan di dalam kastil hitam, dijaga oleh prajurit beruang yang pintar, belum lagi prajurit kelinci dan monster sosis selalu berlalu-lalang. Karena itu, kita harus lebih berhati-hati dan berjalan mengikuti garis yang tengah aku gambar ini," ujar Hugo sembari menggaris gambar jalan yang harus mereka lewati.

"Sepertinya setelah satu hari menjadi jendral, kau sudah cukup menguasai kastil hitam ya, Pangeran?" puji Luke yang membuat Hugo dan Ainsley terkejut.

"Kau tahu?" tanya Hugo.

"Ya tentu saja, aku bisa membaca pikiranmu. Kau lupa?"

"Baiklah lupakan semua itu, kita akan menggunakan strategi dari Hugo. Karena Hugo adalah jendral kastil hitam, ia bisa berjalan keluar masuk tanpa ada yang menaruh perasaan curiga. Jadi, aku akan menambahkan rencana untuk strategi ini. Aku dan Luke juga harus menyamar!" kata Ainsley panjang lebar.

"Tapi, masalahnya kalian akan menyamar menjadi apa?" tanya Hugo.

Luke terlihat berpikir sejenak. Sebuah senyuman kembali terpampang di wajahnya. "Aku ada ide!"

"Apa?" Hugo menaikkan sisi kiri alisnya.

Ainsley bergidik ketika melihat wajah Luke. "Semoga kali ini idenya tidak buruk."

🎪

"Sudah kuduga, ini ide buruk," gumam Ainsley ketika mereka bertiga sudah sepenuhnya keluar dari kawasan ilusi dengan alat yang diciptakannya.

Pasalnya Luke dan Ainsley tengah menyamar menjadi prajurit kelinci yang bertugas mengikuti Hugo dari belakang. Luke dengan kekuatan ilusinya berhasil merubah dirinya dan gadis itu menjadi prajurit kelinci.

"Akhirnya aku bebas!" seru Luke bahagia sembari merenggangkan kedua tangannya ketika berhasil menembus dinding melalui alat ciptaan Ainsley.

Ainsley hanya bisa menatap pasrah wajah Luke yang juga telah menjadi monster kelinci.

"Apa?" tanya Luke dengan ekspresi tak berdosa ketika menyadari dirinya tengah ditatap.

"Lupakan," ucap Ainsley sembari berusaha mengambil alat penembus dindingnya kembali. Lalu, dimasukkanlah alat itu ke dalam ransel.

"Baiklah, teman-teman. Masih ingat dengan strategi kita bukan? Jika ada yang mencoba menarik perhatian kalian segeralah buang pikiran itu! Apa pun yang terjadi jangan pernah lengah sedikit pun!" tegas Hugo. "Terutama kau, Ainsley!"

Ainsley mengangguk mengerti.

"Psstt ... tenang saja Tricks, kita dapat berkomunikasi dengan telepati. Aku telah memasang sesuatu pada bajumu," kata Luke.

"Telepati? Tapi bagaimana caranya?"

"Kau sungguh lucu Tricks, kamu sudah melakukannya sejak keluar dari kawasan ilusi. Ingat, monster kelinci yang sesungguhnya tidak bisa berbicara, kau lupa?" ucap Luke.

Ainsley mendadak terkejut setelah mendengar ucapan dari Luke yang ada benarnya, pasalnya sejak tadi mulut Luke dan dirinya tidak mengeluarkan suara sama sekali melainkan telepati.

"Astaga, bagaimana bisa aku baru menyadarinya!" batin Ainsley.

"Baiklah teman-teman, Kota Shea telah menunggu kita," ucap Hugo dalam mode telepati. "Kita sekarang berada di dalam markas musuh! Apapun yang terjadi harus tetap siaga!" tegasnya.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top