Episode 5
"Sepertinya bukan aku yang suka mencari masalah, tapi masalah sendiri yang sangat menyukaiku hingga menghampiri dalam setiap detiknya."
🔹🔹🔹
"Dee, aku masih ada tugas kelompok bersama Amy. Kamu nggak kenapakan, pulang sendiri? Atau mau-"
"-nggak Vie, aku bisa naik ojol. Aku duluan ya, see u!"
Vie merasa ada yang nggak beres dengan Dyni, wajahnya ditekuk murung nggak seperti biasanya. Tapi, Vie nggak bisa menyuruh Dyni untuk menceritakan masalah apa yang tengah melandanya. Vie harus bergegas menuntaskan pekerjaan kelompoknya dan segera pulang untuk mengorek informasi.
° ° °
Memiliki orang yang bisa dilindungi adalah sebuah hal yang sangat istimewa, menuruut Vie. Tidak masalah jika harus memasang badan guna menjadi tameng untuk orang yang disayanginya. Termasuk Dyni, saudara sekaligus sahabat Vie satu-satunya.
Sejak kecil, Vie selalu memprioritaskan adiknya itu, termasuk rela menjadi tameng. Bahkan kedua orang tua Vie telah mempercayakan Dyni kepada Vie sejak mereka masih kecil. Vie menjadi terbiasa akan hal itu.
Siapapun yang berniat mengusik Dyni, maka ia harus berhadapan dengan Vie. Tanpa terkecuali Nona Y, si pengirim surat misterius.
Selama lima hari berturut-turut, setelah surat kedua Nona Y yang Vie temukan saat akan memasukkan makanan di dalam loker Dyni, Vie terus menemukan surat yang sama. Karena dalam sepekan terakhir ini Dyni begitu sibuk mengurus tahap seleksi awal untuk pemilihan putri sekolah, membuat dirinya jarang berada di kelas.
Dyni ke kelas hanya menaruh tas, mengumpulkan tugas, dan berdiskusi singkat dengan kelompok belajarnya. Selebihnya ia harus bolak-balik menghadap guru pembimbing yang bertugas mengarahkan siswi putri sekolah. Dyni juga jarang membuka loker, kecuali untuk mengambil makanan yang sudah disiapkan oleh kembarannya. Bahkan untuk ke kantin atau membeli makanan, Dyni tak punya cukup waktu. Bukan masalah besar karena Vie terbiasa menyiapkan makanan. Vie nggak bisa melepaskan kebiasaannya jika membeli makanan tak bisa hanya satu.
Putri sekolah, ajang tahunan yang diselenggarakan secara resmi oleh SHS untuk menyaring siswa berprestasi dan berpotensi mengharumkan nama SHS di tingkat nasional. Rewardnya tentu tidak bercanda, pemenang yang akan membawa nama SHS akan mendapat golden ticket atau biasa disebut tiket emas untuk masuk ke universitas favorit di Indonesia lewat jalur khusus plus beasiswa. Bahkan jika memungkinkan, mereka bisa pergi ke universitas luar negeri yang telah bekerja sama dengan program SHS.
Hari ini, Vie tahu jika Dyni masih disibukkan oleh putri sekolah. Sama seperti hari-hari sebelumnya, setelah meletakkan tas di kelas, Vie menuju kelas Dyni. Seperti dugaan, Dyni sedang tak berada di kelas. Padahal bel masuk akan berbunyi dalam sepuluh menit lagi.
"Lis, Dyni?" tanya Vie kepada siswi yang bernama Lisa.
Lisa tahu betul apa pertanyaan Vie, ia selalu mendengar pertanyaan yang sama dalam satu pekan terakhir.
"Hmm, jawaban aku masih sama kayak kemarin," jawab Lisa tanpa mengalihkan pandangan dari benda pipih yang menyala dalam genggaman tangannya.
Gadis itu sungguh malas menjawab pertanyaan Vie. Ia enggan menjelaskan panjang lebar bahwa Dyni sedang menemui guru pembimbing. Bagaimana tidak? Setiap paginya Vie selalu bertanya hal yang sama, membuat Lisa jengah, ia seolah merupakan babysitter Dyni yang harus tahu kemana Dyni pergi. Vie nggak punya cara lain selain bertanya dengan gadis berambut sebahu itu, karena Lisa satu-satunya kelompok belajar Dyni yang cukup dikenal Vie. Vie hanya memastikan terlibih dulu Dyni kepada Lisa karena Dyni selalu menitipkan pesan kepada kelompok belajarnya, dan agar Vie nggak ketahuan Dyni saat ia membuka loker—mengambil surat-surat yang dikirimkan Nona Y tanpa sepengetahuan Dyni.
Vie berniat akan membuang segera surat Nona Y kali ini, seperti hari-hari sebelumnya. Jika tidak di buang di rumah, Vie akan langsung membuangnya di tempat pembuangan sampah di sekolah. Atau dengan membakarnya saat Pak Tegus, penjaga taman mengolah kebun belakang.
Klek.
Suara kunci loker yang terbuka. Sepasang almond-nya tak menemukan benda yang seminggu ini menunggu manis di dalam sana. Dahi Vie terlihat berlipat.
"Nggak ada?" tanyanya pada diri sendiri.
Loker Dyni kosong melompong, gadis itu memang sedang nggak meletakkan apapun di dalam loker. Namun yang jadi permasalahan saat ini, surat Nona Y juga nggak ada. Apakah Nona Y berhenti dan menyerah meneror setelah surat-suratnya nggak direspons?
Vie menutup loker itu, menyisakan suara ceklekkan yang menandakan bahwa sudah terkunci. Ia menghembuskan napas lega. "Syukurlah," ujarnya lalu kembali ke kelas.
Nggak butuh waktu lama, mengingat kelas mereka bersebelahan. Vie sudah berada di ruang kelasnya, XI IPA 2. Entah mengapa Vie merasa ada sesuatu yang aneh. Dari tempatnya berdiri, Vie dapat melihat dengan jelas celah yang ada antara pintu dan badan loker.
Vie mengernyit, "Itukan lokerku. Perasaan, aku nggak buka deh."
Dengan cepat berjalan menghampiri loker. Benar saja, lokernya terbuka. Dan parahnya lagi, sesuatu membuatnya tak dapat berkata-kata. Speechless.
Vie terbelalak, ia tersentak. "Aa ... Apa ini?"
Bahkan kelas belum dimulai dan Vie, sudah lebih dulu kehilangan energi.
° ° °
Hai pahlawan!
Aku tahu kamu mencemaskannya, tapi jika tidak ingin terjadi sesuatu yang lebih berbahaya dari ini, maka biarkan aku menjalankan permainan ini bersama kembaranmu. Jangan mengganggu atau kamu akan melihat kekuatan seperti apa yang kumiliki.
Nona Y
---
Ia terbahak. Vie hampir tidak percaya, mengapa dirinya bisa tertawa dan merasa tergelitik dengan surat peringatan Nona Y. Menurutnya surat itu sangat lucu, bagaimana mungkin Nona Y menyebutnya pahlawan dan apa? Nona Y punya kekuatan? Ada-ada saja! Ini bukan fiksi.
Suasana hati Vie berangsur membaik, ia tidak terlalu peduli dengan peringatn itu. Mungkin benar kata Dyni, itu hanya ulah anak usil. Vie membuangngnya ke tempat sampah. Sungguh, ia merasa telah terlalu bodoh.
° ° °
Bau keringat sehabis olahraga menguar kemana-mana, membuat koridor kelas terasa hanya mempunyai udara sisa.
Tes tes.
Bulir-bulir keringat dari permukaan kulit akibat pergerakan tubuh masih terus bercucuran. Jam olahraga di tengah teriknya sinar mentari membuat kelas IPA 2 penuh sesak berebutan oksigen.
Para siswa tampaknya benar-benar menghayati sekolah sebagai rumah kedua. Mereke menyerbu kelas dan langsung pergi ke meja masing-masing—mengambil pakaian seragam yang di gantung di kepala kursi bahkana ada yang terkapar di atas meja. Berbeda dengan siswa, para siswi berbondong-bondong menghampiri loker, tanpa terkecuali Vie. Mereka tidak akan sembrono itu untuk meletakkan pakaian di sembarang tempat, jika tidak ingin dijahili oleh biang kerok kelas.
Setelah cukup lama mengantri, Vie mulai mendekati lokernya setelah keadaan sekitar mulai kondusif. Sebenarnya ia sangat gerah, mengingat seragam olahraganya sangat basah oleh keringat. Vie dengan cepat membuka loker dan ia sedikit terperanjat.
"Lagi?" ujarnya tak percaya, bagaimana mungkin surat yang sama seperti tadi pagi ada di sana. Perbedaannya, surat itu sedikit lebih menggembung dan berat.
Vie menoleh ke kanan dan ke kiri, memastikan bahwa tidak ada orang yang melihtnya.
"Gimana mungkin ada surat lagi? Bukannya kelas di kunci?" batinnya. Ia segera menyambar surat itu, melipatnya, dan menyelipkannya di antara seragam ganti yang juga ia ambil dari dalam loker.
Vie melihat Agung yang tengah menata rambut.
"Gung?" panggil Vie, Agung masih tampak sibuk menyisir rambutnya dengan jari-jari sambil menghadap kaca jendela.
"Agung!" teriak Vie di telinga Agung, membuatnya terlonjak kaget.
"Woless bro! Selowww!" ujar Agung sambil menggosok daun telinga. "Emang gue budek apa? Sakit ni telinga kesayangan."
Vie tak acuh. "Kelas tadi dikunci nggak?"
"Kenapa emang?"
"Kelas tadi dikunci nggak?"
Agung diam tak mengerti, ia menaikkan sebalah alis.
"Kelas tadi dikunci nggak!" Kali ini lebih persis seperti sebuah bentakan dari pada pertanyaan.
"Wehh selow Vie, pms mulu," ujar Bayu yang sedari tadi berdiri tak jauh dari mereka.
Vie menghela napas. "Sorry," katanya. "Kelas tadi dikunci nggak? Aku nanya, kelas tadi dikunci apa enggak?"
Agung mengelus dada. "Sabarkan hamba, ya Tuhan." Ia menatap Vie beberapa saat. "Iye, dikunci. Kenapa emang?"
"Ngg ... Nggak, makasih. Maaf sebelumnya." Vie melangkah cepat keluar kelas, menuju ke ruang ganti pakaian.
"Sesuka lo aja Vie, cewek emang selalu benar!" teriak Agung gusar menatap punggung Vie yang sudah hilang dibalik tembok.
° ° °
Vie membolak-balik amplop abu-abu yang berada di atas meja kayu. Tempatnya masih sama, duduk menghadap jendela mati yang langsung mengarah ke taman belakang perpustakaan. Hatinya bimbang. Ia ingin tahu apa isi surat yang sekarang tengah digenggamnya, tapi disatu sisi ia juga takut dan tak ingin tahu tentang surat itu.
Ternyata, insting manusia Vie bekerja lebih kuat mengalahkan ketakutannya. Ia lebih dibuat penasaran dengan surat yang sedikit berbeda volume dan auranya, tak seperti biasa.
Perlahan, Vie menyobek bagian ujung surat. Sedikit demi sedikit, isinya mulai terlihat.
Dahi Vie tampak berkerut. "Foto?"
Ia sungguh tak mengerti. Ada beberapa lembar foto ukuran dua R. Vie mulai mengamatinya.
Foto-foto itu adalah foto dirinya. Seseorang tampaknya mengikutinya diam-diam lalu mengambil gambar. Vie menyibak satu persatu. Foto pertama, foto saat dua hari lalu Vie membakar surat di tempat pembuangan. Foto kedua, foto saat Vie membuang surat di tempat sampah belakang sekolah. Foto ketiga, foto saat Vie meremuk surat dan Foto keempat membuat bulu kuduknya meremang.
Gambar yang diambil beberapa jam yang lalu, saat Vie membuang surat peringatan Nona Y. Orang itu ternyata selama ini berada di dekatnya? Ternyata Nona Y nggak bisa dianggap sepele.
Vie mencoba rileks, ia mulai membuat poin-poin kemungkinan. Dikeluarkannya notes dan pulpen yang selalu bersembunyi di balik saku.
"Nggak, nggak." Vie menggelengkan kepala, ia mencoret strep tulisan yang baru digoreskannya.
"Gimana mungkin aku bisa tau orangnya?" Vie melirik sudut atas ruangan. Sebuah lampu menyembul di atas kepalanya.
"Cctv! Zaman sekarangkan udah cangih, bodoh banget sih!" Ia mengentakkan kaki. Belum satu menit, Vie sudah kembali mengetok keningnya pelan.
"Lupa! Kan gedung baru belum dipasang CCTV! Omaygattt!"
Kini pikiran Vie berlari kemana-mana. Ia membenturkan kepala pelan ke meja, berulang-ulang.
"Hey," sapa seseorang yang telah berada disamping Vie. Vie terpaku.
"Suara itu," batinnya. Vie mulai mengangkat kepalanya ragu, menoleh ke sisi kiri.
Leon menarik kedua sudut bibirnya. "Aku boleh duduk disini?"
Vie menautkan alis.
"Nggak boleh ya?" tanyanya lagi memastikan, ia akan beranjak. "Yaudah aku-"
"-boleh. Tentu boleh." Vie mencekal pergelangan tangan Leon.
Cowok itu kembali duduk.
"Kamu sendirian? Ngapain?" tanyanya kepada Vie.
"Engg ... Aku lagi ... Lagi apa ya?"
"Eh? Kok lucu sih." Leon terkekeh pelan.
Vie diam.
"Nggak lucu ya? Sorry," katanya.
"Enggak kok." Vie menggeleng, ia melirik Leon sekilas. "Aku lagi ada urusan."
"Oh gitu." Leon memanggut. "Apa aku ganggu?"
"Nggak juga sih."
"Hmm, kayaknya sih kamu keganggu ya?" Leon berdiri. "Yaudah aku ke kelas dulu ya, Dee," ujarnya melempar senyum hangat dan melambaikan tangan.
Vie tidak bicara sepatah kata pun. Ia menatap punggung Leon yang mulai menghilang di balik rak-rak yang berisi padat buku.
"Dee?" gumam Vie pada dirinya sendiri.
"Astaga!" Vie melirik pergelangan tangannya. Terlambat satu jam, ia harus bergegas kembali ke kalas. Sekarang adalah jam pelajaran Kimia dan gurunya merupakan panutan Bu Diana. Jika Bu Diana yang merupakan muridnya saja sudah semenyeramkan itu, apalagi Bu Riza yang selaku guru panutan Bu Diana.
Vie merapikan tempatnya dan segera menghambur ke pintu keluar.
Buk.
"Aduh! Sakit nih! Jalan tu liat-liat tahuu!" Vie mengoceh sendiri, ia segera bangkit dan mengepakkan roknya.
"Kalo jalan liat-liat dong ...." Suara yang tadinya meninggi kini berubah menjadi cicitan semut. Tak terdengar.
"Kak Willy?" tanyanya. Willy hanya menatap dingin.
Vie memejamkan mata. "Tamat riwayatku," gumamnya.
Ia mengela napas. "Kak, sebelumnya aku mau minta maaf, aku beneran nggak maksud bicara yang aneh-aneh. Yang salah juga, itu aku. Jalan nggak lihat ke depan. Duh, beneran nggak sengaja kak. Maaf banget...."
Willy mengernyitkan dahi. "Vie?"
° ° °
•to be continued•
Hai!
Kembali lagi bersma saya, Rain yang ketjeh membahana 😎
Maaf terlambat updet, ada kendala teknis karena 'krisis kuota' 😂
Untuk episode 6 dan 7 akan segera disuakan updet secepatnya...
Nggak mau 'kutanggg' = kurang + ulang = ngutang = kutang :'v
Jangan lupa vote dan komentar ya! See u!😚🖤
With love,
akuhujan_
The author in the shadow.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top