XIV. ✾ Petunjuk ✾

Terkadang hukum karma itu memang benar ada

~•¤•~

Tiba-tiba angin misterius berhembus kencang setelah teriakan Ainsley menggema di dalam ruangan tertutup. Membuat lilin-lilin lampu Chandelier padam seketika.

Suasana berubah menjadi gelap dan sunyi. Hanya suara gemuruh angin lewat yang berdengung di daun telinga Ainsley. Ruangan ini berada di bawah tanah dan yang pastinya tempat ini tidak memiliki ventilasi. Jadi, dari mana datangnya angin kencang itu?


Meskipun tengah ketakutan, akal sehat Ainsley masih tetap berjalan. Si Felton Kecil berusaha mencari hal yang masuk akal untuk mencari tahu dari mana angin kencang tersebut masuk dan penyebab mulut di dalam lukisan bergerak. Tiba-tiba ratusan lukisan wali kota Shea bersinar merah. Lebih tepatnya, mata di setiap lukisan mengeluarkan cahaya merah.

"Siapa kau! Anak muda?!" Suara berat itu menggelegar di seluruh tempat yang Ainsley pijak.

"A-Ainsley Felton," jawabnya setengah gugup. Setelah dua kata yang keluar dari mulut Ainsley terdengar, sekejap lilin-lilin lampu Chandelier menyala terang. Kini, antara percaya atau tidak ... Ainsley mendapati seluruh lukisan bergerak dengan bebas di dalam sana.

"Apa? Gadis ini dari Keluarga Felton?" Angelica Baltimore terkejut.

Ratusan lukisan yang lain saling berbisik. Ainsley tampak pusing, nyaris pingsan ... untung saja ia cukup kuat menahan ketidaknyataan ini. "Apakah sekarang aku benar-benar mengalami yang namanya keajaiban?"

"Diam! Semuanya tolong diam!" perintah lukisan Wali kota pertama, Antonius Wallace. Lalu mereka pun terdiam, setelah suara berat penuh penekanan itu menggema keras.

"Anak muda, apakah kau mengenal Ariadna Felton?" tanya Antonius Wallace.

"Beliau adalah ibuku." Ainsley menjawabnya dengan jujur.

"Benar dugaanku! Pantas saja wajahnya sangat mirip dengan Ariadna."  Wali kota lainnya menimpali.

"Sepertinya sebentar lagi kita akan bebas!"

"Hey nak ... kenapa tadi kau menertawakan kepalaku huh?!" sahut Albert Dirgory. Tempat itu mendadak ricuh dengan suara bisikan di setiap lukisan.

"Diam!!" Antonius Wallace memerintah kepada mereka semua. "Kau yakin? Anak perempuan dari Ariadna?"

"I-iya seperti yang sudah saya katakan tadi," jawab Ainsley masih sedikit ketakutan. Kini pusinglah dia, antara hidup di dalam imajinasi atau realita.

"Cukup Anton! Kau membuat gadis kecil takut!" Angelica marah.

"T-tapi," cicit Antonius Wallace.

"Gadis manis, jangan takut ya---"

"Diam! Sekarang aku tanya, siapa sebenarnya kalian?!" Ainsley berucap lantang hingga membuat mereka semua terkejut.

Keingintahuan Si Felton Kecil ternyata jauh lebih besar dari rasa takutnya. Toh, sepertinya sekarang Ainsley berada di dalam mimpi. "Iya, pasti ini hanyalah mimpi."

"Tenang nak," sahut lukisan Albert Dirgory.

"Tenang? Aku tidak bisa tenang setelah apa yang terjadi sekarang ini. Seharusnya aku tidak mengikuti Isabel ke museum! Alangkah baiknya aku pergi ke toko buku! Setidaknya, aku tidak akan kehabisan seri Arsène Lupinku!" jawab Ainsley panjang lebar tanpa berhenti hingga membuatnya terengah-engah, kehabisan napas.

"Kau barusan bilang apa?" Angelica Baltimore mulai membuka suara.

Ainsley terdiam. Ia merutuki dirinya dari dalam hati atas semua yang gadis itu ucapkan.

"Tenang Angelica ...." Antonius Wallace mencoba menenangkan.

Angelica Baltimore menatap Ainsley dengan garang. Perlahan-lahan Angelica keluar dari dalam lukisan. Dimulai dari tangannya yang keluar, memegang bingkai, kemudian kepalanya menyembul keluar dari dalam gambar.

Ainsley membelalakan mata. Ini kali pertamanya Ainsley mendapati orang di dalam gambar keluar dari lukisannya sendiri, secara langsung tanpa efek animasi. Seperti di film-film horor yang selalu gadis itu tonton bersama ayahnya ketika masih kecil---itu pun sebelum ayahnya berubah, meninggalkannya sendirian dengan menitipkannya kepada Bibi Rani, bibi Ainsley.

"Angelica apa yang kau lakukan?" sahut wali kota lainnya.

Tubuh Angelica sekarang sudah sepenuhnya keluar dari dalam lukisan hingga membuat Ainsley mundur secara reflek ke belakang.

"Kau mau tahu siapa kami?" kata Angelica sambil berjalan mendekati Ainsley. "Akan ku beritahu padamu siapa kami?" ucapnya tetap berjalan maju sedangkan Ainsley sudah terpojok. "Kami adalah ... aaaaaa!"

Belum sempat mengucapkan kalimatnya, tubuh Angelica tiba-tiba ditarik masuk secara paksa ke dalam lukisan oleh tangan misterius penuh keriput. Ainsley dapat melihat dengan jelas tubuh Angelica Baltimore terpelanting hingga menabrak barang-barang di dalam lukisan

"Oh ya Tuhan," ujar Wali kota lainnya.

"Astaga!! Kenapa wanita itu tetap nekat sekali keluar dari lukisan?!" sahut Albert Dirgory dari dalam lukisannya.

"Angelica! Kau tidak apa-apa?" tanya Antonius Wallace dengan kepala setengah keluar dari lukisan untuk mengecek keadaan Angelica di sebelahnya.

"Tidak apa-apa botakmu!! Badanku sakit semua. Kapan aku bisa terbebas dari tempat ini?" pekik Angelica dari dalam lukisan.

"Kau lihat, Nak." Antonius berucap putus asa "Kami semua tidak bisa keluar dari tempat ini. Kau menanyakan siapa kami? Akan kuceritakan padamu sebuah cerita yang sangat singkat mengenai pemimpin Shea. Kami adalah wali kota, jau pasti tahu itu. Tetapi ketika waktunya untuk kami tidur abadi dan pergi ke alam sana, arwah kami tidak seutuhnya pergi ke alam penantian. Seperempat bagian arwah kami harus tinggal di lukisan ini. Ketika seseorang mencoba keluar dari lukisan, maka ia tidak bisa berjalan terlalu jauh ...."

"Jika ia berjalan terlalu jauh seperti yang Angelica lakukan ...." Antonius Wallace menghentikan kalimatnnya sejenak untuk melihat Angelica. "Maka tangan sang penjaga akan menarik tubuh kami kembali ke dalam lukisan."

"Penjaga? Kenapa bisa? Bukankan kalian pantas untuk hidup tenang?" jawab Ainsley yang membuat orang-orang di sana tidak percaya atas kalimat yang keluar dari mulut seorang gadis kecil.

"Ini adalah hukuman untuk kami," sahut Albert Dirgory. "Kami memang pantas mendapatkannya atas hal-hal keji yang dilakukan ketika hidup."

"Aku tidak mengerti maksud kalian? Tolong jelaskan intinya saja."

"Kutukan," sahut Angelica. "Kami semua dikutuk karena saat menjabat menjadi wali kota, kami tidak menjalankan kewajiban dengan baik ... kami mengambil uang rakyat, menetapkan aturan yang semena-mena, dan terkadang kami pun melupakan keluarga. Itu semua karena kekuasaan materi semata."

"Aku pun juga tidak menyangka ternyata kutukan tua yang ditujukan pada pemimpin-pemimpin Kota Shea masih ada sampai sekarang," timpal Albert Dirgory.

"Setelah kami menghembuskan napas untuk terakhir kalinya. Secara otomatis kami terbangun di tempat ini."

"Berarti, selama kalian tinggal di lukisan ini terus?" Ainsley terkejut.

"Tentu saja tidak, ketika malam hari hingga subuh ... kami akan pulang ke alam penantian." Antonius Wallace membenarkan.

"Tetapi berbeda dengan orang itu," sahut wali kota lainnya yang membuat seluruh lukisan memandangi orang yang dimaksud wali kota tadi. Mereka semua menatap lukisan wali kota berambut hitam pekat dengan sorot mata berwarna Emerald.

"Pria itu adalah wali kota Shea ke 489, Davendra Van Lichfield." Ainsley bergumam.

"Kau tahu dia?" tanya Angelica.

Ainsley menggeleng. "Tidak, tadi aku barusan membaca namanya."

"Pria itu ... satu-satunya wali kota yang hidup dengan tenang. Lihatlah cuma lukisannya yang tidak bergerak." Antonius berujar.

"Tetapi penderitaan kami akan segera berakhir karena kau akan menyelamatkan kami semua, Ainsley," sahut Angelica.

"Menyelamatkan? Tapi aku---"

"Iya Ainsley, sesuai legenda kau ditakdirkan untuk menyelamatkan Kota Shea. Kau adalah putri dari Ariadna sekaligus garis keturunan ke-17 Keluarga Felton," sahut Albert Dirgory.

"Aku tidak mengerti."

"Aku tidak bisa memberi tahumu semuanya karena mulut kami terkunci atas beberapa kata, lebih tepatnya disegel. Tetapi, aku bisa memberimu sebuah petunjuk---"

"Temukan keturunan Wali kota Davendra Van Lichfield yang sekarang. Karena cuma dia satu-satunya yang bisa membantumu mengungkapkan kebenaran kota ini dan pesulap itu," kata Antonius Wallace dengan sungguh-sungguh.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top