LIII. ✾ Bola Kegelapan ✾

Aku melihat bayangan aneh.

~•¤•~

Brakk!

Luke tersentak terkejut. Ketika siluet kegelapan milik Fis, merambat keluar dari dalam jubah pekatnya. Bayangan hitam itu dengan cepat bergerak---mengurung tubuh; Luke, Ainsley dan Hugo secara terpisah.

Ainsley dan Hugo, sama terkejutnya dengan Luke. Bayangan gelap milik Fis seakan-akan memiliki jiwa tersendiri. Siluet itu menyatu menjadi satu---membentuk beberapa kurungan---berukuran bola raksasa.

Anehnya, perangkap si pria berambut perak tidak berdampak pada tubuh Rasbeth.

"Sial!" umpat Hugo ketika menyadari tubuhnya juga ikut terkurung ke dalam bola penuh kegelapan.

Belum merasa puas, Fis mengeluarkan sekitar tiga belas sosok prajurit yang tubuhnya juga dibentuk dari siluet kegelapan hanya dengan pergerakan satu tangan saja.

Prajurit bayangan itu bergerak dengan cepat dalam wujud asap, mengelilingi tiga bola kegelapan yang dijadikan kurungan untuk Luke dan teman-temannya.

"Selamat datang kembali!" ucap Fis dengan seringaiannya. "Aku tidak menyangka, kalian berempat bisa melewati hutan penuh bisikan dengan mudah. Hebat! Hebat!" lanjut Fis sembari memberikan tepuk tangannya.

Ainsley menggeleng. Fis tidak seperti dugaannya selama ini. Pria berperawakan tinggi itu jauh lebih sakti dari apa yang Ia pikirkan.

Bagaimana bisa? Dia dengan mudah, melewati hutan gelap Wysperia seorang diri?

Fis tersenyum. Kemudian, ia melirik Rasbeth yang sedari tadi terdiam menunduk. "Kerja bagus Rasbeth, kau berhasil membawa mereka hidup-hidup ke dalam perangkapku," ujarnya.

Ainsley terkejut, Ia menoleh memandang Rasbeth. Begitupun juga dengan Hugo. Rasa tidak percaya tengah menghinggapi mereka berdua secara bersamaan.

"R-Rasbeth, apa maksudnya semua ini? Ah, aku tahu! Fis pasti sedang membohongi kami, bukan?" tanya Ainsley tidak percaya.

Rasbeth tidak menjawab. Ia terdiam cukup lama sembari mempertahankan posisi menunduknya.

"Rasbeth! jawab aku!" tegas Ainsley dengan nada yang ditinggikan. "Aku tidak percaya bahwa kau-"

"CUKUP!" bentak Rasbeth. "Ya, Aku sengaja membawa kalian bertiga ke tempat ini! Puas?!"

Sekali lagi, Ainsley dan Hugo terperanjat terkejut. Layaknya sebuah hantaman keras di dada, Rasbeth tega menipu mereka. Terutama Ainsley, penghianatan terasa begitu kentara baginya.

Hugo melirik Ainsley yang tengah menunduk dalam diam. Dia sedetik kemudian mengalihkan pandangannya---menatap kesal ke arah Rasbeth.

"Kau! apakah ini yang dinamakan balas budi?" ucap Hugo dengan nada sarkastiknya. "Betapa bodohnya dirimu!"

"Ya aku bodoh! Aku bodoh karena ingin menyelamatkan saudara yang sangat kusayangi! keluargaku satu-satunya! Semua ini adalah kesepakatanku dengan Fis! Dia merencanakannya sejak awal!" ucap Rasbeth menjelaskan. "Maaf semuanya, apapun yang terjadi kakakku lah yang terpenting. Kalian pasti paham maksudku," lanjutnya dengan nada melembut.

"Lantas beginikah caramu? apa yang akan kau katakan setelah berhasil menyelamatkannya? apakah dengan mengorbankan nyawa orang lain?" tantang Hugo, dia terlihat cukup marah saat ini.

"KAU TIDAK MENGERTI! DIA ADALAH HARTAKU SATU-SATUNYA! AKU AKAN MENGORBANKAN SEMUANYA UNTUK KAKAKKU!" ucap Rasbeth dengan lantang.

Nafasnya memburuh tidak karuan. Wajahnya memerah karena emosi. Keras kepala akan ambisinya membuat Rasbeth tidak tinggal diam. Dia akan melakukan apapun untuk saudaranya.

Fis tersenyum ramah. "Kemarilah Rasbeth!"

Rasbeth berjalan perlahan ke arah Fis yang tengah tersenyum tanpa arti. Wajahnya terlihat cukup tegang sekaligus marah.

Fis menepuk pelan pundak Rasbeth. "Tenanglah Rasbeth. Mereka yang bodoh, karena telah meragukanmu. Aku percaya padamu."

Ainsley menggeleng, wajahnya mendadak lesu. "Kupikir, kita adalah teman. Tapi, ternyata .... mungkin aku terlalu berharap begitu jauh. Sejak kecil, diriku tidak pernah merasakan seperti apa memiliki seorang teman. Orang-orang selalu menjauhiku, karena aku berbeda. Namun, kau tidak sama seperti mereka! Aku percaya padamu Rasbeth!"

Rasbeth tersentak terkejut setelah mendengar kalimat yang baru saja dilontarkan Ainsley. Namun, Ia berusaha menepisnya.

"Wah! Wah! Drama yang sungguh menyayat hati," potong Fis. "Aku sangat tersentuh, tapi sayangnya sudah terlambat. Kalian telah masuk ke dalam perangkapku, bukankah begitu Nona Felton? Oh, atau bisa kusebut putrinya Ariadna?"

Ainsley terdiam. Dia tidak mampu menjawab.

Luke menepuk tangannya secara tiba-tiba. Membuat semua makhluk yang berada di sana---terdiam---menoleh ke arahnya.

Dia duduk bersila di dalam bola kegelapan. Mata merahnya yang tajam bergantian memandang Rasbeth dan Fis. Sedangkan bibirnya---tersenyum---tanpa adanya perasaan takut ataupun menantang.

"Bravo! Bravo! pertunjukkan yang sungguh spektakuler! Heh?" seru Luke dengan aksen jenakanya. "Oh iya, bukankah Fis adalah aktor berbakat? Aku sungguh tidak menyangkal hal itu?"

Fis menyeringai. "Astaga! bagaimana bisa, aku nyaris melupakan keberadaanmu?" balasnya dengan nada yang dibuat-buat. "Drama persahabatan ini sungguh membuatku terhanyut ke dalamnya. Hingga melupakanmu, Remus."

"Tidak masalah, ngomong-ngomong dirimu tidak terlalu mendalami peran, Fis. Kusarankan, sebaiknya kau harus ekstra latihan setelah ini. Aku pun tidak merasa tertipu."

"Sudah kuduga, pesulap tidak mudah disangkal," kata Fis. "Kau telah menyadari rencanaku sejak awal rupanya."

"Tentu saja, terima kasih atas pujiannya," kata Luke dengan bangga. "Kalau dilihat-lihat, kau sungguh lucu, Fis. Seharusnya raja sepertimu, membawa pasukan pembunuh sekarang. Jika seperti ini, Aku bisa menghancurkan perangkapmu dalam sekejap," ucapnya mengoceh sembari melirik Fis yang tidak membawa pasukan andalannya sama sekali.

Fis sekali lagi menyunggingkan senyumannya. Manik hitam penuhnya, menatap tajam ke arah Luke. "Remus ... Remus ...," celotehnya.

Fis melangkahkan kedua kakinya yang panjang---mengelilingi tiga perangkap buatannya.

Dia terlihat cukup tenang dengan senyuman liciknya. Ainsley dan Hugo hanya saling menatap secara bergantian ketika mata hitam penuh Fis, melirik mereka satu per satu.

"Sepertinya, isi kepalamu itu sudah rusak karena terlalu lama berada di dalam penjara ilusi, Remus," balasnya. "Kau lupa? tanpa topi pesulap, kekuatanmu tidak bisa disandingkan lagi dengan para Forton. Bahkan kau sungguh tidak layak menjadi penjaga Kota Shea."

Kalimat penghinaan yang dilontarkan Fis, membuat para prajurit bayangan tertawa. Seakan-akan turut serta menghina Luke.

Fis yang semula tersenyum, mendadak marah tatkala suara tawa prajurit bayangan---terdengar begitu mengusik.

"DIAM!" marah Fis kepada ketiga belas prajurit bayangannya. Para siluet kegelapan itu pun berhenti tertawa sembari menunduk diam.

"Kau terlalu meremehkanku, Fis. Jangan sampai terkejut ketika karya seniku berhasil menghancurkan perangkapmu, heh!" seru Luke.

Luke dengan begitu percaya dirinya mengangkat tangan kanannya ke depan---menyentuh perangkap milik Fis yang masih diselimuti siluet hitam---Ia memejamkam kedua matanya, layaknya berkonsentrasi terhadap sesuatu.

Fis hanya bisa menyimak, tanpa menunjukkan ekspresi apapun. Sedangkan Ainsley dan Hugo terdiam menunggu---berharap Luke tidak menimbulkan masalah.

Sedetik kemudian, Ia berubah wujud menjadi Asmodeus. Tubuhnya membesar secara perlahan. Membuat semua makhluk yang berada di sana---terdiam takjub---bahkan salah satu dari prajurit Fis, ada yang tertawa tanpa sebab.

Namun sayangnya, belum sampai menyentuh pembatas kurungan, wujud jelmaan Luke yang legendaris kembali menciut. Kekuatannya mendadak lenyap.

"Hei! Ayolah! aku baru menggunakannya selama lima detik!" kesal Luke pada dirinya sendiri ketika tubuhnya kembali seperti semula.

Fis tertawa. Suaranya terdengar menggema hingga menggetarkan tanah.

Ia secara tiba-tiba menghilang menjadi asap, lalu berpindah tempat di hadapan Luke. Dia mencekik sang pesulap! Tangannya menembus masuk ke dalam dinding bola kegelapan.

"LUKE!" pekik Ainsley terkejut. Ia tidak bisa membiarkan sang pesulap mati di tangan Fis. Kekuatan laki-laki ilusi itu sedang melemah saat ini.

"Berhenti bermain-main! Sudah waktunya kau kembali ke dalam penjara ilusi, Pesulap!" ucap Fis.

Luke menyeringai bersamaan dengan nafasnya yang terputus-putus. "Kau tidak pernah berubah, Fis," katanya serak.

Ainsley mencoba untuk memutar otaknya. Ia harus menyelamatkan teman-temannya sebelum terlambat. Tapi, bagaimana caranya?

"Rasbeth, berikan aku kekuatanmu!" seru Fis tiba-tiba.

Ainsley terkejut. Begitupun juga dengan Luke dan Hugo. Sedangkan Rasbeth, gadis itu masih saja terdiam mematung di belakang Fis.

"Baiklah, Fis," jawab Rasbeth. Kedua matanya terlihat kosong, tidak ada semburat kehidupan yang tersirat di wajahnya.

"Rasbeth, jangan lakukan itu! Kau bisa mati!" pekik Ainsley mencoba memperingatkan Rasbeth.

Namun percuma saja, seberapa keras Ainsley memperingatkan, Rasbeth tetap pada pendiriannya yang teguh. Ia tidak lagi peduli dengan hidupnya.

"Rasbeth!"

"BERISIK!" marah Fis sembari menembakkan siluet bayangannya pada Ainsley dengan sekali hempasan.

Untungnya, kekuatan Fis melesat ke tempat lain. Namun, nyaris mengenai jantung Ainsley.

Fis melepaskan cengramannya dari leher pesulap. Membuat Luke kembali bernafas dengan normal.

"Luke, kau tidak apa-apa?" tanya Ainsley, menggunakan telepatinya. Perasaan khawatir, tersirat jelas di wajahnya yang teduh.

"Jangan mengkhawatirkanku Tricks, justru aku khawatir dengan kalian berdua. Kau dan Pangeran harus segera pergi dari tempat ini!" jawabnya dengan menggunakan telepati.

"Apa yang kau katakan? Jika kita pergi, kau akan terkurung lagi! Fis sengaja melakukannya, agar Ia dengan mudah menghancurkan Kota Shea! Apapun yang terjadi, kita harus keluar bersama-sama!"

"Kau terdengar seperti ibumu, Tricks," sahut Luke sembari tersenyum. "Terlihat sangat mirip."

"Lupakan tentang itu! Bukan saatnya berpikir tentang ibuku!" kesal Ainsley. "Luke, jika kita berbicara seperti ini, apakah Fis bisa membaca isi pikiranku sepertimu?"

"Sebenarnya bisa, tapi kau tenang saja. Telepati ini tidak bisa didengar oleh Fis."

Fis berjalan ke arah si pengendali api racun. Pria bersurai perak itu membuka mulutnya lebar-lebar. Lalu, dihisaplah sebagian kekuatan Rasbeth.

Warna matanya sekejap berubah menjadi merah darah. Bertanda, bahwa jiwa Rasbeth berhasil diserap.

Setelah sebagian kekuatan Rasbeth berhasil dihisap, gadis itu tumbang ke tanah. Namun, ia tidak mati. Karena jiwanya hanya diambil sebagian.

"Jiwa yang lezat!" Fis tersenyum. Bola matanya kembali menghitam. "Setelah sekian lama menunggu, akhirnya aku bisa menyerap kekuatan api racun! Seperti dugaanku, aliran api milikmu semakin meningkat. Tidak ada ruginya aku memenjarakanmu begitu lama."

Rasbeth berusaha beranjak bangun---menahan rasa lemah yang ditunjukkan tubuhnya. "Fis, aku sudah mematuhi semua kemauanmu. Sekarang aku harap, Kau membebaskan kakakku."

Fis melirik Rasbeth. Ia tersenyum, lalu tertawa meratapi.

"Kenapa kau tertawa?" tanya Rasbeth tidak mengerti.

"Astaga, bagaimana bisa aku melupakan hal itu!" ucapnya dengan nada melembut. "Aku lupa memberitahumu, Depeto sudah mati sebelum kau dikurung di dalam kastil hitam. Aku terlalu bersemangat menyerap kekuatannya. Sayang sekali ya?"

Rasbeth tersentak kaget. Wajahnya menggelap. Pupuslah semua harapannya. Kakaknya telah pergi untuk selamanya. Lalu, Fis tengah menipunya!

"K-kenapa kau menipuku?" ucapnya dengan tatapan menggelap.

"Aku tidak menipumu, Rasbeth. Kesepakatan kita terjalin setelah kakakmu mati. Aku bahkan hampir melupakannya. Ngomong-ngomong, terima kasih atas semuanya. Berkatmu, Pesulap dan teman-temannya berhasil terperangkap," kata Fis seraya tertawa.

"KAU HARUS MEMBAYAR SEMUA INI FIS!" marah Rasbeth. Gadis itu dengan cepat melompat dan menyerang Fis. Tak lupa, Ia menembakkan api racunnya---walaupun tidak sempurna seperti sebelumnya.

Fis menyeringai. Ia menepis Rasbeth dengan menggunakan satu tangan.

Karena kekuatan Fis yang telah meningkat, Rasbeth pun terlempar jauh hingga lima puluh meter lebih.

Tanpa kenal patah semangat, Rasbeth beranjak bangun dari sisi lemahnya. Darah secara perlahan menetes dari keningnya. Ia terluka berat dalam sekali hempasan.

Rasbeth melompat cepat ke arah yang berbeda dari sebelumnya. Namun, sekali lagi Fis menang telak.

Tubuh Rasbeth terlempar jauh karena tekena hempasan tangan Fis. Dia berusaha bangun, namun kekuatannya semakin melemah. Ia pada akhirnya ambruk ke tanah.

"RASBETH!" panggil Ainsley dengan perasaan sedih, ketika menyaksikan pemandangan tak manusiawi di hadapannya. Rasbeth tidak lagi terbangun. Ia tewas.

Ainsley tidak bisa menangis. Walaupun rasa sedih tengah menghinggapi dirinya. Ia terlanjur takut. Takut pada kekejaman Fis.

"Kekuatan Fis telah berlipat ganda," gumam Hugo setelah menyaksikan tubuh Rasbeth yang tak kunjung terbangun. Kedua mata emeraldnya secara tidak sengaja menangkap Portal Paralel yang kian menghilang. "Ainsley, kita harus segera keluar dari tempat ini! Portalnya sebentar lagi menghilang!" bisik Hugo dari kurungan sebelah.

Ainsley menoleh, memandang Portal Paralel. Seperti yang dikatakan Hugo sebelumnya, portal tersebut kian menghilang.

Ainsley mendesah pelan. "Gunakan telepatimu!" bisiknya.

"Iya maaf."

"Kau benar, tapi kita harus membuka kurungan ini terlebih dahulu," balas Ainsley dengan menggunakan telepati.

"Kita tidak perlu membukannya," kata Hugo dengan telepatinya.

"Lalu? apa yang harus kita lakukan?"

"Merusaknya," jawab Hugo.

"Apa?!"

Laki-laki berjubah hitam itu melompat gesit---berusaha menghancurkan perangkap milik Fis---dengan menggunakan tembakan listriknya. Ainsley pun dibuat terkejut karena tindakan Hugo yang begitu gegabah.

Bola perangkap berhasil dirusak oleh Hugo, membuat semburat bayangan gelap keluar dan menyebar tak menentu arah.

Fis menoleh ke arahnya. Wajahnya tidak memberikan ekspresi apapun. Ia seakan-akan menyimak kelakuan Hugo dari kejauhan.

Hugo menyeringai. Namun, senyumannya memudar tatkala prajurit bayangan mendadak menangkapnya.

Dia terkejut. Prajurit berwajah rata yang hanya memiliki mulut itu menyerangnya secara ramai-ramai sembari tertawa. Tapi, bukan Hugo namanya jika kalah dalam satu babak pertandingan.

Hugo melompat dengan cepat, menghindari kerumunan prajurit bayangan tak berwajah. Ia sekali lagi, menembakkan petirnya kepada mereka.

"Hanya makhluk pengecut yang menyerang anak kecil secara ramai-ramai," ledek Hugo.

Namun sayangnya, prajurit bayangan juga sangat cepat, kelincahan Hugo bisa ditandingi oleh mereka. Sekali lagi, si jubah hitam tertangkap.

"Lepaskan aku! Makhluk-makhluk bodoh!" kesal Hugo berusaha memberontak, ketika kedua tangannya dicengram kuat oleh para prajurit tak berwajah.

"Bawa dia ke sini!" perintah Fis kepada para prajurit ciptaannya.

Mereka membawa Hugo dengan kasar ke hadapan Fis.

Fis memandangnya. Hugo membalas tatapan gelap itu dengan tajam. Tersirat kemarahan yang jelas pada wajah si jubah hitam.

Fis tersenyum, lalu berbalik badan meninggalkan Hugo. "Lakukan sekarang!" ucapnya memberi perintah.

Secara tiba-tiba, Hugo merasakan nyeri pada kepalanya. Tubuhnya mendadak melemah. Ia pun terjatuh berlutut.

Hugo terkejut, begitupun juga dengan Ainsley dan Luke.

"A-Apa yang terjadi pada tubuhku?" tanya Hugo tidak percaya. Tubuhnya bergetar, kekuatannya menghilang dalam sekejap.

Fis menyeringai, ketika menyadari dampak fatal yang diakibatkan para prajurit bayangannya. "Hugo, mantan jendralku, kau sungguh naif. Kekuatanmu sedang diserap oleh mereka. Memang sedikit membuatmu lemah. Tapi tenang saja, itu tidak akan sakit."

"KEPARAT KAU FIS!"

"Jangan menghinaku seperti itu, Aku tidak melakukan apa-apa. Oh, apakah ini yang dinamakan karma? Karena seorang jendral telah mengkhianati tuannya?" ujarnya dengan nada yang dibuat lelucon. Ia kemudian tertawa karena kata-katanya sendiri. "Sayang sekali, aku pikir kau memiliki kekuatan petir sehebat ayahmu. Ternyata, perkiraanku salah."

"FIS!" pekik Hugo serak.

Hugo berusaha memberontak. Tetapi, para prajurit bayangan lebih gesit dari yang Ia kira. Tubuh laki-laki itu pada akhirnya ambruk ke tanah. Wajahnya memucat. Kekuatannya hampir terkuras habis.

"HUGO!" pekik Ainsley sembari memukul dinding bola kegelapan  miliknya. "FIS SIALAN!"

Fis menggosok telinganya pelan. "Kau berisik sekali, Nona Felton!"

"Hentikan Fis!" tegas Luke. Suara beratnya terdengar lantang. Membuat; Fis, Ainsley dan Hugo tersentak terkejut. "Mereka berdua tidak ada hubungannya denganmu! Aku lah yang kau cari!"

Hugo berteriak lantang. "Luke! Kau tidak bisa-"

"Tidak, Pangeran. Kau dan Tricks terjerat masalah karena diriku! Aku tidak ingin, kalian berdua bernasib sama seperti Ariadna dan Harold," ujar Luke. Kali ini Ia terlihat cukup serius.

Fis mengisyaratkan tanda kepada para prajuritnya untuk membebaskan Hugo.

Hugo pun terbebas dari jeratan para bayangan kegelapan. Kondisinya terlihat sangat lemah saat ini. Jika terlambat sedikit saja, Ia bisa dinyatakan tewas.

Fis tertawa. "Reuni yang begitu pas ya, Remus? Aku sangat suka kepasrahan!" ucapnya sembari mencekik leher Luke dengan tiba-tiba. Kali ini, cengkeraman Fis lebih kuat dari sebelumnya.

"LUKE! LAWAN DIA! AKU YAKIN KEKUATANMU SUDAH TERKUMPUL!" pekik Hugo berusaha beranjak bangun, mencoba untuk melawan rasa lemahnya.

"DIAM JENDRAL!" marah Fis.

"K-Kau ingin mengurungku lagi? silakan!" kata Luke dengan nafas terputus-putus.

"Bagus, tapi sekarang aku sudah berubah pikiran," jawab Fis.

"L-Lalu, apa maumu?" tanya Luke tidak mengerti. Kalimatnya patah-patah. Ia pun hampir kehabisan nafas kehidupan.

"Aku ingin kau mati."

NOTE DARI DUNIA LAIN:

Hai! Trickmores! tidak terasa AT sudah menginjak bab 53 🎉 YIPPYY! Terima kasih atas bantuan kalian semua!

Oh iya, jangan lupa tinggalkan komen yang lucu-lucu ya. Biar aku tetap semangat nulisnya ;)

Ty

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top