IX. ✾ Pencuri ✾

Kata ayah, jangan pernah percaya dengan orang yang baru kita temui

~¤•¤~

Ainsley memberontak di dalam dekapan laki-laki asing itu. Meskipun kalah kuat, Ainsley tidak mau menyerah. Dia berusaha menggunakan otak cemerlangnya di dalam situasi sulit agar bisa terbebas dari tempat ini.

Bagaimana nasib Tuan Felton jika cucunya hilang? Atau bagaimana jika Ainsley dibunuh lalu organ tubuhnya diambil dengan paksa dan dijual secara ilegal? Hal-hal itu masih terus berputar diatas kepalanya jika detik ini ia diculik.

Ketika dirasa dekapan laki-laki asing itu mulai sedikit melonggar. Tanpa menyia-nyiakan kesempatan, Ainsley langsung menggigit tangan si bertudung hitam dengan keras. Dia membayangkan jagung bakar disaat melakukan aksinya.

Si jubah hitam mendelik kaget. "ARGHHH," pekiknya kesakitan seraya melepaskan Ainsley. Lalu dengan spontan, dia berjalan mundur kebelakang. Tudungnya tidak sengaja terbuka, memperlihatkan rambut hitamnya yang rapi kian memutih karena butiran salju.

Ainsley dengan cepat berbalik ke belakang, kemudian mengambil sapu lidi yang bertengger manis di bawah pohon.

"Dasar penculik!" umpat Ainsley sembari mengacungkan sapu lidi kepada si penculik yang dimaksud.

Wajahnya tidak terlihat, dikarenakan suasana yang sangat gelap dan hanya diterangi lampu-lampu dari dalam mansion. Tapi dia yakin, bahwa laki-laki dihadapannya ini masih remaja atau bisa dibilang hampir seumuran dengannya.

"Diam! Bodoh!" ucap anak itu setengah berbisik.

"Apa?" tanya Ainsley heran.

Dia---si jubah hitam---dengan tangan terlatihnya, berhasil menarik Ainsley secara paksa ke dalam semak-semak tanpa meninggalkan sedikitpun suara dedaunan.

"Lep---"

"Ssttt," bisiknya. "Kau tidak lihat? ada dua orang dengan mulut tertutup masuk ke dalam mansion?!"

Ainsley terdiam setelah mendengar perkataan si jubah hitam. Sama seperti yang dilakukan olehnya, Ainsley menolehkan kepalanya ke arah mansion. Sorot matanya membidik dua orang pria yang setengah wajahnya tertutup, berusaha menerobos masuk ke dalam istana megah Dirgory. Jika dilihat lebih detail, mereka membawa kantung plastik yang sangat besar.

Laki-laki yang belum diketahui namanya itu menghela napas lega, lalu beranjak keluar dari dalam semak-semak. "Kau ini bodoh atau apa? Untung saja dua pencuri tadi tidak melihatmu!" katanya blak-blakan.

Dia bergerak maju sedikit ke depan, sehingga wajahnya terkena pantulan cahaya dari dalam mansion. Ainsley terdiam mematung, memandang keseluruhan rupa laki-laki dihadapnya. Iris mata hijau tajam bak batu emerald, hidung mancung, bibir tipis, rahang yang tegas dan kulit berwarna kuning langsat. Satu kata untuk semua ini, sempurna.

Jika anak perempuan lain berada di posisi Ainsley, mereka sudah dipastikan mimisan berat setelah menatap wajah laki-laki itu meskipun hanya satu detik.

"Hey, aku bertanya padamu!" ucap si tampan, eh maksudnya jubah hitam dengan ketus.

Tersadar dari lamunannya, Ainsley kembali memusatkan fokus pada laki-laki dihadapannya. "Ah, maaf. kau mengatakan apa tadi?"

"Lupakan!" jawabnya seraya berkacak pinggang. "Dan juga, singkirkan tatapanmu itu dari wajahku, bocah!"

Ainsley secara spontan memalingkan wajahnya. "Siapa yang lihat kamu hah? Aku memandang tokek di atas pohon kok!" ucapnya berbohong."

Hening. Laki-laki berjubah hitam itu masih menatap Ainsley dengan tatapan curiga.

Ainsley mendengkus. "Terima kasih dan maaf atas tanganmu yang kugigit," ucapnya tiba-tiba sembari melirik laki-laki di hadapannya sekilas. "Lagi pula, kau terlihat mencurigakan."

"Hey, jangan memikirkan diriku! Pikirkan saja keluargamu di dalam."

"Oh, astaga! Keluargaku! Bagaimana bisa aku melupakan mereka!" pekiknya tersadar. "Kalau sudah seperti ini, aku harus menyusun rencana C untuk melakukan penyerangan. Tidak! rencana itu tidak akan berhasil untuk dua pencuri. Terus apa yang harus kulakukan?!" Ainsley terkena serangan panik, dia berusaha memikirkan strategi yang pas untuk menyelamatkan orang-orang.

Si jubah hitam terdiam, lebih tepatnya tidak menggubris ocehan Ainsley. Dia merogoh ponsel miliknya dari dalam saku celana. Kemudian menekan tombol sesuatu di sana."Halo polisi, dua pencuri berusaha menerobos masuk ke kediaman keluarga Dirgory. Cepatlah datang!" ucapnya pada ponsel otomatis.

Pip.

Laki-laki itu langsung mematikan ponselnya dan memasukannya kembali ke dalam saku. Lalu, melirik Ainsley yang mendadak terdiam. "Kenapa kau hanya berdiri saja di sini? Bukankah keluargamu masih berada di dalam? Polisi akan datang sebentar lagi. Jika aku jadi dirimu, akan kuselematkan mereka sebelum polisi datang."

"Aku tahu itu! Kau tidak lihat, aku sedang menyusun strategi!"

Si jubah hitam terkekeh lirih. "Kau tidak perlu memikirkan rencana untuk menyelamatkan orang banyak. Lakukanlah langsung dengan pergerakan," ujarnya sembari memanjat pagar yang berada tepat di belakangnya. Dia melirik Ainsley sejenak, lalu menghadiahi senyuman licik sebagai salam perpisahan.

"Hey, apa yang---"

"Ah, sepertinya arlojiku sudah ketemu," ucapnya seraya memamerkan jam tangan berwarna hitam miliknya kepada Ainsley. "Aku akan pergi. Semoga kita tidak bertemu lagi."

"Apa?! Tapi---"

Dia dengan sigap, melompat keluar dari atas pagar, kemudian berlari menghilang memasuki deretan pepohonan cemara. Ainsley terdiam melongo tidak percaya, setelah menyaksikan tingkah aneh orang tadi.

"Langsung dengan pergerakan?" gumam Ainsley mengulangi kalimat si jubah hitam. "Oh iya pencurinya!"

🎪

Isabel menari memutari Miya Baltimore. Kemudian, melompat dengan anggun ketika tempo musik melambat. Miya dan Camila pun juga melakukan hal demikian. Gerakan mereka sungguh indah. Lalu, tidak berlangsung lama, lagu terhenti disertai suara gemuruh penonton dan tepuk tangan. Menandakan bahwa pertunjukan telah berakhir dengan baik.

"Wah-wah, pertunjukan pada malam ini sungguh spektakuler! Saya pun sangat takjub, menyaksikan dance sebagus itu! Oke, menurut pengamatan kedua juri disamping saya. Pemenang dance malam ini adalah-"

"Diam di tempat!! Atau kami akan menembak kalian!"

Tuan Robert yang sedari tadi asik menonton pertarungan dance cucunya---Camila---secara spontan menyemburkan minuman anggurnya ke wajah Tuan Felton karena terkejut.

"Robert!" geram Tuan Felton kaget, ketika semburan anggur itu mengenai matanya.

Di situasi yang sama, dua pencuri kelas rendah menerobos masuk ke dalam kerumunan para tamu, salah satunya melesatkan tembakan ke atap mansion. Semua orang di tempat itu berlari berhamburan, bahkan beberapa dari mereka berteriak histeris.

"Diam! Angkat tangan! Serahkan barang-barang kalian, cepat!"

Para tamu tanpa berpikir panjang lagi, segera mengangkat tangan dan berlutut. Tidak sampai disitu, ternyata dua pencuri lainnya berhasil masuk dengan memecahkan jendela mansion. Kini, terdapat empat penjahat di dalam aula pesta. Sialnya, mereka berempat sama-sama membawa senapan.

"Kerja bagus. Hey, cepat rampas semua barang-barang mereka!" perintah si pemimpin pada ketiga anak buahnya.

"Siap, Bos!"

Para penjahat berjalan berpencar. Dengan bermodalkan senjata, mereka bertiga berhasil menjarah perhiasan, emas dan barang berharga lainnya dalam satu menit.

"Ambil saja semuanya! Ambil! Aku masih memiliki kekayaan yang banyak. Tapi, kumohon jangan bunuh aku," ucap salah satu tamu pria bertubuh gempal, yang diduga adalah investor emas. Ketakutannya semakin menjadi-jadi, ketika ujung senapan menempel di lehernya.

Namun, keheningan tak mampu bertahan lebih lama, ketika Orion dengan begitu beraninya memberikan tepukan tangan. Bahkan, dia melakukannya tepat di belakang pemimpin penjahat.

"Bagus-bagus, aku suka dengan aksi tipuan ini," ucapnya sembari memamerkan senyuman ramah. Tepukan tangan itu memecah keheningan, sontak membuat mata para tamu membidiknya.

"Astaga, apa yang tengah dilakukannya?!" gumam Tuan Robert setengah berbisik.

"Kau cari mati ya?" ucap si pemimpin seraya berbalik badan. Wajah marahnya mendadak sirna, ketika matanya menangkap sosok Orion tak jauh dari tempatnya berdiri. "Ckck ... Orion, penerus kekayaan murni keluarga Dirgory, hmm? Ah, aku berubah pikiran. Bagaimana kalau kita menculik bocah ini saja? Bukankah harganya akan sangat mahal? Lihat saja pakaiannya itu," idenya.

Para penjahat tertawa terbahak-bahak setelah mendengar kalimat panjang si pemimpin. Bahkan ketiganya sudah siap sedia mengepung Orion.

"Hey Robert, apakah kau tidak berniat menyelamatkan cucumu?" bisik Tuan Felton.

"Untuk apa? Justru, aku takut kalau dia berhasil membuat para penjahat itu babak belur."

"Kalian bercanda? Mau menculikku dengan menggunakan senjata mainan?" ledek Orion.

Si ketua penjahat menyeringai. "Sayang sekali, tapi ini senjata api sungguhan."

"Dia benar, Bos. Ini hanya senjata main-" Belum sempat melanjutkan kalimatnya, si pencuri kedua telah disumpal mulutnya oleh rekan sesama penjahatnya.

"Diamlah!" geram si pemimpin pada anak buahnya yang jujur.

Tanpa menyia-nyiakan kesempatan, Orion dengan tubuh terlatihnya berhasil menarik tangan si pemimpin, lalu meninjunya tepat di wajah. Kemudian membantingnya ke belakang. Aksi tak terduga itu, membuat para tamu terkejut.

Orion menyeringai. "Sudah kubilang, bukan? Kalian tidak bisa menculikku dengan senjata mainan."

Menyadari pemimpin mereka diserang, ketiga penjahat lainnya berusaha menyerbu Orion. Namun, usaha itu gagal tatkala Jeffrey turut terjun dalam pertempuran.

Ainsley baru saja tiba di dalam mansion, bertepatan dengan kekacauan yang disebabkan oleh para pencuri, Orion dan Jeffrey.

Agar tidak tertangkap basah, dia bersembunyi dibalik dinding koridor. "Astaga terlambat!" gumamnya. "Apa yang harus aku lakukan!"

Sorot mata Ainsley tanpa sengaja tertuju pada langit-langit istana Dirgory. Lebih tepatnya, ke arah lampu besar berbentuk kurungan. Senyuman penuh kemenangan mendadak tercetak di wajahnya. "Aku mendapatkan ide."

Di waktu bersamaan, Jeffrey meladeni pencuri kedua dan keempat, sisanya Orion yang bertanggung jawab untuk mengurus mereka. Walau tak sehebat Orion Dirgory, Jeffrey dengan teknik bela dirinya berhasil meringkus dua penjahat dalam waktu lima menit saja. Lalu, mengikatnya dengan menggunakan tali.

"Kalian sangat lemah! Jatuh setelah terkena enam kali pukulan," kata Jeffrey mengejek.

Di sisi lain, pencuri ketiga berhasil dibuat babak belur oleh Orion. Sadar, bahwa dirinya sedang terdesak, ketua penjahat segera mengambil pistol dari sakunya, lalu mengacungkannya kepada Orion. Kali ini, senjata api sungguhan.

"Sudah selesai bocah!" ucapnya sembari menyeringai.

🎪

Ainsley bergegas pergi menuju ke lantai dua mansion. Rencananya, dia akan menjatuhkan lampu raksasa berbentuk kurungan tadi ke si pencuri. Toh, dengan taktiknya ini, Orion dan Jeffrey jahanam akan terselamatkan. Yah, seharusnya para bangsawan dibawah sana turut membantunya. Tapi, mau bagaimana lagi? Mereka semua pada dasarnya takut.

"Jika dipikir-pikir, lampu hias semacam ini selalu ditarik oleh tali, agar terpajang indah diatas langit-langit," gumam Ainsley. "Berarti yang harus kulakukan sekarang, yakni memotong talinya!"

Beruntungnya, Ainsley yang sekarang berada di lantai dua tanpa sengaja menemukan tali lampu di ruangan seberang. Sialnya, ruangan yang dimaksudkan itu tidak memiliki jalan akses. Satu-satunya pilihan agar bisa memasukinya yakni dengan memanjat tiang balkon.

"Aduh! Jika aku ke sana! Kupastikan diriku bisa mati terjatuh!" ucap Ainsley bingung. "Mungkin, aku harus mengganti rencananya."

"Langsung dengan pergerakan."

Ainsley teringat akan kalimat yang diucapkan oleh laki-laki berjubah di halaman belakang. Dia menghela napas panjang sesaat. "Benar, langsung dengan pergerakan."

Mata hitam Ainsley tanpa sengaja tertuju pada tirai gorden yang terpasang cantik di tiang mansion. "Ah, kenapa tidak menggunakan tirai gorden saja?"

Dia bergegas menarik tirai berwarna putih milik keluarga Dirgory, lalu mengayunkannya sebagai wujud dari pemanasan. Ia harus menyeberang ke ruangan sebelah, kemudian memutuskan tali yang menghubungkan lampunya.

"Oke, satu ... dua ...." Menggunakan kedua tangannya, Ainsley menarik tirai dengan penuh percaya diri. Dia menghela napas dalam-dalam sejenak. Matanya membidik target. "Tiga!" Ainsley melompat seperti tarzan. Kakinya seakan-akan terbang, bahkan dari atas sana, pemandangan para tamu yang ketakutan dapat dilihatnya dengan jelas.

Gorden itu sangat panjang. Sehingga, dapat mengantarkan Ainsley ke ruangan sebelah dengan selamat. "Syukurlah, berhasil," ucapnya lega.

🎪

Wajah Orion yang tadinya terkejut, seketika berubah menjadi tenang. Sorot mata abu-abunya tertuju pada lampu raksasa berbentuk kurungan yang hendak terjatuh. "Oh ya?" katanya mengejek.

"Berani sekali---"

Tanpa menunda-nunda lagi, Ainsley dengan cekatan melepaskan tali yang menghubungkan lampu raksasa di aula utama. Alhasil, benda berbentuk kurungan itu ambruk tepat diatas si pemimpin.

Pemimpin pencuri yang berada di bawah, mendongkak ke atas. Terkejutlah dia, ketika lampu kurungan yang awalnya menggantung indah di atas sana, dalam sekejap ambruk ke arahnya. Saking kagetnya, ia melemparkan pistol ke lantai bersamaan dengan tubuhnya yang terkurung.

Brakk.

"Keparat!" geram si ketua pencuri.

Orion tersenyum dengan penuh kemenangan, "Bagus! Untung saja aku tidak mengganti lampunya."

Setelah aksi ambruknya lampu raksasa, semua orang yang berada di dalam aula pesta terdiam melongo takjub, bahkan beberapa dari mereka memotret Orion dengan menggunakan kamera ponsel.

Masalah tidak berhenti sampai disitu saja, tiba-tiba datanglah lagi pencuri lainnya atau bisa disebut pencuri kelima. Sadar bahwa teman-temannya telah diringkus, dia dengan pikiran kalut, menodongkan senjata kepada para tamu. "Angkat tangan cepat!" perintahnya dengan tangan bergetar.

"Apa! Aku pikir hanya empat pencuri." gumam Ainsley kaget.

"A-ayo! Cepat---"

Paangg.

Dengan kekuatan secepat kilat, panci goreng ajaib berhasil menyentuh wajah si pencuri kelima. Alhasil, penjahat itu pun ambruk ke lantai.

"Boby!" pekik Orion senang.

Boby---si pemilik panci goreng ajaib---tersenyum kepada kedua sahabatnya. "Astaga! Untung aku bawa panci," ujarnya bangga.

Para tamu yang sedari tadi menyaksikan aksi mereka, segera memberikan tepuk tangan meriah karena telah memberantas pencuri-pencuri jahat.

Jeffrey dan Boby tersenyum malu mendapat pujian dan tepukan tangan para tamu, berbanding terbalik dengan Orion yang memperlihatkan wajah terbiasanya.

Tuan Robert tersenyum. Beliau dengan langkah penuh percaya diri, berjalan menuju ke arah cucunya. Meninggalkan Tuan Felton yang masih berlutut sembari melongo tidak percaya. Bahkan saking kagetnya, Stefanus Felton menjatuhkan kue brownis yang baru saja dilahapnya ke lantai.

"Kakek sangat bangga, Orion kau-"

Tiba-tiba pintu depan istana Dirgory terbuka dengan kasar. Membuat Tuan Robert menghentikan kalimatnya secara spontan. Semua mata para tamu, tertuju pada pintu utama.

Lima polisi dengan senapan sungguhan, bergegas masuk ke dalam mansion. Beberapa diantaranya sudah mengacungkan senjata dari belakang. Sontak, membuat semua orang terdiam segan.

"Kami mendapat laporan, ada pencuri yang berusaha menerobos ke dalam kediaman Dirgory," kata salah satu polisi yang sekarang berada tepat di depan Tuan Robert.

"Ini Pak, kelima pencurinya," sahut Camila yang sekarang membuka suara.

Polisi yang berada di barisan terdepan itu mengangguk. "Tangkap mereka!" perintahnya.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top