IV. ✾ Kertas Misterius ✾

Aroma apel akan membuatmu lupa tentang masalah hidup

~¤•¤~

Ainsley duduk bersila dibawah pohon apel milik keluarga Felton yang letaknya sedikit jauh dari rumah. Kedua tangannya menumpu pipi sembari bermuram durja. Gerutuan pelan terdengar begitu mengusik menyaingi angin. Bahkan, kucing liar berlari ketakutan setelah menatapnya.

Dedaunan yang telah berubah menjadi merah kecoklatan kian berjatuhan di atas rerumputan liar. Ainsley mendengkus kesal karena tak kunjung menemukan robekan kertas yang selama ini hilang dari jurnalnya.

Ainsley membuka buku jurnalnya sekali lagi. Dengan tekad kuat, dia berusaha kembali mencari petunjuk atas pertanyaan-pertanyaan yang selalu berada di benaknya.

"Ainsley! Kamu dimana?" panggil Isabel berulang kali, mencari keberadaan sepupu gilanya ke segala tempat. Gadis yang dicari lantas menoleh dengan sedikit terkejut.

"Isabel! Kenapa anak itu datang kemari?" pikir Ainsley setengah kaget. Dia berusaha kembali memasukkan buku jurnalnya ke dalam kantong.

"Ainsley! Keluarlah jangan ber-"

"Aku disini!" Ainsley melambai-lambaikan kedua tangannya kepada Isabel.

"Hey ... Sley, Kakek memanggilmu," kata Isabel dengan napas terputus-putus.

"Hah? Kakek? Untuk apa?" tanya Ainsley tidak mengerti.

Bukannya menjawab, Isabel justru menyandarkan diri di bawah pepohonan seraya memejamkan kedua mata birunya.

"Isabel!"

"Astaga aku capek. Karena kamu, aku harus bersusah payah berjalan jauh dari rumah," celetuk Isabel

Ainsley memutar bola matanya malas. Bagaimana bisa orang di sampingnya ini mengatakan hal-hal yang begitu manja, layaknya anak kecil berusia 5 tahun. Padahal jarak rumah ke pohon apel hanya terpaut 16 meter.

Isabel membuka kedua matanya, dia melirik Ainsley. "Kakek memanggilmu karena sudah waktunya jam makan malam, kau tidak lihat ini sudah sore?"

Setelah mendengar kalimat Isabel, Ainsley secara spontan menatap langit yang warnanya kian berubah menjadi oranye keunguan. Dia tidak menyangka waktu cepat berlalu akhir-akhir ini.

"Nah baru sadarkan? Ayo pulang! Aku sudah lapar," ucap Isabel seolah-olah tahu apa yang dipikirkan sepupunya. Tak lama kemudian, dia bergegas berdiri, lalu pergi mendahului Ainsley.

🎪

Berbagai makanan lezat telah tersaji di atas meja bertaplak putih. Mulai dari sup rumput laut hangat, tumis jamur, daging sapi panggang dan yang terakhir ... tentu saja coklat panas—hidangan yang paling disukai oleh Ainsley dan Isabel.

Nyonya Felton dan Bibi Clara sibuk mempersiapkan makan malam. Sedangkan anak-anak, duduk menghangatkan diri di atas karpet merah berbulu, menghadap perapian.

Kalau Tuan Felton tidak perlu ditanya lagi, pria tua itu pasti sedang berpacaran dengan korannya di atas sofa empuk yang letaknya berdekatan dengan Ainsley dan Isabel. Mungkin saja, beliau ingin bermain bersama cucu-cucunya tapi malu untuk mengutarakannya.

Dekorasi unik dan pohon natal pun juga sudah terpasang indah di rumah Keluarga Felton yang membuat nuansa malam ini menjadi begitu hangat.

"Sstt ... hey, Sley," bisik Isabel. Lagi-lagi sepupunya itu mencoba mengganggu waktu santainya di depan perapian.

Ainsley tidak langsung menjawab, dia terlalu sibuk pada buku Geografinya yang menurutnya lebih penting.

"Ainsley," panggil Isabel lagi.

"Hmm, kenapa?"

"Ada sesuatu yang ingin kuberitahukan padamu, bahwa besok ... Kota Shea akan turun salju," ucap Isabel dengan nada antusias di kata terakhir.

"Salju?" tanya Ainsley terkejut. Kini sorot matanya beralih pada Isabel. "Kau bilang salju?"

"Iya, kenapa ekspresi wajahmu seperti itu? Apakah di Surakarta tidak pernah turun salju?"

"Kau bilang akan turun salju?" tanya Ainsley sekali lagi. Dia sungguh tidak percaya.

"I-ya." Isabel sedikit bingung.

"Tidak mungkin, Indonesia hanya memiliki 2 musim. Musim kemarau dan hujan," ucap Ainsley menjelaskan

"Wah, tapi berbeda dengan kota ini. Kita dapat merasakan tiga musim. Yakni musim salju, kemarau dan hujan," kata Isabel yang hanya membuat Ainsley semakin bertambah bingung.

"Makan malam sudah siap!" seru Nyonya Felton, membuyarkan semua pikiran yang berada di benak Ainsley. "Ayo, anak-anak makan!"

🎪

Tidak terasa waktu telah menunjukkan pukul 22.32 malam. Isabel telah terlelap di alam mimpinya sembari mengigaukan kata 'boneka salju terbang' berulang kali.  Sedangkan Ainsley, dia masih terjaga di malam yang begitu sunyi.

Demi menyesuaikan waktu yang tepat untuk membuka buku jurnalnya lagi, Ainsley rela menahan rasa kantuk berlebihnya dengan harapan menemukan petunjuk lain. Namun, setelah beberapa menit berlalu ... alih-alih petunjuk, dia justru mendapatkan rerumputan kering sewaktu sore tadi di dalam bukunya.

Ainsley yang kesal, menyudahi membuka buku bersampul hitamnya. Gadis itu memilih untuk membuka buku Geografinya saja ketimbang mencari petunjuk yang tidak penting. Karena hanya pelajaran itulah yang dapat memusnahkan emosinya saat ini.

"Persetan dengan pesulap, aku tidak akan melakukan hal-hal yang ada sangkut pautnya dengan mitos lagi. Mereka itu tidak ada!" kesal  Ainsley.

Ainsley sibuk mengerjakan lima puluh soal dari buku dengan berbagai macam rumus yang bisa diselesaikannya dalam waktu 5 menit saja.

Ketika sedang asik-asiknya nengerjakan, Ainsley tanpa sengaja menyenggol buku jurnal sang ibu hingga membuatnya terbuka dan terjatuh di lantai.

Brakk!

Ainsley terperanjat kaget. Secara reflek, dia memeriksa Isabel agar tidak terbangun. Untungnya, Isabel masih tertidur pulas dengan suara dengkurannya yang membahana itu.

"Syukurlah, untung saja dia masih tidur," lega Ainsley.

Ainsley beranjak berdiri dari meja belajarnya, lalu mengambil buku jurnalnya yang terjatuh.

Ainsley terkejut, ketika sorot matanya tidak sengaja tertuju pada halaman jurnal yang menurutnya terlihat cukup aneh.

"Tunggu! Sejak kapan ada kertas kecil yang tertempel di halaman ini?" Ainsley mengambil buku jurnal hitam, kemudian meletakannya di atas meja.

Ainsley menyentuh pelan kertas putih polos yang tertempel di halaman jurnalnya. Jujur, dia sedari kemarin sudah membolak-balikan halaman buku itu berulang kali, tapi tidak  menemukan kertas apapun yang tertempel. Lalu, kenapa sekarang berbeda?

Seingatnya, Ainsley tidak pernah menempelkan benda tidak penting di dalam jurnalnya kecuali pada bagian sampulnya.

Sungguh aneh. Sepertinya, ada yang salah pada jurnal wasiat ini.

Ainsley dengan perlahan mengambil kertas kecil itu dari halaman jurnal sang ibu. Terdapat 2 kalimat yang tertulis di dalamnya.

Yang bertuliskan:

"Kau tidak tahu, bahwa bukan cuma dirimu saja yang memegang jurnal-jurnal ini di jagat raya. Semua jawabanmu akan terjawab sebentar lagi, Ainsley Felton."

Ainsley terkejut, wajahnya memucat seputih salju. "Sebenarnya, jurnal apa ini?"

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top