Luka Luka

Usapan lembut di pipiku membuatku terbangun. Aku menatap samar orang yang duduk dihadapanku dan mengusap usap pipiku dengan lembut.

" Gery.." Bisikku. Wajah itu kini terlihat jelas.

" Ai, aku disini. Maafkan aku." Ucap Gery lembut. Tangannya masih mengusap pipiku. Aku memegang tangan yang mengusap pipiku itu.

" Aku takut." Lirihku.

" Kamu sudah aman." Ucapnya lembut.

Aku menatap wajahnya yang lebam dan ujung bibirnya yang sedikit sobek. Aku mengusapnya lembut.

" Apa kamu baik baik saja. Kamu luka Ger."

Dia memegang tanganku lalu menggeleng. Dia membawa tanganku ke bibirnya dan mengecupnya lembut. Hatiku menghangat karenanya.

" Aku baik baik saja, yang tidak baik baik saja kamu. Lenganmu sobek kena pecahan botol. Pelipismu juga. Lenganmu kena jahitan banyak. Lukanya lumayan dalam."

Aku menatap mata bermanik hitam kelam itu yang terlihat begitu khawatir. Aku seolah mengulang masa lalu. Masa ketika kami dulu masih menjalin kasih. Tatapan itu masih sama seperti dulu, getaran terasa menjalari hatiku. Aku jadi merasa tidak karuan.

" Aku sangat takut sekali tadi. Aku takut kehilanganmu. Melihat matamu terpejam dengan tubuh penuh darah membuat dadaku sakit. Perasaan ini ternyata lebih sakit dari diputuskanmu dan melihatmu berjalan dengan lelaki sialan itu. Aku takut kamu.."

" Mati.." desisku

" Jangan bicara sembarangan sayangku." Ucapnya lembut.

Tangannya mengusap kepalaku. Satu hal yang selalu aku rindukan dari Gery dan tidak pernah dilakukan oleh lelaki...lelaki sialan, kata Gery. Aku mengulas senyum. Gery menatapku dengan senyum.

" Dimana kekasihmu?" Tanyaku tiba tiba. Aku teringat Minati.

" Dimana kekasihmu?" Gery balik bertanya.

" Gery, dimana Minati?" Tanyaku lebih jelas.

" Ai, dimana Firman?" Aku kesal mendengar pertanyaannya. Aku cemberut.

" Jangan menyebut namanya lagi." Ucapku ketus.

" Kenapa, bukankah dia lelaki terbaik." Gery menatapku dengan senyum. Aku kesal.

" Kenapa kamu meninggalkan Ladiany. Bukankah dulu kalian terlihat begitu bahagia?" Aku mengalihkan pembicaraan.

" Kamu mengawasiku?" Mata bagus itu mengerjap lucu.

" Tidak.." gelengku cepat.

" Memperhatikanku?" Tanyanya dengan senyum. Aku kesal dibuatnya.

" Gery.." geramku kesal.

" Aku tidak mencintainya." Jawabnya singkat. Begitu ringan.

" Lalu kemana sekarang Minati." Tanyaku kemudian.

" Pulang." Jawabnya asal.

" Kenapa kamu tidak mengantarnya?" Tanyaku lagi

" Kenapa kamu jadi cerewet sekali, Ai. Kamu seperti polisi. Bertanya terus dari tadi." Ucapnya kesal. Aku terkekeh. Aku terdiam sejenak. Gery menatapku.

" Gery, kenapa?" Tanyaku lagi. Dia terlihat menarik napas.

" Karena urusannya sudah beres." Jawabnya tidak jelas.

" Urusan, urusan apa?"

Aku menatapnya. Menatap lelaki yang dulu mengisi hari hariku. Lelaki yang dulu aku cintai, tapi karena..ah, sudahlah. Aku malas mengingat lagi lelaki sialan itu.

" Urusan Aku dengan dia dan kamu."

" Maksudnya?" Aku manatap Gery tak mengerti.

" Dengar sayangku, tiga tahun aku menanti saat saat ini. Berbicara denganmu sambil menatap matamu. Tapi tadi rencananya gagal. Berantakan. Seharusnya tidak ada hal tadi terjadi. Kamu menyenggol meja, botol itu terjatuh lalu kamu terluka dan berakhir disini. Ini tidak seperti yang kuinginkan. Kamu terluka dan aku yang setengah mati khawatir karenanya."

Gery menatapku penuh kasih. Mata itu menyiratkan cinta yang begitu besar. Aku sampai tersipu karenanya.

" Kamu merencanakan semua ini, lalu kenapa wajahmu terluka?"

" Tidak. Bukan begitu. Aku merencanakan bicara pada Minata untuk mengakhiri semuanya. Agak sulit meyakinkan Minati bahwa aku tak mencintainya. Kakaknya sampai memukuliku. Tapi aku tetap tegas mengatakan, aku tidak bisa mencintainya. Lalu dia meminta aku mengatakan siapa yang aku cintai. Aku mencintaimu, Ai. Itu yang aku katakan. Dia menantangku, jika kamu mau datang maka dia akan melepasku, karena jika kamu datang berarti kamu pun masih mencintaiku. Aku sebenarnya tak begitu berharap banyak. Aku hanya mencoba keberuntunganku. Tapi ternyata keberuntungan itu berpihak padaku. Kamu datang. Kamu datang Ai. Walaupun akhirnya harus jadi seperti ini. Maafkan aku."

Aku menatap lelaki yang sedang menatapku dengan mata berbinar penuh cinta. Haruskah aku mengelak dan berkata bahwa aku tidak mencintainya. Aku meringis.

" Kenapa sayangku?" Tanya Gery khawatir.

" Lukanya terasa perih." Jawabku dengan wajah meringis. Gery menatapku cemas.

" Tidak apa apa aku bisa tahan." Ucapku cepat menghapus rasa cemasnya.

" Tapi aku tidak bisa tahan untuk tidak bilang..."

" Kenapa Ai?"

" Aku juga masih mencintaimu." Aku melihat senyum itu terkembang begitu indah. Mata penuh cinta itu juga ikut tersenyum. Aku tersenyum lalu kembali meringis menahan rasa perih luka lukaku.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top