Luka...( pergi )
Aini tidak pernah berhenti bersyukur. Kehidupannya dengan Firman berjalan mulus. Harmonis. Sampai rumah sederhana itu disemarakkan lengkingan tangis dan gelak tawa anak anak mereka.
Firman begitu bertanggung jawab memenuhi kebutuhan anak dan istrinya. Aini sendiri tidak diperbolehkan untuk bekerja, dia hanya fokus mengurusi anak dan suaminya.
" Aku ingin kau hanya disibukkan olehku dan anak anak saja."
Begitu ucapan Firman dihadapan Aini, ketika meminta istrinya itu untuk melepaskan pekerjaannya. Aini mematuhinya. Dia tidak bisa membantah. Firman tersenyum puas karenanya.
" Sayang, aku tidak suka kamu berpakaian seperti itu. Sayang, aku tidak suka kamu menatapi pria itu. Sayang..."
Itu sedikit protesan Firman yang jadi begitu pencemburu jika melihat istrinya sudah rapi dan cantik untuk bersiap pergi keluar rumah.
" Suamiku yang baik hati dan tampan, aku akan memintamu mengantarku. Jadi jangan takut akan ada yang mengambilku atau aku melirik lirik pria lain. Kau yang terbaik untukku."
Lalu jawaban Aini yang dengan suara pelan tapi bernada kesal membuat Firman tergelak. Pria itu akan segera memeluk dan menciumi pipi istri cantiknya.
" Aku mencintaimu, sayang."
Pernah suatu hari Firman terlihat marah. Wajahnya ditekuk dengan mata menatap nyalang ke arah Aini. Rahangnya mengeras dengan mulut terkatup rapat.
" Ada apa?" Tanya Aini dengan pandangan bingung dan cemas. Dia menghentikan kegiatannya, menyuapi anak anaknya.
Wanita itu mengekori suaminya yang berjalan tergesa ke kamar dan menutup pintunya. Aini mengerti, suaminya sedang marah. Untuk itu dia segera menitipkan anak anak ke pembantu yang ada di belakang rumah lalu bergegas menyusul suaminya. Dia membuka pintu perlahan lalu menutup dan menguncinya.
" Ada apa, mas?" Tanyanya. Tangan halusnya menyentuh pundak suaminya yang kini sedang tertelungkup di atas tempat tidur.
" Mengapa kau menemuinya, kau masih mencintainya?"
Suara serak dan sinis suaminya membuat Aini terkesiap. Dia mengerutkan keningnya.
" Menemui siapa?" Tanya Aini bingung.
Dia betul betul tidak mengerti. Dia mengguncang lembut tubuh besar suaminya.
" Kekasihmu itu, siapa lagi." Ucapnya ketus.
Firman kini membalikkan badan, terlentang memandang wajah istrinya yang mengernyit tak mengerti.
" Kekasih yang mana dan kapan?" Tanya Aini dengan nada sedikit keras.
" Ada berapa banyak memang kekasihmu?" Firman balik bertanya.
" Ya Allah, mas. Aku tidak pernah bertemu siapa pun. Aku selalu pergi denganmu. Kapan aku pernah pergi sendiri. Jangan cemburu dan marah gitu, ah. Siapa sih yang kasih laporan tidak jelas seperti ini?" Ucap Aini lembut, dia tidak mau melawan kemarahan suaminya itu dengan kemarahan. Padahal hatinya juga kesal. Suaminya ini kadang masih saja tidak percaya padanya.
" Tidak ada yang kasih laporan, tapi tadi aku ketemu Gery di pusat kota. Untuk apa dia di sana, jika tidak ingin bertemu denganmu atau mungkin kau malah sudah bertemu." Jawaban santai Firman membuat Aini memutar bola matanya.
" Astagfirullah, mas. Dengar suamiku, aku tidak akan jadi istri yang bodoh dengan melakukan hal seperti itu. Selain berdosa, aku juga tidak pernah berpikir seperti itu. Ya Allah, mas. Aku mencintai mas." Ujar Aini lembut dihadapan wajah suaminya.
Aini merebahkan tubuhnya di atas tubuh suaminya. Diusapnya lembut wajah berjambang itu. Lalu dengan manja dia mengecup lembut bibir suaminya yang masih cemberut.
" Papa Danial dan Danissa kalau marah jadi tambah ganteng. Bibir cemberutnya lucu jadi pengen dicium." Ucap Aini dengan kerlingan manja, dia tersenyum menggoda. Firman memejamkan matanya. Lalu menggeleng.
" Kau selalu membuatku tidak bisa marah." Ucap Firman pelan.
Dia selalu merasa kalah dan menyerah bila wanita cantik yang dicintainya ini bermanja manja. Dia lalu melumat bibir istrinya. Mengulum dan menyecapnya. Menghadirkan hasrat yang selalu tak bisa dia kendalikan bila berdekatan dengan wanita yang kini merebah manja di atas tubuhnya. Tangan Firman menanggalkan satu persatu pakaian yang dikenakan istrinya. Lalu melakukan hal yang sama pada dirinya setelah membalik tubuh istrinya menjadi berada di bawahnya. Dia siap menyalurkan hasrat yang telah dikendalikan gairahnya ketika bisikan manja nan lembut terdengar ditelinga.
" Hati hati ya, Pa. Ada calon anakmu lagi di rahimku."
Firman menatap Aini lalu mengangguk sambil tersenyum.
Luka..luka itu telah pergi, bisik Aini dalam hati dan Aini selalu berdoa agar tidak akan pernah lagi kembali. Selamanya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top