Episode 4

Buk.

Buku-buku yang tadinya berjejer apik di atas rak, sekarang sudah tumpah ruah menutupi ubin keramik. Vie memungutnya satu persatu, sampai sepasang tangan asing menghentikan pergerakannya.

Ia mendongak, "kak Willy?"

Lelaki dengan potongan wajah oval dan average lips tampak menarik kedua sudut bibir merah mudanya. "Iya, biar kubantu."

Ia berjongkok. Tangannya cekatan mengumpulkan satu persatu buku yang berserakan dan dengan acap menyusunnya kembali di rak kayu dengan tinggi yang melebihinya.

Vie diam mematung, ia terperangah. Mata almondnya tak melepaskan sedetik pun pandangan dari sosok tinggi dengan ujung kemeja putih yang sedikit keluar dari celana, dasi yang terpasang longgar, dan beberapa kancing bagian atasnya terbuka—menyisakan kaos putih polos, serta lengan kemeja panjang yang digulung sesiku.

"Selesai." katanya. Mata oval-shaped miliknya melirik sekilas cewek yang menatap tanpa berkedip.

Ia tersenyum simpul. "Sini," ujarnya menarik tiga buku yang masih dalam genggaman Vie, membuatnya terkesiap.

Vie bangkit berdiri. "Terima kasih," ucapnya sambil menunduk sopan.

Willy tergelak. "Jangan terlalu formal," katanya. "Kita hanya beda satu tingkat."

Vie mengangguk pertanda setuju.

Willy mengulurkan tangan kanannya. "Namaku Willy Zachery."

Vie menyambut. "Iya, aku udah kenal kok. Siapa sih yang nggak tahu kak Willy? Katanya kakak itu most wanted di SHS kan? Temen-temen sekelasku banyak loh yang ngomongin kakak. Katanya kakak itu-"

"-wah aku nggak nyangka kalo bisa seterkenal itu," potong Willy dengan kekehan singkat.

"Ups sorry!" Vie menarik tangannya yang masih dalam dekapan Willy, ia spontan menutup mulut. "Aku terlalu banyak bicara."

Willy mengangkat sebelah alis, tak paham dengan maksud gadis di hadapannya.

Vie tertawa kikuk. Sekarang, ia yang mengurkan tangan. "Aku, Vie Cettameen Esianti Rat. Panggil aja aku, Vie."

Willy menerimanya, "ah, iya."

"Salam kenal, kak Willy."

"Hmm."

Perkenalan singkat itu entah mengapa membawa rasa nyaman, seolah mereka telah saling mengenal sejak lama. Mungkin, karena Vie yang blak-blakkan bertemu dengan Willy yang friendly. Membuat mereka menjadi lebih mudah akrab.

Siapa yang nggak tahu Willy? Bahkan anak-anak dari sekolah tetangga pun sangat mengenal Willy hingga ke akar-akarnya. Cowok dengan julukan "The Prince of SHS" itu telah banyak memiliki para penggemar yang tersebar di kota tempat tinggal dan di akun sosial media miliknya. Khususnya Luvstagram, Willy memiliki puluhan ribu followers di luvstagram, aplikasi sosial media berbasis gambar dan video.

Bahkan, sebagian besar dari para penggemarnya bersifat maniak. Mereka akan saling memperebutkan Willy untuk di cap sebagai milik pribadi. Sungguh, terlalu.

"Mau keluar?" tanya Willy pada Vie yang menatapnya lekat.

"Eh? Oh keluar ya? Iya-iya!" sahut Vie antusias.

"Yaudah, barengan aja." tawar Willy.

"Tentu!" Vie mengangguk, mereka berjalan beriringan meninggalkan perpustakaan.

Tanpa mereka sadari, sepasang mata terus memperhatikan mereka sejak melangkahkan kaki keluar dari ruangan dengan penuh bau kertas.

"Awas aja lo!"

° ° °

Cahaya di langit terlihat sedikit karena tertutup oleh gumpalan awan-awan kelabu. Vie yang hari ini mendapat tempat duduk di dekat jendela, selalu mengalihkan pandangannya menembuh jauh menelusuk awan yang siap tumpah, untuk menemukan mentari yang seharusnya menjalankan tugas.

"Setidaknya kamu udah naik ke singgasana," tutur Vie dengan bahasa sastranya.

Ia tidak terlalu berkonsenterasi pagi ini. Pikirannya terus singgah kemana-mana. Apalagi cerita Dyni kemarin berhasil melekat teguh dalam otak kecilnya.

Dyni tampak masam, wajahnya murung dan kusut. Tak seperti biasanya.

"Dee?" tegur Vie. "Kamu kenapa?"

"Enggak."

"Ayolah Dee, aku tahu pasti ada terjadi sesuatu. Ya, kan?" Vie mendesak Dyni yang sibuk mengamati gelap di luar jendela.

Dyni memejamkan mata, mendongak ke atas dan menarik napas panjang. Ia menatap lekat Vie. "Ada sedikit masalah."

Vie dengan antusias menjadi pendengar yang baik. Ia menarik guling yang teronggok di ujung kasur, dijadikannya sandaran untuk menikmati cerita Dyni layaknya seperti nonton drama.

Dyni memulai. Diawali dari penemuan sebuah surat abu-abu yang entah mengapa bisa masuk ke dalam loker Dyni yang sebenarnya terkunci.

"Kok bisa?" interupsi Vie.

"Nggak tau, mungkin dia masukkin lewat celah atau dia juga punya duplikat kuncinya."

"Ada barang yang hilang?"

"Enggak."

Cerita masih berlanjut. Saat Dyni datang pagi ke sekolah,  ia mengecek loker untuk mengambil buku paket yang sengaja diletakkan di sana. Dyni terkejut saat melihat ada sebuah surat yang tergelatak manis di atas buku paket fisika. Ya, meskipun ini bukan pertama kalinya Dyni mendapat surat yang diberikan oleh penggemarnya di sekolah, terkhusus kaum adam, namun surat ini tentu berbeda.

Surat yang biasa ia dapatkan berupa surat ungkapan perasaan. Mulai dari rasa kagum, rasa suka, rasa hati, dan rasa-rasa lainnya. Amplopnya pun selalu dengan warna-warna hangat, paling sering warna merah jambu. Tapi, kali ini Dyni mendapat surat yang cukup aneh. Sudah terlihat jelas dari amplopnya.

Surat dengan nama Pengirim Nona Y itu tampak mencurigakan, warnanya yang abu-abu membuat kesan bahwa surat tersebut beraura dingin.  Dyni tertegun saat mendapati bukan hanya sebuah kertas dengan tulisan mesin, melainkan ada sebuah flashdisk pipih dengan tulisan yang mencolok "You know what is it."

Dyni menyimpannya rapat, untuk dilihat di rumah.

"Vie pinjem laptopmu."

Mereka duduk antusias menatap layar monitor yang menyala, sedang dalam proses memutar sebuah video dari flashdisk berwarna hitam tersebut.

Vie membekap mulut, "astaga!"

Dyni buru-buru meraih surat yang belum dibaca.

"Bagaimana kejutannya? Serukan? Ini baru permulaan. Eits, kayaknya nggak seru ya kalo cuma kalian yang menonton video ini, mau aku bantu untuk sebarkan ke penjuru SHS?

Tertanda Nona Y"

Vie menarik paksa selembar kertas putih itu dari genggaman Dyni. Vie terkesiap. "Nggak ... nggak mungkin!"

"Udahlah Vie, toh itu juga pasti cuma bercandaan anak usil." Dyni mencoba tenang.

"Apanya? Ini bisa mengancan posisi kamu, Dee!" teriak Vie tak terima. "Aku tahu kamu nggak salah, tapi kalo yang kesebar cuma durasi singkat begini, siapapun pasti akan menganggap kamu tersangkanya."

"Mereka cuma bisa menilai dari satu sisi, tanpa tahu sisi lainnya. Itu cuma sudut pandang yang salah, Vie."

"Enggak!"

Vie memijat pelan pelipisnya. Ia tak habis pikir akan ada orang seusil itu yang mempermainkan kembarannya.

"Nggak boleh! Nggak akan kubiarin."

° ° °

Sudah menjadi kebiasaan Vie untuk makan bersama Dyni saat istirahat dan dirinya pun sudah terbiasa untuk berkunjung menghampiri kelas Dyni.

Vie sudah melupakam kejadian beberapa pekan lalu, insiden tumpahan es jeruk. Ia mencari-cari sosok Dyni di kelas yang hanya tersisa beberapa anak yang betah di kelas saat jam istirahat memanggil.

Nihil.

Dyni sepertinya nggak belajar di kelas, terlihat dari ranselnya yang menggantung rapi di bangku belakang. Pertanda ia tidak mengikuti kelas pagi ini.

"Ya, sepertinya Dee ada jadwal konsultasi sama pembimbing," gumam Vie meyakinkan diri. 

Ia berjalan menghampiri loker yang berbaris di belakang. Pupil matanya menemukan cowok pemilik sapu tangan tempo hari tengah berjalan mondar-mandir di sepanjang loker. Vie menghitung deretan loker dari kanan ke kiri, mencari loker nomor tiga dari kanan dan nomor dua dari atas. Ketemu. Namun, cowok itu berhenti tepat di depan loker Dyni.

"Permisi," kata Vie datang menyela membuat cowok dengan name tag "Leon Giovanno" itu tersentak, kaget.

"Aku mau buka lokernya." Vie menunjuk loker di depannya.

"Oh, iya. Maaf," kata Leon kemudian pergi menuju ke bangkunya.

Vie melirik sekilas ke arah Leon, penasaran dengan apa yang barusan dilihatnya. Matanya tak sengaja menangkap basah Leon yang juga meliriknya. Mereka berdua sama-sama terkesiap saat tatapan mereka beradu. Leon bangkit berdiri, bergegas keluar kelas.

Vie mengangkat alis. Ia penasaran dengan sesuatu dalam genggaman tangan Leon.

Dengan tergesa, Vie mulai membuka loker menggunakan kunci yang sebelumnya sudah ia bawa, kunci cadangan.

Ketika akan memasukkan sebungkus siomay dan segalas jus jeruk yang sudah dikemas rapat, Vie terperanjak kaget. Suaranya terasa tercekat di kerongkongan.

Surat yang sama. Surat abu-abu dari pengirim dengan nama Nona Y itu kembali datang berdiam di dalam loker besi dengan berlapis aluminium silver. Vie segara menyambar surat itu, meremuk dan memasukkannya ke dalam saku almamater skyblue-nya.

Jantungnya serasa mencelos.

"Mungkinkah?"

° ° °
•to be continued•

Haloo haloo!!
Akhirnya ... Akhirnya apdet! :'v

Gimana? Udah mau masuk konflik nihh:'3

Ditunggu ya komentarnya:'v

Jangan lupa vote untuk mendukung karya Rain, author ketjehh plusplus ini:'v

With love,
akuhujan_
The author in the shadow.









Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top