XL. ✾ Keluarga Lichfield ✾

~•¤•~

Hujan salju terus-menerus mengepung Kota Shea di siang yang tenang. Langit yang seharusnya cerah bagaikan birunya laut, justru memuram sedih menatap hiruk pikuk perkotaan kuno namun canggih.

Diikuti dengan angin dingin, membuat para penduduk lebih memilih diam di dalam kediaman mereka masing-masing daripada keluar untuk sekedar berjalan-jalan.

Meskipun begitu, aktivitas kepolisian masih terus berlangsung di taman kota. Melawan rasa dingin, demi mencari tanda-tanda hilangnya putri keluarga Felton yang menghilang secara tak terduga.

Orion menghela napas. Laki-laki itu terlihat kedinginan. Mantel coklat tua berkualitas yang tengah dipakai Orion, juga tak mampu menghilangkan rasa dingin tersebut. Namun, ia berusaha untuk tidak menunjukkannya ke para polisi.

Laki-laki itu berjalan mengikuti pak detektif dari belakang. Taman kota terlihat ramai. Beberapa polisi tengah sibuk mencari tanda-tanda dan sampel. Sementara itu, Boby dan Jeffrey lebih memilih berdiam diri di sebelah Orion dengan wajah menggigil.

"B-bos, a-apa yang kita lakukan di sini?" tanya Jeffrey sembari bersin untuk yang ketiga kalinya.

"Tadi pagi perasaan cuaca kota ini baik-baik saja," timpal Boby.

Orion sekali lagi menghela napas. "Sudah kubilangkan, kalian tidak perlu ikut. Aku punya urusan di tempat ini!"

Pak detektif berhenti melangkahkan kedua kakinya tepat di depan tumpukan jaring.

"Hanya jaring ini yang kita temukan di area taman kota. Sisanya tidak ada lagi," ujar pak detektif itu kepada Orion. "Jika anda berpikir seorang penculik akan meninggalkan sebuah tanda secara sembarangan di tempat ini. Sepertinya kau salah besar, Tuan," ucapnya sembari berbalik badan menatap Orion dengan nada meremehkan.

Orion tersenyum. "Kau tidak akan pernah mengerti, Pak Detektif." Orion melangkahkan kedua kakinya menuju ke arah dimana jaring-jaring itu berada. Meninggalkan pak detektif yang tengah menatapnya kesal.

Tuan Muda Dirgory membungkukkan setengah tubuhnya agar dengan leluasa menggapai jaring tersebut dan menyentuhnya.

Orion terdiam. Senyumannya menghilang secara tiba-tiba. "Jaring ini terlihat sama dengan jaring yang kutemukan di lahan kebun tadi pagi!" gumamnya.

"Kenapa, Bos?" tanya Boby sedikit khawatir dengan sahabatnya itu.

Orion tersadar dari lamunannya. Laki-laki itu segera beranjak berdiri lalu menghadap tepat ke arah pak detektif. "Rumah Keluarga Felton, tidak jauh dari sini bukan? Bagaimana jika kita ke sana dan mengecek secara lebih rinci tentang hilangnya Ainsley?"

"Belum saatnya aku memberitahukan tentang jaring ini kepada detektif. Untuk sekarang, aku harus mencari sedikit petunjuk di rumah Ainsley," pikir Orion.

Pak detektif itu mengangkat sedikit alis kirinya. "Sebelum anda meminta, kami sudah pernah ke sana," katanya sembari melirik dua polisi di sampingnya.

"Benarkah? Apakah anda sudah mengecek seluruh tempat itu?" tanya Orion dengan nada tidak percaya.

"Belum, kami hanya menanyakan beberapa pertanyaan kepada Nona Isabel Fe---mphh," sahut pak polisi lain yang langsung dibungkam oleh rekannya dengan menggunakan tangan.

"Sudah kuduga." Orion tersenyum. "Kita harus ke sana sekarang."

"Sepertinya tidak perlu, Tuan Felton tidak akan mungkin menerima tamu di saat seperti ini." Pak detektif menambahkan.

"Siapa yang mengatakan kedatangan kita untuk bertamu? Kita sedang menjalankan tugas. Apakah semua itu tidak membuat anda paham, Pak detektif yang terhormat?"

Detektif itu sekali lagi menatap tak suka kepada Orion. Bahkan wajahnya terlihat memerah kesal. "Baiklah sesuai permintaanmu, Tuan. Tapi ingat, jika anda terbukti bersalah. Maka aku sendiri yang akan memasukanmu ke dalam penjara anak!"

Orion mendengkus, senyuman khasnya kembali terukir di wajah tampannya. "Akan aku ingat."

Pak Detektif dan dua polisi tadi pada akhirnya berjalan pergi menuju ke arah mobil hitam. Sebelum mengikuti mereka, Boby menepuk pundak Orion lalu diikuti Jeffrey.

Orion hendak melangkahkan kedua kakinya mengikuti mereka. Namun, langkah itu terhenti ketika mata keabu-abuan milik Orion menangkap sebuah benda kecil bercahaya di balik tumpukan jaring tadi.

Orion terkejut, laki-laki itu membungkukkan sedikit tubuh demi mengambilnya. "Peluru perak bermotif abstrak?" gumamnya ketika memperhatikan keseluruhan motif. "Sudah kuduga, jaring ini ada hubungannya dengan jaring yang tadi pagi."

Orion memasukkan benda itu ke dalam plastik, yang akan digunakannya sebagai barang bukti.

"Bos! Apa yang kau tunggu?! Kita harus segera berangkat!" panggil Jeffrey dari kejauhan. Suaranya terdengar samar, menembus lebatnya hujan salju.

"Ya, aku segera ke sana!" pekik Orion.

🎪

"Sudah Bu, ayo dimakan bubur nya. Ibu tidak boleh seperti ini terus. Ainsley pasti akan ditemukan! Pihak kepolisian akan mengurus semua ini," ucap Clara dengan nada melembut ketika menyuap Nyonya Felton yang tengah terdiam menatap foto Ainsley.

Nyonya Felton tidak menjawab. Wajah wanita tua itu terlihat pucat dengan tatapan kosong.

"Ayah lakukan sesuatu!" ucap Clara sedih.

"Apa lagi yang harus ayah lakukan? Semua sudah ayah lakukan! Namun apa dayaku yang tua ini, Ainsley tetap saja tidak ditemukan!" jawab Tuan Felton frustasi. "Sudah cukup aku kehilangan putriku, Ariadna. Tidak untuk Ainsley---"

Kalimat Tuan Felton terhenti setelah mendengar suara ketukan dari arah pintu ruang tamunya. Isabel beranjak bangun dari tempat duduknya untuk membuka pintu rumah.



"Selamat siang, Nona Felton," Salam pak detektif sembari mengangkat sedikit topi coklat miliknya sebagai tanda untuk memberi hormat.

"Selamat siang, ada apa ya?" tanya Isabel dengan raut wajah bingung. Dia terkejut ketika mata birunya menangkap keberadaan Orion tepat di samping detektif kepolisian.

"Orion?! Apa yang kau lakukan di sini? Belum puaskah dirimu merusak keluarga kami!" pekik Isabel emosi.

"Aku mengerti apa yang sedang kau rasakan saat ini, tapi bukan aku yang melakukannya!" kata Orion menjelaskan. "Biarkan aku ikut membantu dalam masalah ini!"

"Kau ingin terlibat dalam pencarian Ainsley?" Isabel tertawa tidak percaya. "Aku tak percaya, seorang putra dari keluarga konglomerat yang terkenal itu ikut dalam masalah seperti ini?"

"Cukup Isabel!" Suara Tuan Felton membuat Isabel terkejut. Pria tua itu beranjak berdiri dan menyambut kedatangan para polisi. "Silahkan masuk, udara di luar sangat dingin. Tidak bagus untuk kesehatan."

"Ah, terima kasih, Tuan Felton. Kedatangan kami ke sini bermaksud baik. Bolehkan kami mencari petunjuk atas hilangnya Nona Ainsley di dalam rumah anda?" tanya pak detektif.

"Tentu saja, silahkan." Tuan Felton mempersilahkan.

Detektif berjalan masuk ke dalam kediaman Keluarga Felton terlebih dahulu, lalu diikuti Orion, para polisi, Boby dan Jeffrey di belakangnya. Isabel menatap Orion tak suka ketika laki-laki itu berjalan melewatinya.

Mereka pada akhirnya sampai di dalam kamar Ainsley dan Isabel. Kamar itu terlihat sederhana namun elegan, pikir Orion.

Dia cukup salut dengan desain rumah Keluarga Felton yang terlihat sederhana dan sangat rapi. Orion tidak terlalu terkejut dalam menyangkut masalah ini, menurutnya Keluarga Felton memang sejak turun- temurun selalu mempertahankan nilai-nilai estetika yang sederhana namun berkelas.

"Waktunya mengeksplor!" tegas pak detektif itu kepada para polisi, termasuk Orion.

Mereka pada akhirnya mencari sesuatu yang berhubungan dengan Ainsley namun memiliki aroma mencurigakan.

"Pak, saya menemukan beberapa pakaian yang dijadikan satu menjadi sebuah tali tengah mengantung di balik jendela," lapor polisi lainnya.

"Bagus, seperti yang diceritakan Nona Isabel. Nona Ainsley berniat keluar dari kamarnya sebelum ia dinyatakan hilang. Sepertinya dia menggunakan tali ini untuk membantunya. Cukup kreatif, namun sayang kurang teliti dalam meninggalkan jejak," kata detektif itu berusaha untuk menerangkan analisanya.

Orion menoleh menatap tali yang tengah dipegang oleh polisi. "Analisa anda benar, Pak. Namun, anda juga salah," ucapnya sembari menatap pak detektif.

"Apa?"

"Menurutku, Ainsley tidak mungkin seceroboh itu meninggalkan tali di sana. Lebih tepatnya, ia sengaja meletakkan tali itu agar memudahkannya memanjat naik menuju ke kamar setelah kembali dari taman kota. Simpel saja, semua itu ia lakukan agar tidak menimbulkan suara gaduh yang membuat keluarganya terbangun," jelas Orion panjang lebar.

Boby dan Jeffrey menganga takjub setelah mendengar analisa yang dilontarkan Orion.

"Wah Bos, bagaimana bisa---" kagum Jeffrey.

Suara tepukan tangan dari detektif mulai memenuhi kamar Ainsley. "Wah ... wah ... bagaimana bisa aku tidak menyadari bakat alami seorang detektif dari dalam dirimu, Tuan Dirgory?"

Boby dan Jeffrey terlihat tidak suka dengan ucapan yang keluar dari mulut pak detektif.

"Terima kasih, aku sudah sadar akan kemampuanku sejak lahir," jawab Orion dengan percaya diri sembari menunjukkan senyumannya lagi.

Pak detektif menatap Orion sinis. "Segera temukan petunjuknya! Anda tidak lupa dengan ucapanku tadi di taman kota, bukan?"

"Tentu saja. Akan aku ingat," ucap Orion beriringan dengan perginya detektif itu dari kamar Ainsley.

Setelah mengkesplor selama empat menit, para polisi pada akhirnya tidak menemukan petunjuk lain dari dalam kamar Ainsley. Mereka pun memilih berjalan keluar dari sana, mengikuti arah di mana detektif itu pergi.

"Bos, apakah kau yakin ada petunjuk lain di kamar ini?" tanya Boby tidak yakin.

Orion mendengkus. "Entahlah, harusnya ada."

"Baiklah, kami akan mencari petunjuk di luar kamar. Jika kau butuh bantuan, panggil saja kami," kata Jeffrey.

Jeffrey dan Boby pada akhirnya ikut pergi meninggalkan Orion. Maka tinggalah Orion seorang diri di dalam kamar tersebut. Lantas dia terdiam sejenak memandangi salju yang terus-menerus berjatuhan di luar jendela.

"Menemukan petunjuk, hah?" Suara Isabel membuat Orion tersentak kaget. Laki-laki itu menghentikan semua lamunannya dan melanjutkan aktivitasnya mencari petunjuk.

"Belum."

"Aku tidak tahu, apa rencana yang telah kau susun saat ini. Tapi ada satu hal yang perlu kau ingat, hilangnya Ainsley ada hubungannya denganmu! Entahlah ...."

Kalimat Isabel terhenti setelah mendapati Orion yang tengah mencoba membuka buku catatan milik Ainsley.

"Apa yang kau lakukan? Itu catatan rahasia milik Ainsley! Kau tidak boleh membaca buku rahasia seorang gadis!" kata Isabel dengan nada kesal.

"Yakinlah, gadis itu tidak akan mungkin menuliskan namaku di buku catatannya. Jika memang benar, aku tidak akan terkejut. Aku sudah terbiasa dikagumi para gadis," kata Orion dengan percaya dirinya.

"Bodoh! Simpan rasa percaya dirimu itu! Di mana kamu menemukan bukunya?" Isabel tampak penasaran.

"Di bawah bantal. Tempat tidur ini milik Ainsley, bukan?" Tanya Orion sembari menunjuk tempat tidur di hadapannya.

"Ya," jawab Isabel singkat.

Orion membuka buku catatan Ainsley. Di halaman pertama, ia hanya menemukan sebuah coretan tak berarti. Berpindah ke halaman kedua, ia menemukan sebuah gambar keluarga bahagia yang terdiri dari ayah, ibu, anak laki-laki dan anak perempuannya paling kecil.

"Ainsley memiliki seorang kakak laki-laki?" tanya Orion.

Isabel terkejut. "Kakak laki-laki? setahuku, Ainsley adalah anak tunggal. Entahlah kalau sepupunya di Kota Surakarta."

"Oh, oke." Orion melanjutkan aktivitasnya membuka buku catatan ke halaman selanjutnya. Dilihatnya sebuah tulisan yang dilingkari dengan spidol merah. "Pesulap?" Orion terkejut ketika berhasil mengeja susunan huruf di kertas tersebut.

"Pesulap?" Isabel mengulangi ucapan Orion.

Isabel yang penasaran pada akhirnya berdiri di samping Orion. Mereka bersama-sama memperhatikan buku catatan itu.

Orion membalikkan kertas tadi ke halaman selanjutnya. Betapa terkejutnya mereka, ketika dilihatnya banyak sekali tulisan merah di halaman itu.

"Hutan terlarang, Mansion Dirgory, museum Ouija, lukisan walikota, taman kota ...," ucap Orion sembari membaca tulisan itu satu per satu.

"Tempat-tempat yang pernah dikunjungi Ainsley." Isabel berucap.

"Tempat-tempat ya? Cukup menarik ...." Orion menghentikan kalimatnya secara tiba-tiba ketika dilihatnya sebuah nama yang sangat familiar baginya tertulis di sana. Bahkan, nama itu dipertegas dengan huruf kapital pada semua abjadnya.

Orion tersentak kaget.

"Ada apa?" tanya Isabel bingung, ketika melihat raut wajah Orion yang mendadak tegang.

"Lichfield?" gumam Orion. "Anak itu mencari penerus terakhir keluarga Lichfield?"

"Keluarga Lichfield? Bukannya, keluarga itu termasuk salah satu kaum yang disegani di kota ini? Ibumu juga dari Keluarga Lichfield, bukan?" kata Isabel.

Orion terlihat berpikir sejenak. "Aku tahu siapa yang tengah dicari Ainsley!"

"Apa maksudmu? Siapa yang tengah dicari Ainsley?" Isabel mendadak bingung.

Orion terdiam, laki-laki itu hanya menatap Isabel dengan sorot mata penuh misteri. Dia tidak sanggup menjawab pertanyaan yang dilontarkan gadis Keluarga Felton.

"Kenapa diam saja? jawab pertanyaanku, Orion!" desak Isabel.

Orion menghela napas sesaat. Dia berusaha mengumpulkan semua keberaniannya untuk menjawab pertanyaan Isabel.

"Hugo Lichfield, sepupuku," ucap Orion.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top