VII. ✾ Telur Caviar ✾

Persaingan adalah bagian dari kehidupan yang harus dihadapi

~¤•¤~

Orion tersenyum.

Entah mengapa Ainsley merasa aura aneh tengah menyelimutinya saat ini. Para tamu undangan sedari tadi terus memperhatikannya dari kejauhan. Sekumpulan orang berkelas itu saling berbisik satu sama lain.

"Salam kenal, Nona Felton. Saya sangat tersanjung dapat bertemu dengan anda secara langsung di tempat ini," sapa Orion dengan membungkukkan sedikit tubuhnya untuk memberi hormat, tak lupa mencium punggung tangan Ainsley.

Sikap laki-laki mencium tangan seorang gadis adalah budaya yang sudah diterapkan secara turun-temurun di Kota Shea, dengan tujuan penghormatan untuk sang wanita yang diajak berbicara.

Menurut rumor, kota ini pada awalnya termasuk wilayah dari kerajaan Eropa di masa lampau yang kemudian berdiri sendiri karena faktor silsilah keluarga. Namun sayangnya, sangat tertutup dari dunia luar. Mungkin itu sebabnya orang-orang Shea memiliki genetik dan budaya yang serupa seperti pribumi Eropa.

"Cih, dia tahu banyak tentang tata krama. Aku tidak boleh kalah darinya!" pikir Ainsley.

Ainsley tersenyum manis, lebih tepatnya tersenyum sedikit meremehkan.

"Saya juga tersanjung bisa bertemu dengan anda secara langsung di tempat ini, Tuan Dirgory," ucap Ainsley sambil menunjukkan senyumannya yang dibuat-buat, dia kemudian melepaskan tangannya secara perlahan dari genggaman Orion.

Orion tersenyum, menyadari tingkah Ainsley. Anak itu kemudian mendatangi Tuan Felton lalu memberinya salam hormat. Dia cukup tahu bahwa Ainsley sedang membencinya. Baguslah kalau begitu.

"Selamat Nak, atas keberhasilanmu dalam lomba Pencak Silat. Aku tidak menyangka, kau bisa sehebat itu hingga meraih juara satu secara berkala," kata Tuan Felton, lalu berjabat tangan dengan Orion.

Orion membalas jabatan tangan Tuan Felton sembari menunjukkan senyuman khasnya.

"Terima kasih, Tuan Felton. Semua itu belum seberapa," jawab Orion dengan senyuman licik. Mata abu-abu miliknya berpindah, memandangi Ainsley yang sedari tadi menatapnya tidak suka. "Oh iya, Tuan. Bukankah dulu, anda tidak pernah meraih juara apapun dalam lomba bela diri ya?"

Bagaikan tersambar petir di siang bolong, Tuan Felton secara spontan melepaskan jabatan tangannya dari Orion, setelah mendengar kesombongan dan penghinaan terhadap dirinya.

Untung saja Tuan Felton masih memiliki kesabaran. Ia dengan rendah hati menghadiahi Orion, tatapan garangnya.

Tapi masalahnya, Ainsley sekarang sudah tidak bisa menahan emosinya lagi setelah kakek tersayangnya itu dihina. "Kau! Be-"

"Hohoho ... wah, lihatlah cucuku ini. Sekarang, setelah umurnya menginjak lima belas tahun sudah 88% mirip dengan kakeknya, bukan?" sahut Tuan Robert, memotong kalimat Ainsley.

Tuan Robert tersenyum sembari mengusapkan jemarinya yang dipenuhi cincin Giok pada puncak kepala cucunya. "Pergilah, teman-temanmu sudah menunggumu."

Orion menatap Tuan Robert dengan raut wajah yang tidak terbacakan. "Baiklah."

Setelah Orion pergi, Tuan Robert mulai membuka suara. "Maafkan cucuku itu Tuan Stefanus Felton. Saya tidak menduga bahwa dia bisa seagresif itu," kata Tuan Robert dengan nada suara yang dibuat-buat. "Dan .... Saya juga baru sadar, ternyata anda memang sejak dulu tidak pernah berbakat dalam ilmu bela diri," tambahnya seraya tertawa.

Ainsley yang mulai kesal tidak sengaja mendapati tangan sang kakek kian mengepal, seakan-akan ingin meninju pria tua sombong dihadapannya.

Tuan Felton menyeringai. "Wah-wah, Robert. Saya juga teringat masa-masa lima puluh satu tahun yang lalu, dimana anda terkena cairan laba-laba Stermo di saat ulang tahunmu yang ke-14."

Tuan Robert menghentikan aksi tawanya. Pemimpin keluarga Dirgory itu mulai memelototi tajam Tuan Felton. "Jangan pernah sebut nama binatang itu lagi, Stefanus!"

Tuan Felton terkekeh. " Tentu saja, dan kau sangat memalukan dihari itu."

"Ckck ... Stefanus, aku juga teringat masa-masa dimana kau pernah mengompol di asrama," sambar Tuan Robert tidak mau kalah. "Sungguh memalukan, bahkan kau tidak pernah menganti kasurmu itu."

"Kau!" Tuan Felton mulai melanjutkan perang mulutnya dengan Tuan Robert. Ainsley terlihat cukup mengantuk dengan kedua pria yang sudah berkepala enam di hadapannya.

Dia menguap bosan. Semua drama di hadapannya itu membuat ia lelah. "Hufftt ... aku harus segera pergi! Kepalaku akan pecah jika berlama-lama disini," batinnya.

Ainsley meninggalkan Tuan Felton dan Tuan Robert yang masih sibuk dengan perkelahian sengit mereka. Dia lebih memilih menyibukkan diri dengan berjalan-jalan, mengelilingi rumah Keluarga Dirgory. Lebih tepatnya menikmati fasilitas mansion megah ketimbang mendengarkan ocehan dua pria tua.

Di mansion itu tersaji banyak sekali makanan dan minuman mewah diatas meja panjang bertaplak putih dengan ukiran emas di bawahnya. Membuat kesan elegan yang padu dengan dekorasi pestanya.

Tampak tertarik, Ainsley tidak sengaja mendapati tamu yang diambilkan roti dengan ditaburi telur-telur kecil berwarna hitam oleh beberapa pelayan di sana. Perut Ainsley seketika berbunyi, menandakan bahwa cacing dan E-coli nya meminta makan.

Ainsley mendatangi meja jamuan bertaplak putih itu. Ditataplah benda berbentuk telur berwarna hitam yang dilihatnya tadi.

Betapa terkejutnya Ainsley, ternyata benda berwarna hitam itu adalah telur Caviar yang sangat mahal di dunia! Seumur hidup, baru kali ini ia memandanginya secara langsung.

"Ada yang bisa saya bantu, Nona?" ucap salah satu pelayan wanita dengan ramah.

"Ah, saya mau makan ini," jawab Ainsley dengan tersenyum, sembari menunjuk telur-telur Caviar yang tertata manis di atas nampan emas.

"Baiklah saya-"

"Hentikan!" Suara tersebut sukses membuat pelayan-pelayan menunduk tidak berani berkutik menatap mata si pembicara.

"Jangan berikan makanan mahal kepadanya!" bentak Orion, disertai suara tawa kedua teman laki-lakinya.

Para pelayan menunduk diam. Orion dengan segera mengambil nampan yang berisi telur-telur Caviar dari tangan pelayanannya.

"Apa-apaan ini?" kaget Ainsley.

"Sstt ... seharusnya kau berterima kasih kepadaku, karena mencegahmu saat ingin memakan telur-telur ini," jawabnya sambil tersenyum licik. "Gadis sepertimu pasti tidak akan sanggup memakan makanan mahal seperti ini, bukan?" lanjutnya meremehkan.

"Hey! Kau punya hak apa? Sampai bisa mengaturku seperti itu?" ledek Ainsley pada Orion dengan nada yang sedikit ditinggikan.

Orion terkekeh. "Hak? Jeffrey! Boby! Kalian dengar dia mengatakan apa barusan?"

"Hahaha ... dia tidak tahu siapa kita sepertinya, Bos" ucap salah satu temannya yang bertubuh sedikit gempal, bernama Boby.

"Lihat! Sepertinya dia memang bukan dari keluarga terpandang! Berani sekali mengatakan kalimat yang begitu tidak sopan kepadamu, Bos," sahut anak laki-laki lain yang wajahnya ditumbuhi jerawat tipis, bernama Jeffrey.

"Tutup mulutmu cowok berjerawat!" bentak Ainsley memerah padam, pipinya mengembung menahan amarah. Membuat ketiga anak laki-laki yang lebih tua dua tahun darinya itu, sekaligus para pelayan terdiam seribu bahasa.

"Kau tidak berhak menghina keluargaku! Aku adalah Ainsley Felton, cucu dari Tuan Felton sekaligus putri dari Ariadna Felton dan Patra Wijaya tidak akan pernah mengijinkan kalian menghina keluargaku!" lanjutnya sambil menunjuk mereka satu per satu dengan jari telunjuknya.

"Keluarga Felton?" gumam Jeffrey kaget. Iris mata birunya menyiratkan keterkejutan.

"Bos, kenapa kau tidak mengatakan kepada kami kalau anak ini dari keluarga Felton?" bisik Boby pada Orion dengan intonasi yang serak, terkesan menahan sesuatu.

"Kenapa? Takut?" bentak Ainsley. "Sudah kuduga kalian akan takut."

Setelah mendengar kalimat dari Ainsley, mereka bertiga saling menatap satu sama lain.

"Pfttt ... hahaha." Orion dan kawan-kawan tertawa terbahak-bahak.

Ainsley seketika itu juga dibuat bingung, apa yang baru saja dikatakannya tadi salah? Ingin sekali, dia melempar meja jamuan beserta hidangannya ke arah mereka.

"Sudah-sudah," kata Orion berusaha menghentikan tawanya. "Siapa namamu tadi? Shirley?" tanyanya sambil meletakan nampan berisi telur-telur Caviar di atas meja.

"Ainsley!" jawab Ainsley kesal.

"Ya-ya, terserahlah. Shirley eh maksudku Ainsley, apakah telingamu tuli?" kata Orion dengan nada intimidasinya. "Aku adalah Orion Dirgory, cucu Keluarga Dirgory dan akan menjadi penerus tempat ini."

"Oh," jawab Ainsley singkat. "Terus apa hubungannya dengan Telur Caviar?"

"Ya, karena aku penerus di sini, maka aku tidak mengizinkan pelayanku untuk memberikan makanan mahal kepada gadis kampung sepertimu," jawabnya sembari tersenyum.

"Kampung? Aku tidak salah dengar? bukannya seharusnya terbalik ya?" balas Ainsley dengan nada intimidasinya.

"Berani sekali-" sahut Jeffrey.

"Dengar ya, sudahlah aku malas berdebat dengan anak-anak seperti kalian!" kata Ainsley sembari mengambil segelas minuman berisi jus apel dari meja jamuan. "Aku tidak butuh telur Caviarmu! Kusumpahi, kau akan dimakan monster telur ikan suatu saat nanti, Orion Dirgory!" rutuknya.

Orion mendengkus. "Dasar gadis kam-"

Orion menghentikan kalimatnya dengan tiba-tiba, setelah mendengar suara alunan musik yang tadinya klasik mendadak berubah menjadi remix.

Ainsley mengecek keadaan sekitar untuk memastikan apa yang sebenarnya terjadi. Semua tamu berkumpul di tengah-tengah mansion seakan-akan ingin melihat sesuatu yang cukup menarik.

"Selamat datang para hadirin semua! Sekarang kita akan menyaksikan pertandingan Dance yang selalu ditunggu-tunggu di Kota Shea!" seru seorang gadis pembawa acara berusia sekitar 24 tahun yang sekarang tengah berada di pusat aula.

Ainsley segera berlari meninggalkan Orion, Jeffrey dan Boby yang masih terlihat kebingungan. Gadis itu berusaha menyaksikan apa dilihat para lautan manusia disana.

Beberapa kali Ainsley berjinjit dan bahkan melompat-lompat---demi melihat apa yang sedang terjadi. Bahkan ia rela berdempet-dempetan dengan para tamu.

Pada akhirnya, Ainsley berhasil melihat ke dalam pusat keramaian. Gadis itu terkejut bukan main ketika mendapati Isabel berada di tengah-tengah tamu. Bukan menonton pertunjukkan, melainkan sebagai objek yang disaksikan oleh para tamu undangan.

"Isabel? Sedang apa dia disana?" pikirnya.

Isabel dikelilingi oleh para tamu kelas atas. Sepupunya mengenakan pakaian seorang dancer. Saat ini, ia dihadapkan dengan sosok gadis anggun berambut coklat tua. Wajah si gadis terlihat cukup cantik dengan senyuman menawannya.

"Kita akan menyaksikan! Apakah Isabel Felton dapat mengalahkan Ratu Dance kita, Camila Dirgory?!"

"Camila Dirgory? Apakah dia cucu perempuan Tuan Robert?" pikir Ainsley tidak percaya. Ia menduga umur gadis bernama Camila itu seumuran dengannya.

"Pertandingan dimulai!"

Isabel mulai menggerakan tubuhnya layaknya seorang dancer berbakat. Gadis itu menari mengikuti alunan lagu remix dengan cepat dan gesit, disertai suara siulan dan tepuk tangan para tamu.

"Wahhh Isabel Felton sangat luar biasa!" puji salah satu tamu yang menonton.

Wajah Camila yang sedari tadi tersenyum mendadak memudar, menunjukkan perasaan tidak suka. Gadis Keluarga Dirgory itu mulai melompat dan menari bagaikan robot manusia. Bahkan, tariannya mampu menyaingi Isabel dengan begitu baik.

Camila dan Isabel menari bersama. Mereka bertarung memperebutkan kehormatan keluarga dan nama baik pribadi. Kedua anak itu menari sampai menguras tenaga.

Keringat sebiji jagung mulai berjatuhan dari dahi mereka. Keringat itu bahkan membasahi baju dance berwarna biru yang dikenakan oleh Isabel. Rupanya mereka berdua sengaja mengganti gaun pesta dengan pakaian dancer.

Siulan, tepuk tangan, dan gemuruh penonton mulai memenuhi seluruh penjuru mansion. Ainsley tersenyum, memandang sepupunya dari jauh.

"Semoga berhasil, Isa!" gumamnya pelan. Lalu, segeralah ia keluar dari kerumunan para tamu undangan.

Ainsley sebenarnya sangat ingin menyemangati dan menonton pertandingan Isabel, namun dia harus mengutamakan tujuannya untuk datang ke tempat ini terlebih dahulu. Gadis itu harus menyelesaikan teka-teki yang ditemukannya dari dalam jurnal.

Ainsley mengeluarkan jurnal milik sang ibu dari dalam kantongnya. Dibukalah buku berukuran tebal itu dengan perlahan. "Ya, benar! di halaman belakang Mansion Dirgory!"

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top