Luka Dalam

Setelah kejadian di Club itu dan berakhir Aini harus menginap beberapa hari di Rumah Sakit. Gery kembali mengisi hari hari gadis itu. Hampir setiap ada kesempatan mereka terlihat bersama. Gery pun terlihat mulai berubah menjadi lebih baik. Dia tidak lagi bermain dengan banyak wanita. Aini tersenyum sumringah karenanya.

" Aku mencintaimu, Ai."

Kata kata itu selalu diucapkan Gery tanpa merasa bosan dan Aini selalu tersipu karenanya. Aini tetap menjadi pribadi yang hangat dan penuh kasih bagi Gery. Walaupun Aini tidak pernah meluluskan satu permintaannya, yaitu memberikan keperawanannya.

" Sayang, itu salah satu bukti cinta terbesarmu." Bujuk Gery suatu waktu. Aini tersenyum sambil menggeleng tegas.

" Aku akan memberikannya jika kau sudah resmi menjadi suamiku. Kau bisa melakukannya kapan pun dan sepuas hatimu." Ucapnya dengan senyum. Gery hanya dapat mendengus kesal karenanya.

" Tapi aku belum siap, Ai. Tabunganku belum cukup. Pekerjaanku juga belum mapan benar, kamu harus menunggu sekitar satu tahun lagi." Ucap Gery sedikit merengek. Aini tersenyum menatapnya.

" Aku akan menunggu dan kau pun harus menunggu. Aku akan memberikannya untukmu pada saatnya nanti." Ucap Aini sambil tangannya lembut mengusap tangan Gery.

Gery akan selalu mengulangi meminta hal itu, sampai terkadang Aini kesal karenanya. Tapi kemudian permintaannya itu tidak lagi diungkapkannya dan Aini senang sekali.

Mereka menjalani hari dengan penuh tawa canda, perhatian dan juga kata cinta. Gery akan dengan setia mengantar jemput Aini dan gadis itu akan dengan tanpa bosan membantu setiap kebutuhan dan apa pun yang diinginkan laki laki itu.

Rasa cinta Aini begitu besar, dia begitu sabar menanti Gery memintanya untuk menjadi istrinya. Aini sadar, Gery memang sedikit manja dan malas. Usianya yang lebih muda tiga tahun darinya juga membuat Aini banyak mengalah. Tapi Aini melakukannya atas dasar rasa cintanya.

Hampir setiap hari Aini ke kontrakan Gery, membawakan makanan untuk makan malam dan sarapan pagi. Biasanya dia akan datang sore atau setelah magrib, tapi hari ini dia datang tepat sebelum makan siang. Hari ini Aini Ijin tidak datang ke tempat mengajar karena tadi pagi dia harus ke klinik. Kepalanya sedikit pusing.

Seperti biasa Aini akan masuk ke kontrakan Gery dengan kunci cadangan yang diberikan Gery kepadanya. Terkadang dia datang untuk membereskan kontrakan Gery yang berantakan. Pakaian kotor diletakkan tak beraturan di mana saja, tissue dan bungkus makanan juga berserakan di mana saja.

" Aduh, kebiasaan..berantakan lagi." Desis Aini begitu masuk.

Dia mengambil keranjang di sudut ruangan lalu memunguti satu persatu pakaian yang berserakan di lantai. Kemeja, celana panjang  kaos dalam, boxer, celana dalam, Bra dan dress wanita. Aini tersentak, matanya membulat. Wajahnya terlihat pucat pasi. Dia kembali mengambil barang barang yang terakhir dimasukkan ke dalam keranjang. Dia gemetar. Dia tidak salah. Celana dalam perempuan  Bra dan Dress...wajahnya menegang. Jantungnya berpacu begitu cepat. Dengan gerak cepat dia menuju kamar dan dia terhenyak. Disana Gery tertidur dengan muka lelah, memeluk seorang wanita. Air mata meluncur membasahi pipinya. Mulutnya tenganga.

" Gery..."

Suara lemah Aini yang sudah bercampur isak tidak sedikit pun membangunkan lelap tidur kedua insan yang sepertinya kelelahan.

Tergesa Aini membawa langkahnya keluar dari kontrakan lelaki brengsek itu. Tangis tidak bisa dihindarinya. Rasa sakit yang begitu dalam terasa bagai menyayat hatinya.

" Aku bodoh sekali, bodoh sekali mempercayainya. Terlena dengan kata cintanya."

Aini merutuki dirinya. Langkahnya sedikit goyah karena derasnya airmata yang mengaburkan pandangannya.

Tubuh kecilnya menubruk sesosok tubuh tinggi besar. Tubuh Aini terdorong ke belakang. Tapi dia tidak terjatuh, karena ada sebuah tangan yang menahannya di belakangnya. Dia menoleh ke belakang, dalam keadaan kalut dia masih mencoba untuk mengenali sosok yang barusan menahannya. Dia menatap sosok itu dengan mata membulat.

" Mas Firman."

" Aini."

" ...."

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top