Pertemuan Keluarga


Aina sudah pulang ke rumah setelah menginap di tempat Angel selama 3 hari. Tapi keadaannya Membuat Ambar khawatir. Anak sulungnya itu hanya mengunci diri di kamar. Nafsu makannya menutun drastis. Kantung matanya menghitam, sesekali Aina keluar kamar hanya untuk mengambil minuman. Ada yang berubah dari putrinya itu namun apa??

"Kamu sakit Aina?" tanya Ambar yang kali ini melihat Aina keluar kamar untuk mengambilnya buku.
"Wajah kamu pucat sekali."

"Enggak mah, Aina sehat kok. Mungkin karena sebentar lagi ujian jadi aku agak stres." jawabnya beralasan. Jangan sampai sang mamah tahu kalau dia sedang dalam masalah berat.

"Jangan belajar keras-keras. Santai, sesekali main buat refreshing." saran Ambar hanya di angguki oleh sang putri. Aina tak tahu sampai kapan dirinya akan menyembunyikan masalah yang ia derita. Pasti mamanya akan sedih sekali jika tahu kalau Aina telah di nodai.

Di sekolah pun Aina hanya diam saja. Ia menatap papan tapi pikirannya entah kemana. Jefran sukses merusak semua, masa indah SMA sekaligus masa depannya.

"Ai,vloe ngalamun lagi??" tanya Angel yang semakin miris saja melihat keadaan Aina layaknya manusia tak bernyawa. Kalau tak menunduk, termenung atau akhirnya menangis. Angel bingung, setiap di suruh bicara Aina selalu bolang tidak apa-apa padahal dia tahu Aina menderita.

"Gue gak bisa konsentrasi, pikiran gue berat."  Peristiwa naas itu benar-benar merubah Aina.  Sahabatnya itu jadi pemurung dan suka melamun. Ujian Sebentar lagi, ia khawatir bila Aina seperti ini terus. Dia tidak akan lulus.
"Njel, gue ke toilet dulu." pamitnya sebelum tangan Angel menahan dirinya untuk tak pergi.

"Perlu, gue temenin??" Aina menggeleng lalu tersenyum.

"Gue bisa sendiri kok". Ia berjalan pergi sambil menunduk setelah mendapatkan izin dari guru tentunya. Angel khawatir, kan kadang kalau kita terserang depresi kita bisa melakukan hal nekat sampai menyakiti diri sendiri.

Di dalam toilet pun, Aina terduduk lesu sambil menangis sesenggukan. Ia menyalahkan dirinya sendiri. Kenapa punya ingatan yang begitu tajam, susah untuk melupakan sesuatu. Ia memukul dadanya yang sesak. Hatinya terasa teraduk aduk. Ia akui masih mencintai Jefran tapi rasa bencinya atas perbuatan lelaki itu menutupi segalanya. Aina menyesal kenapa pernah mencintai manusia laknat itu.

Karena sudah terlalu lama di toilet, ia akhirnya keluar. Mencuci wajah pucatnya di wastafel. Dengan begini kan  tak akan ada yang tahu kalau ia habis menangis. Tapi saat mendongak untuk berkaca ia melihat bayangan Jefran. Lelaki bejat yang telah memperkosanya tersenyum melalui cermin.

"Jef... loe.... mau... apa??" Alarm bahaya pada tubuh Aina berbunyi melihat seringai lelaki itu. Belum sempat bergerak kemana-mana mulutnya sudah dibekap. Tubuh Aina diseret paksa mengikuti langkah kaki Jefran yang lebar menuju suatu.

Mereka ternyata ada di gudang penyimpanan alat olahraga. Aina itu dipojokkan ke tembok. Jefran mencium bibirnya dengan brutal, tak menyisakan si gadis untuk bernafas. Jefran jelas sangat merindukan Aina, tubuhnya, kulitnya, bibirnya dan juga pusat intinya yang memberinya kenikmatan. Tidak cukup mencium, tubuh Aina juga di lemparnya ke sofa usang.

"Jefran, gue mohon lepasin gue!!" Jefran menarik kasar seragam Aina hingga kancing-kancing nya terlepas. Dirinya semakin menggila saat tubuh Aina yang hanya tertutup bra terpampang jelas di hadapannya.

"Aina sayang... aku kangen sama kamu..." Aina menggeleng keras sambil menangis. Badan Jefran yang besar telah mengurungnya, sehingga ia tak bisa bergerak kemana pun.

"Nggak... jangan lagi loe perkosa gue. Gue gak mau!!" Jefran tak peduli dengan air mata Aina yang sudah mengalir deras. Ia daratkan gigitan kecil pada leher jenjang dan juga putih milik Aina. "Jangan!!" Aina berontak, ia mendorong kepala Jefran agar menjauh namun sia-sia, Jefran sudah di kuasai hawa nafsu.

"Ai, waktu baru pertama kali kita nglakuin itu emang sakit tapi sekarang pasti udah gak." Aina Ketakutan, tidak lagi. Dia tidak akan mau melakukannya lagi. dia masih punya masa depan yang cerah. Dia tak mau hamil.

"TOLONG... TOLONG... TOL... mpptt... mmpt." Teriakannya dibungkam dengan sebuah ciuman yang menggebu gebu, tangan si lelaki tak tinggal diam. Membelai apa yang bisa di jamah,dan meremas bagian tubuh Aina yang membuat libidonya naik. Rasanya benar-benar sakit. Aina  terlalu lemah, tak kuat melawan kebrutalan Jefran Anthony Smith. Ia hanya bisa berdoa dalam hati, semoga saja ada yang bisa menolongnya. Saat harapannya semakin tipis, tiba-tiba beban yang menimpa tubuhnya terangkat.

Bugh

"Jefran loe gila, ini sekolah. Loe udah kelewat batas!!" Mike mencengkeram erat kerah seragam Jefran. Sepupunya benar-benar keterlaluan, dia hampir memperkosa Aina lagi.

Kelas Mike kebetulan mengalami jam kosong tanpa pelajaran. Sehingga ia memutuskan bermain basket di lapangan. Tapi setengah permainan ia dan kawan lawannya mendengar teriakan orang meminta tolong. Dan suaranya berasal dari gudang alat olahraga. Mereka tergopoh-gopoh berlari menuju ke sana. Dan terkejutlah dia begitu melihat sepupunya menunggangi seorang gadis yang sudah setengah telanjang. Gadis yang sedang berada didalam kungkungan Jefran menangis histeris

"Sam, Adam loe pegangin Jefran jangan sampai lolos!!" Dua teman Mike itu langsung buru-buru meraih tangan Jefran. Gila saja mereka melihat adegan pemerkosaan secara langsung.

Sedang Mike, menyamber jaket yang tergantung. Entah Itu milik siapa untuk menutupi tubuh Aina.
"Ai, loe tenang ya?? Gue anter loe ke guru piket buat ijin pulang." Aina yang masih syok hanya bisa menangis dan menggeleng pelan.

"Gue mau Angel, tolong panggilin dia," pintanya lemah.

"Oke, gue panggil. Tapi sekarang kita keluar ya??" Mike membantu Aina berjalan, merengkuh tubuhnya yang bergetar ketakutan. Mike memang bukan siapa-siapanya tapi dia ikut empati melihat penderitaan Aina.

"Mike, jangan loe sentuh Aina!! Mau loe bawa Kemana!!" teriak Jefran yang sedang dipegangi Samuel dan Adam. Ia tak terima Mike memeluk tubuh kekasihnya.

"Diem.. loe!!" ancam Mike tak kalah lantang. "Sam, loe iket aja nih orang gila. Kalau gue belum balik jangan dilepas," perintahnya sambil berjalan keluar.

"Mike loe bajingan, gak akan gue biarin loe rebut Aina dari gue!!!" Jefran mulai diikat oleh kedua temannya. Suruh pegang terus pegel apalagi Jefran terus saja memberontak
"Lepasin gue brengsek...!!"

"Sorry Jef, loe emang sebaiknya diiket. Loe diluar kendali. Kalau loe masih teriak-tepak. Gue sumpel mulut loe pakai kaos kaki," ancam Samuel.

"Lepasin gue, gimana pun juga gue masih leader kalian." Samuel dan Adam malah saling melempar pandangan. Miris memang, ketua Mereka yang seharusnya jadi panutan. Terlihat seperti orang yang tak waras hanya karena seorang gadis. Dimana wibawa Jefran si tampan, si penakluk wanita!!? Kini dia hanya seorang lelaki psiko yang terobsesi pada seorang wanita hingga melakukan hal di luar batas wajar.

🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺

"Aina gimana??" tanya Lena pada putrinya yang nampak menyesali kecerobohannya membiarkan sahabatnya sendirian. Lena terkejut saat di telpon Angel, putrinya mengabari kalau Aina hampir diperkosa oleh Jefran lagi di sekolah. Begitu mendengar kabar itu ia buru-buru pulang dari rumah sakit.

"Udah tidur mah. Angel gak guna tadi kalau bukan karena Mike. Aina pasti udah diperkosa lagi." Lena memijit pelipisnya pelan.
Bagaimana bisa itu hampir terjadi lagi padahal Mereka berada di sekolah, tentunya di bawah pengawasan guru.

"Kayaknya mamah gak bisa diem aja. Besok mamah pinjem ruang BK sekolah kamu!! Buat bicara sama orang tua Aina dan Jefran. Cari jalan keluar untuk kasus ini!" Lena sudah memutuskan akan memanggil kedua orang tua yang bersangkutan. Mereka harus tahu dan mencari solusi untuk kasus pemerkosaan ini. Termasuk jika harus mengirim Jefran ke penjara sekalipun.

🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁

Lena membagikan fotokopi kertas hasil visum Aina kepada Ambar dan Amanda. Mereka sama-sama mengerutkan dahi.

"Ini apa ya Len?? Tapi sebelumnya kenapa kita suruh ngumpul di sini? Terus ibu di depan aku ini siapa!?" tanya Amanda, yang heran mendapat panggilan dari sekolah Jefran tapi bukan menghadapi guru sekolah anaknya tapi malah menemui Magdalena, Dokter bedah jantung rumah sakit langganannya.

"Iya saya juga nggak ngerti bu dokter, kenapa ini kertas ada nama putri saya?" Ambar heran saja, yang di pegangnya kertas apa? Lalu pelan- pelan Ambar membaca keterangan yang bisa ia mengerti.

Matanya membulat tak percaya, tangannya bergetar hebat. Keterangan-keterangan itu menunjukkan kalau terjadi sesuatu dengan sang putri sulung.

"Amanda, wanita di depan kamu ini adalah ibu Aina." Belum selesai Lena berbicara, Ambar sudah memotongnya.

"Apa yang terjadi sama Aina? Apa ini kertas ada hubungannya dengan perubahan sikap putri saya akhir akhir ini?" tanya Ambar setelah membaca dengan teliti isi surat itu. Lena menghembuskan nafas berkali-kali, butuh kekuatan yang besar untuk mengatakan sebuah kebenaran.

"Aina mengalami sebuah peristiwa. Dia mengalami pemerkosaan dan kekerasan seksual makanya dia syok, yang membuatnya berubah." Seketika Ambar lemas dan ambruk di sofa. Putrinya mengalami hal yang begitu mengerikan. Ia tak tahu menahu. Pantas putrinya seperti mayat hidup akhir-akhir ini. Ambar menangis histeris.

"Aina diperkosa??" Amanda menutup mulutnya tak percaya. Gadis itu sangat baik dan pintar, kenapa nasibnya begitu buruk. "Terus ngapain aku juga di panggil?"

Lena menatap Amanda lekat-lekat. Semoga saja nyonya Smith ini tak akan pingsan saat tahu tersangka pemerkosaan adalah putranya.
"Aku panggil kamu ke sini karena yang memperkosa Aina adalah anak kamu, Jefran."

"APA??" Amanda memekik tak percaya. "Gak mungkin Jefran ngakuin itu semua. Kamu bohong kan, Len?" Putranya memang nakal dan bodoh tapi kalau sampai melakukan tindakan pemerkosaan. Itu tak mungkin.

"Lebih baik kalian tenang dulu. Kita tunggu anak-anak kalian kesini. Meminta Kebenaran nya dari mereka."

Yang hanya bisa mereka lakukan saat ini hanya menunggu. Menunggu si korban dan tersangkanya datang. Meskipun secarik kertas itu sudah mengatakan segalanya tapi hati seorang ibu penuh harap kalau putra putri mereka baik-baik saja. Ini semua hanyalah sebuah kesalah pahaman semata.

🍍🍍🍍🍍🍍🍍🍍🍍🍍🍍🍍🍍

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top