XII. ✾ Kepala Sõprus ✾
Musuh terbesar manusia adalah ketakutan.
~¤•¤~
"Wah-wah ... lihat! Siapa yang datang?" Suara dengan nada anggun itu mengagetkan Ainsley dan Isabel.
"Kau!" Isabel terkejut setelah menoleh ke asal suara.
Ainsley menganga. "Camila Dirgory?"
Camila tertawa pelan sembari menutup sedikit mulutnya. "Isabel Felton dan Ainsley Felton, senang bertemu dengan kalian lagi di tempat ini."
Ainsley dan Isabel tidak langsung menjawab. Bagaimana mungkin, seorang Camila Dirgory yang sangat terkenal akan harga diri tinggi itu menyapa mereka duluan.
"Halo? Apakah kalian mendengarku?" tanya Camila kepada mereka berdua karena tidak ada jawaban.
"Iya, senang juga bertemu denganmu, Camila Dirgory." Isabel membalas sapaan Nona Dirgory dengan menggunakan etika wanita terhormat. Isabel melirik kedua pelayan milik Keluarga Dirgory di belakang Camila. "Ngomong-ngomong, sepertinya kau berjalan sendirian. Apakah temanmu, Miya tidak ikut?"
"Ya ... temanku itu, masih memiliki jadwal yang sangat padat di Mansion Baltimore. Lalu, sedang apa kalian di sini?" tanya Camila mencoba untuk berbasa-basi.
"Kami hanya ingin bersenang-senang." Isabel menjawab dengan menggerakan sedikit tangan kirinya.
Camila terkekeh. "Haha ... di tempat kumuh ini? Sepertinya semua gadis-gadis kampung sama saja ya? Kalau bukan untuk observasi, aku tidak akan sudi menginjakkan kaki di tempat---"
"Oh." Isabel sengaja memotong ucapan Camila.
Ainsley yang sedari tadi menyimak, mendapati wajah Camila memerah kesal. "Astaga ... orang-orang Shea ini," gumam Ainsley seraya bersedikap.
"Apa? Kau bilang apa barusan?" Camila berusaha mengendalikan emosinya.
"Iya, lalu harus mengatakan apa? Selain kata 'oh' itu?" Isabel bertanya balik dan tentunya membuat Camila bertambah kesal.
Camila meremas rok merahnya kuat-kuat. "Kau! Berani sekali memotong ucapanku!"
Isabel tidak mempedulikan Camila yang mulai terpancing amarah. "Ainsley, ayo kita pergi." ujarnya hendak pergi meninggalkan Camila.
Camila yang sudah tidak dapat membendung emosinya lagi, dengan lancang menarik lengan Isabel agar tidak meninggalkannya.
Isabel terkejut. "Jangan sentuh aku dengan tangan kotormu!" Isabel meninggikan nadanya, membuat para pengunjung memperhatikan mereka berdua.
Sementara itu, Ainsley memilih pergi meninggalkan Isabel dan Camila di antara berdebatan mereka. "Tahu begitu aku sejak tadi pergi ke toko buku sendiri saja!"
Demi mengatasi rasa bosan dan kesalnya, Ainsley terpaksa berkeliling melihat-lihat benda aneh dari berbagai daerah yang sengaja dipajang di Museum Ouija. Mata Ainsley secara tidak sengaja tertuju pada sebuah kepala hewan berukuran sebesar bola basket. Benda itu berada di atas bantal. Terdapat sebuah papan di sampingnya, yang bertuliskan: 'Dilarang menyentuh'.
Satu hal yang membuat Ainsley tertarik, yakni cuma kepala hewan ini saja yang tidak dimasukan ke dalam kotak kaca. "Apakah ini kepala naga?"
"Bukan, anda salah besar nona, Itu adalah kepala Sõprus." Seorang pria paruh baya berkumis tebal dengan kostum pemandu Sirkus secara tiba-tiba datang mengejutkan Ainsley.
"Sõprus?"
Sang pria tersenyum seraya berdiri tepat disamping Ainsley, memperhatikan Kepala Sõprus yang sama. "Kepala ini jika dilihat tanpa diperhatikan dengan saksama ... cenderung mirip dengan bayi naga. Tetapi coba kamu perhatikan wajahnya sekali lagi, dan bandingkan dengan kepala naga yang berada di kaca sebelah sana," ucapnya sembari menunjuk kotak kaca yang berisikan kepala naga.
Ainsley mencoba membandingkannya. "Tanduk. Naga di kotak ini memiliki tanduk, sedangkan kepala makhluk bernama Sõprus tidak memilikinya."
"Jenius. Hanya saja ada satu hal yang terlewat, Nona."
"Apa itu?" Ainsley tampak tertarik.
Si Pria berkumis tersenyum memandanginya. "Telinga."
"Telinga?" ulang Ainsley sekali lagi.
"Kau lihat? Telinga naga berbentuk sebuah kipas. Sedangkan telinga Sõprus terlihat separuh layaknya terpotong." Si Kumis Tebal mencoba menjelaskan. Sorot matanya secara reflek menangkap tangan Ainsley hendak menyentuh kepala Sõprus.
"Berhenti sampai di situ, Nona muda!" perintahnya, lantas Ainsley pun terkejut untuk yang kedua kalinya.
"Jangan pernah menyentuh kepala Sõprus, jika kau tidak mau bernasib sama sepertinya!"
"Bernasib sama?" Ainsley mengulanginya.
"Makhluk ini bisa berdiri dan berbicara layaknya manusia. Ketika saatnya menutup usia, seperti kisah Burung Phoenix, Sõprus akan membakar dirinya sendiri dengan api berwarna ungu dan hanya menyisakan sebuah kepala yang hangus terbakar." Pria berkumis itu menceritakannya panjang lebar.
"Jadi, jika seseorang menyentuh kepala Sõprus mati maka orang itu akan terbakar?" Ainsley menebak asal.
"Ya, benar sekali. Lebih tepatnya orang tersebut akan terbakar di hari ke-7."
"Tapi Tuan ... kalau dampaknya berakhir sangat buruk, mengapa anda tetap memajangnya tanpa sebuah kaca di museum?" Ainsley bertanya lagi, ia menduga pria ini adalah pemilik Museum Ouija.
Pria paruh baya berkumis tebal itu tertawa. "Jika tidak memajangnya maka kepala ini akan hilang dengan sendirinya. Aku juga tidak bisa memasukannya ke dalam kotak kaca dikarenakan kaca selalu meleleh jika berada didekatnya."
"Menghilang?"
"Heh? Kau nona muda yang sangat suka bertanya ya?" Pria berkumis itu terkekeh. "Makhluk ini selama mereka hidup selalu setia dengan pemilik mereka. Ketika waktunya mati, Sang pemilik akan mencari kepala makhluk itu dan menyimpannya. Lalu setelahnya ... Sõprus akan terlahir kembali. Sang Pemilik tidak bisa mengambil kepala jika dilihat banyak orang. Maka dari itu aku meletakan Kepala Sõprus di dalam museum."
"Ngomong-ngomong, siapa namamu, Nona muda?" tanyanya.
"Nama saya, Ainsley." Ainsley menjawab sambil tersenyum. "Ainsley Felton."
"Ah ... Ainsley Felton."
Ainsley mengangguk. "Lalu, nama tuan siapa?"
"Nama? Sejujurnya saya tidak memiliki nama, tetapi orang-orang di sekitar tempat ini sering memanggil saya Tuan Ouija."
"Baiklah Tuan Ouija, senang dapat bertemu dengan anda di tempat ini. Saya ingin pergi melihat-lihat benda yang lain dulu---"
"Ya, silakan, Nona Ainsley." Ouija memotong cepat. Ainsley pun pergi meninggalkan Tuan Ouija.
Selama menyusuri koridor, Ainsley masih memikirkan apa yang dikatakan Tuan Ouija tentang makhluk bernama Sõprus. Hingga pada akhirnya Ainsley tiba di sebuah ruangan yang sepi. Seperti biasa, Seorang Ainsley selalu merasa penasaran pada sesuatu yang berbeda. Di ruangan itu hanya terdapat beberapa rak buku tua yang tidak menarik.
"Buku? Aha! Mungkin di rak ini ada satu buku yang dapat menjelaskan seperti apa Makhluk Sõprus!" pikir Ainsley seraya mencari buku yang dimaksud. Namun, belum sempat menggeledah keseluruhan rak ... Ainsley terpaku pada salah satu buku di sana. Bukan buku tentang makhluk bernama Sõprus, melainkan buku usang yang berdebu, bertuliskan 'Pesulap'.
Dia hendak mengambilnya. Toh, Ainsley tidak ingin membawanya pulang. Ketika tangannya berusaha menarik buku berjudul pesulap, sekejap rak-rak tua itu terbuka dengan sendirinya---berputar hingga menarik Ainsley ke sebuah ruangan asing tepat di balik dinding.
Ainsley menganga. Sekarang dia berada di sebuah ruangan yang gelap. Tidak ada cahaya sebagai sumber penerangan. Lantas ia pun merutuki dirinya sendiri. Aroma lembab kian menusuk hidung Ainsley, banyak sekali sarang laba-laba yang memenuhi ruangan ini.
"Astaga, jangan bilang bahwa sekarang aku terjebak di ruangan rahasia?" Ainsley panik. "Tenang-tenang, Ainsley. Tenangkanlah dirimu."
Ainsley melepaskan tas ransel serba gunanya untuk mengambil senter. Untungnya, gadis itu membawa persediaan sebelum berangkat. Kalau tidak, apa yang akan terjadi pada nasibnya sekarang?
Di saat hendak menyalakan senter, secara tiba-tiba benda itu tak kunjung menyala. Ainsley pun mengumpat kesal. "Sial! Perasaan aku sudah mengecasnya tadi malam deh." Lantas ia pun memukul-mukul senternya ke dinding. "Nah ... menyala!"
Ainsley mengarahkan cahaya senternya ke rak. "Sepertinya, rak ini didesain berputar. Berarti aku harus mendorongnya lagi agar dapat kembali berputar."
Ainsley berusaha sekuat tenaga untuk mendorongnya, namun sayang tidak membuahkan hasil. "Percuma, sampai Upin dan Ipin lulus taman kanak-kanak pun tidak akan mempan. Aku harus mencari sesuatu yang kuat agar bisa mendorong rak ini!"
Ainsley mengarahkan cahaya senter ke arah sebaliknya. Lantas, terkejutlah dia mendapati tangga tua yang mengarah tepat ke dalam ruang bawah tanah. "Jangan bilang aku harus pergi ke bawah sana."
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top