Luka..( Selesai )
Sepuluh tahun bukan waktu yang sebentar untuk mereka mengarungi bahtera rumah tangga. Tawa, canda dan bahagia mereka lalui berseling dengan marah, cemburu dan haru.
Aini memandangi suaminya yang tetap terlihat tampan dan gagah diusianya yang telah melewati empat puluh tahun. Dia juga menatap satu persatu anaknya. Danial yang sulung, mirip sekali dengan Papanya. Danissa gadis kecil cantik dan cerewet seperti dirinya dan Daniella bungsu imut yang manja, perpaduan antara Papa dan Mamanya. Aini mengulas senyum melihat keluarga kecilnya.
" Kenapa tersenyum sendiri, lagi mikir jorok ya?"
Pertanyaan Firman yang bernada bercanda membuat Aini memukul lengan kekar itu dengan wajah memerah.
" Siapa juga yang mikir jorok." Dengusnya. Firman tertawa pelan.
" Atau lagi mikir mantan yang kemarin ketemu ya, katanya dia duda tuh sekarang."
Aini cemberut. Firman menatapnya dengan mata mengedip lucu.
" Ga lucu deh. Lagian kenapa emang kalau dia duda?" Jawab Aini ketus.
" Siapa tahu masih punya hasrat." Ucapnya dengan senyum. Aini mendengus kesal.
" Hasrat gila." Desisnya sambil berlalu menuju dapur.
Firman membuntuti istrinya itu, dia kemudian menarik tangannya dan memeluk tubuh itu. Diciumnya lama kening istrinya penuh sayang.
" Aku hanya takut." Gumamnya.
Aini mengulas senyum lalu menengadah menatapnya. Tangannya mengusap lembut bulu bulu halus yang tumbuh di pipi suaminya.
" Aku mencintaimu, Mas."
Aini berjinjit untuk mencium bibir suaminya. Pria itu tersenyum dan membalas ciuman mesra istrinya.
" Aku pernah terluka dan aku tidak mau berbuat bodoh untuk melakukannya." Ucap Aini pelan.
" Aku yang pernah menghadirkan luka itu dan aku menyesalinya. Aku berjanji tidak akan pernah melakukannya lagi."
Firman merengkuh tubuh kecil itu. Lalu menciumi puncak kepalanya.
" Aku mencintaimu. Sangat mencintaimu, Mama." Ucapnya begitu lembut. Aini tersenyum.
Jika luka itu ada di hati, maka saat ini tidak terasa lagi. Semuanya sudah pergi. Luka lama itu tidak ada lagi di dalam diri Aini. Luka itu pergi. Semua sudah selesai.
" Kita pernah saling merasakan sakit. Berkubang masalah dalam keraguan. Lalu saling berbisik dalam kedukaan. Hingga tercipta satu luka dalam lara. Tangis tawa mengiringi memilih asa. Cinta yang terkembang pada akhirnya. Kasih sayang yang terkuak pada masanya. Lalu kemana peluh lirih dalam rasa luka. Pergi, entah terhempas bersama semilir angin, Atau terhentak di dera helaan waktu.
Tapi yang pasti duka itu telah pergi ..telah selesai."
Bisikan puitis Aini mengembangkan senyum di bibir Firman. Dia melumat bibir manis istrinya. Lalu mengendong tubuh kecil itu menuju kamar. Aini tergelak dalam gendongan suaminya.
" Mas, nanti anak anak..."
Aini tidak melanjutkan ucapannya. Dia melumat lagi bibir itu. Aini diam dan pasrah ketika tubuhnya diletakkan dengan lembut di atas kasur empuk. Lalu Firman beranjak mengunci pintu.
" Kata kata puitismu yang menyebalkan itu membuatku bergairah." Ucap Firman sambil berjalan menghampiri istrinya.
Aini tergelak dan semakin tergelak ketika tubuh suaminya menindihnya pelan.
" Tidak akan pernah ada lagi luka, sayangku. Jika pun nanti luka itu datang menghampirimu. Aku akan mengusirnya jauh jauh."
Ucapan Firman membuat Aini tersenyum.
" Aku percaya padamu."
Lalu Aini tidak merasa ragu lagi. Dia yakin bahwa Firman akan selalu membuatnya tersenyum. Kebahagian yang dihadirkannya bukan semu. Dengan adanya tiga orang anak di hidup mereka, itu sudah cukup menjawab semuanya.
END...
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top