XI. ✾ Museum Aneh ✾

Aku melihat sesuatu di belakangmu, Sepertinya makhluk itu sangat menyukaimu.

~¤¤~

Pagi telah tiba. Suara kicauan burung pipit terdengar merdu di balik pepohonan. Cahaya mentari pagi menembus masuk 
melewati jendela reot yang tidak tertutup oleh tirai. Ainsley terbangun seraya mengerjap-ngerjapkan kedua matanya yang indah agar terbiasa dengan cahaya di pagi hari. 

"Jam berapa sekarang?" gumamnya sembari menatap langit-langit kamar. Ainsley menolehkan kepalanya ke kiri untuk mengecek tempat tidur Isabel. Tetapi bukan tempat tidur yang ia lihat, melainkan wajah dengan iris mata berwarna biru besar tengah menatapnya tanpa berkedip seperti balita yang ingin diberi permen.

"Astaga!" kaget Ainsley hingga beranjak bangun dari ranjangnya. "Apa yang kau lakukan? Kenapa menatapku seperti itu?"

Isabel memutarkan matanya malas. "Kau ingat ini hari apa? Ayo tebak!" tanyanya gembira.

"Hari Jumat." Ainsley menjawab.

"Bukan itu! Ayo tebak lagi!" Isabel masih menunjukan baby eyes-nya sambil tersenyum menahan sesuatu.

Ainsley berusaha mengingat.
"Hari dimana kakek kentut untuk pertama kalinya?" tanya Ainsley.

"Bukan!"

"Hari tanaman?"

"Bukan!"

"Oh ... hari kemerdekaan!"

"Bukan! Itu kan tanggal 17 Agustus!"

"Ohh iya ... ulang tahunmu?"

"Astaga! Ulang tahunku tanggal 20 Agustus bukan sekarang!" Isabel mencoba membenarkan.

"Terus? Memangnya ini hari apa?" Ainsley tampak pasrah.

"Kamu mau tahu?" Isabel bertanya balik.

"Iyalah ... hari apa sih?"

"Hari ini adalah ...." Isabel menghentikan kalimatnya sembari menarik napas dalam-dalam. "Hari di mana Museum Ouija dibuka!" teriaknya antusias.

"Museum Ouija? Nama yang aneh." Ainsley berkomentar.

"Gini ya Ainsley Felton, Ouija itu adalah nama dari sebuah papan permainan pemanggil arwah ...," ucap Isabel menjelaskan.

"Ohh ... lalu? Di sana ada apa?"

"Di sana kita dapat melihat berbagai barang dan kerangka makhluk aneh. Nah seru kan?" Isabel tampak antusias.

"Biasa saja, aku pikir di sana ada yang menjual buku Arsène Lupin seri kedua," jawab Ainsley. "Sudah ah, aku mau tidur lagi!"

"Astaga! Jangan tidur lagi, Sley! Kamu harus menemaniku ke Museum Ouija!" Isabel menarik selimut yang dipakai Ainsley.

"Kamu sendiri saja!" Ainsley memekik.

"Oke-oke, kalau kamu tidak mau ikut, ya sudah!" kata Isabel kesal. "Padahal, sepulang dari museum aku berniat mampir sebentar ke toko buku. Mungkin lain kali."

Seketika itu juga Ainsley membuka matanya lalu beranjak bangun dari tempat tidur. "Oke, aku ikut." Ainsley berujar semangat seraya bergegas menuju kamar mandi, meninggalkan Isabel yang tertawa di belakangnya.

🎪

"Ibu, kakek, nenek ... Isabel dan Ainsley pergi dulu ya!" pamit Isabel sesampainya di depan pintu pagar.

"Tunggu!" Tuan Felton menghentikan langkah kedua cucunya. "Kalian mau ke mana?"

"Oh kakek, kami mau ke mus---"

"Toko buku, ya benar! Ainsley dari tadi mau ke toko buku yang di sebelah monumen AZ tuh loh kek. Kami pergi dulu ya." Isabel memotong kalimat Ainsley.

Ainsley dan Isabel bergegas pergi meninggalkan rumah. Ainsley pun menghela napas panjang, melirik sepupunya itu. "Isabel, kenapa kamu berbohong pada kakek?"

"Jika aku tidak berbohong, Kakek tidak akan mengijinkan kita ke museum." Isabel menjawab. "Kamu pasti tahu bahwa kakek membenci hal-hal yang aneh."

"Sepertinya, sifat Kakek menurun ke diriku." Ainsley bergumam pelan. "Oh iya! Monumen AZ itu apa?"

"Kamu tahu Big Ben di Negara Inggris?" Isabel balik bertanya.

Ainsley mengangguk. "Tahu, menara jam, bukan?"

"Iya, AZ adalah menara jam seperti Big Ben dalam versi indonesia, bedanya menara ini berbunyi hanya di saat waktu menunjukkan pukul dua belas malam." Isabel menjelaskan. Wajahnya cukup serius memandangi Ainsley. "AZ merupakan jantung Kota Shea, dikarenakan telah ada sejak dulu, jauh sebelum sistem Mayorlode diterapkan."

"Berarti sebelum Indonesia merdeka Kota ini sudah berdiri sendiri?" Ainsley menyimpulkan, seraya menyesuaikan langkah kakinya dengan Isabel.

"Entahlah, sepertinya sih iya." Isabel berhenti melangkah, lantas ia pun bersedikap dada. "Nah ... itu menara yang tengah kita bicarakan."

Ainsley menganga takjub memandangi menara AZ. "Aku tidak menyangka ada menara seperti ini di Kota Shea."

Monumen AZ sangatlah tinggi----bisa dibilang mirip menara Big Ben. Ketika tengah malam tiba, jam pun berdentang dua belas kali. Rumornya, situasi di saat itu cukup rawan---gerbang dunia kegelapan terbuka, berusaha mencari mangsa. Jangan lupakan Sang Pesulap, penculik anak kecil yang melegenda.

"Ainsley!" Isabel memanggil namun tak ada respon. "Ainsley!" panggilnya sekali lagi dengan suara setengah berteriak.

"Astaga! Untung jantungku tidak lepas." Ainsley memekik kaget seraya memegang dadanya.

"Nah, sudah sampai." Isabel menghentikan langkah kakinya tepat di depan rumah reot namun cukup menarik dengan papan spanduk yang bertuliskan 'selamat datang di Museum Ouija'.

Meskipun terkesan kuno sekaligus mengerikan, Museum Ouija tetap saja digandrungi banyak pengunjung. Terbukti sejak Ainsley dan Isabel menginjakan kaki di tempat ini, kedua Felton bersepupu harus menahan diri agar tidak terjatuh akibat desakan para manusia yang mengantri untuk memesan tiket.

Pada akirnya tiba saatnya Ainsley dan Isabel memesan tiket setelah menunggu cukup lama. Dilihatnya seorang pria menyeramkan, mengenakan topeng badut berada di dalam loket. "Selamat pagi adik-adik manis. Selamat datang ke Museum Ouija, tempat menakjubkan di mana barang-barang unik dan aneh tersimpan." Badut seram itu menyapa layaknya seorang robot.

"Oh ... oke." Ainsley menjawab canggung sambil melirik Isabel.

"Tiket apa yang akan adik beli?" Badut itu bertanya tanpa berhenti mempamerkan giginya. "Kami memiliki dua jenis tiket. Biasa dan VIP---"

"Yang biasa saja, Tuan," sahut Isabel.

Badut itu menolehkan kepalanya menghadap Isabel dengan gerakan kaku layaknya robot. "Dua tiket biasa adik manis?" tanyanya sekali lagi.

Ainsley bergidik ngeri menatapnya. "Tentu."

"Totalnya Rp. 160.000."

"Apa?!" Ainsley memekik terkejut.

"Ini uangnya." Isabel menyerahkan uangnya pada si Tuan Badut yang tak pernah berhenti tersenyum. Lantas dia pun langsung mengambilnya dengan gerakan cepat hingga membuat kedua saudari sepupu Felton terkejut.

"Terima kasih, Selamat bersenang-senang." Tuan badut menyerahkan dua tiket bergambar tengkorak di meja loket.

Ainsley menggeleng tidak habis pikir, Isabel secara terang-terangan berani merogoh koceknya dengan nilai semahal itu hanya untuk dua tiket. "Tempat ini sangat aneh, penjaga loketnya saja terlihat mencurigakan."

Ainsley dengan cepat menarik lengan Isabel untuk pergi. "Aku merasa sesuatu yang buruk akan terjadi, sebaiknya kita pulang saja!"

"Jangan dong. Nanti tiketnya hangus! Sebaiknya kita masuk ke dalam saja, oke!" Tanpa menunggu jawaban Ainsley, Isabel menarik cepat tangan sepupunya itu untuk segera masuk, menemaninya ke dalam museum.

"Aku tidak mau! Aku tidak mau! Di sana mengerikan, ayo kita pulang saja!" Ainsley merengek seperti anak kecil.

"Sebentar saja, setelah itu kita pergi ke toko buku." Isabel berusaha menenangkan. Lantas mereka berdua pun memasuki Museum Ouija dengan perasaan takut. Benda-benda aneh terpajang rapi ... mulai dari kepala Jenglot, Kerangka peri, gigi vampir bahkan tubuh Naga yang utuh. Semuanya berkumpul menjadi satu di tempat ini.

Ainsley kerap kali mendapati pengunjung berusaha memotret benda-benda ajaib dengan ekspresi takjub. "Oh astaga, apakah mereka terlalu bodoh hingga bisa mempercayai Museum Ouija? Oh, ayolah ... ini hanya penipuan, lihat saja sayap peri itu! Seperti plastik yang dibakar. Sayangnya intrik mereka kurang nyata. Cih, berusaha membodohiku, rupanya. Bisa-bisanya harga satu tiket Rp. 80.000 untuk melihat benda-beda konyol."

"Wah-wah, lihat siapa yang datang."

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top