Luka Badan

Aku memasuki pelataran parkir Minolta Club. Suasana Hingar bingar terdengar memekakkan telingaku, begitu aku memasuki Club tersebut. Penerangan yang temaram dan kerlap kerlip lampu yang terkadang menyilaukan mataku. Membuatku sedikit pusing. Sebenarnya aku merasa tidak nyaman berada disini.

Aku terus saja mengedarkan pandanganku mencari sosok Gery. Tapi aku tidak menemukannya. Padahal mataku sudah lelah karena harus sedikit melotot untuk mencarinya. Kakiku melangkah ragu ragu. Apalagi bau minuman beralkhohol menusuk penciumaku.

" Aduh, mana sih Gery." Gerutuku kesal.

Aku merogoh saku celanaku kiri dan kanan, mencoba mencari ponselku.

" Aduh, mana ponsel ketinggalan lagi." Sungutku kesal. 

Takut takut aku duduk di bar. Aku menatap ragu bartender yang begitu ahli meracik minuman. Bartender itu menatapku, mengukir senyum lalu menghampiriku.

" Mau pesan minuman?" Tanyanya ramah. Aku sedikit bernapas lega. Aku pun mengangguk ragu.

" Tapi yang tidak beralkhohol." Ucapku cepat.

" Diet coke?" Tanya Barterder itu lagi. Aku menggeleng.

" Tidak usah yang itu, yang biasa saja."

" Biasanya perempuan suka yang diet." Barterder itu tersenyum miring.

" Saya sedang tidak diet." Ketusku.

" Okay, sebentar."

Bartender itu berlalu dan tak lama kembali dengan sekaleng minuman ditangannya. Dia meletakkan minuman itu di hadapanku.

" Ini minumannya." Ucapnya. Aku mengangguk. Bartender itu pun berlalu.

" Ehm, boleh tanya?" Cegahku cepat. Bartender itu kembali.

" Ya?" Dia menatapku.

" Kenal dengan Gery?" Bartender itu tersenyum kecut.

" Gery Adiwijaya." Ucapku sambil menatap Bartender tersebut.

" Kamu pacarnya?" Bukannya menjawab, Bartender itu malah bertanya balik.

" Aku..ehm, aku.." Aku tergagap.

" Gery pernah bilang pacarnya memakai hijab."

Bartender itu kini duduk dihadapanku. Kami hanya terpisahkan meja bar saja. Bartender itu sedikit mencondongkan tubuhnya karena berisik jadi suaraku tidak terlalu terdengar.

" Berarti kamu kenal Gery kan. Dimana dia sekarang. Tadi dia menghubungiku dan meminta tolong jadi aku kesini." Sedikit berteriak aku berbicara. Bartender itu tersenyum.

" Coba hubungi dia sekarang." Bartender itu berkata datar. Aku berdecak kesal.

" Aku tidak bisa..eh, ponselku tertinggal. Tadi aku terburu buru."

Aku sedikit kesal melihat Bartender itu yang seolah tersenyum mengejek.

" Kamu mengkhawatirkannya?" Bartender itu menatapku yang terdiam.

" Bukankah Gery bilang kamu sudah punya pacar baru dan meninggalkannya?" Tanyanya sarkas. Aku menatapnya sinis. Aku jadi kesal pada Bartender itu.

" Itu aku, aku...sudah putus dengan pacarku itu." Ucapku terbata.

" Lalu kamu kembali mencari Gery?" Bartender itu berbicara dengan nada yang menyebalkan.

" Bukan, Gery juga sudah punya pacar lagi. Dia sudah pacaran lagi dengan Minati. Mereka terlihat sangat mesra. Tapi tadi dia menghubungiku dan meminta tolong, jadi aku ke sini." Aku menjelaskan dengan nada kesal.

Aku jadi benci melihat wajahnya yang seolah mencemoohku. Aku mendengus kasar. Dia terkekeh.

" Gery tidak pernah mencintai Minati, dia mencintaimu." Ucapnya sinis.

Aku tak percaya mendengarnya. Aku manatapnya untuk mencari kebenaran ucapannya.

" Naiklah ke lantai dua, Gery di sana. Tapi hati hati ada Minati dan teman temannya juga kakaknya."

Bartender itu menunjuk tangga yang aku yakini menuju ke lantai dua. Aku sedikit ragu untuk menurutinya.

" Aku yakin, kamu masih mencintai Gery. Jika tidak, untuk apa repot repot datang kesini malam malam begini. Dan aku tahu sebenarnya kamu tidak nyaman berada disini."

Bartender itu tersenyum. Kali ini senyum tulus bukan senyum mengejek seperti tadi. Aku membalas senyumnya. Lalu aku berjalan ragu menuju ke tangga yang menghubungkan lantai satu dan lantai dua. Aku kembali mencari Gery diantara begitu banyak orang yang ada di sana. Aku juga sibuk menepis tangan tangan usil yang mencoba menyentuhku.

"Ya Allah..lindungi aku." Bisikku. Rasa takut mulai menyergapku. Aku benar benar takut.

Akhirnya aku melihat Gery yang sedang duduk dengan wajah yang menengadah. Aku bernapas lega. Aku menghampirinya. Betul kata Bartender tadi ada minati dan teman temannya juga kakaknya. Walaupun aku tidak tahu yang mana kakaknya Minati.

" Nah, gadis tercinta sudah datang." Ucap minati dengan senyum sinis.

Aku menatapnya tajam lalu beralih menatap Gery yang juga menatapku. Aku lihat wajahnya lebam dan sudut bibirnya berdarah. Apa yang mereka lakukan, batinku.

" Gery.."

Aku hendak menghampirinya tapi di tahan oleh salah seorang teman Minati. Gery menatapku sedih. Temannya itu menarik tanganku kasar. Aku mencoba menepisnya tapi tubuhku oleng. Aku menyenggol meja dan menjatuhkan botol botol yang ada diatasnya. Botol botol itu pecah berserakan dilantai. Minati mencoba menarik tanganku tapi aku berhasil berkelit. Lalu kakiku menginjak botol aku tak bisa mengendalikan tubuhku dan terjatuh menimpa pecahan botol.

" Ai.." Gery dan Minati berteriak berbarengan.

Aku merasakan tubuhku mengeluarkan rasa perih, begitu juga wajahku. Sebelum aku kehilangan kesadaranku. Walaupun samar, Aku masih bisa melihat Gery mengangkat tubuhku.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top