Episode 26
-Karena hati tidak bisa berbohong ketika menyayangi seseorang.-
-Bukan salah sebab yang berakhir dengan akibat. Hanya saja, dalam kejadiannya semua berlangsung tanpa urutan yang pasti, sehingga terjadilah peristiwa yang tidak runut dan berakhir dengan alur yang tidak seimbang.-
-Hal itu terjadi begitu saja, menyeruak dari hatiku. Bahwa aku, harus melindungimu.-
- - -
Langit kelabu menyambut Vie yang juga tengah dilanda kelabu dalam hatinya. Seolah pancaran hangat dari Matahari tenggelam begitu saja. Kicau burung penghias hari pun enggan bersuara untuk ikut memeriahkan. Apa yang sebenarnya diinginkan semesta darinya?
Vie menghirup napas dalam, lalu menghembuskannya perlahan. Ia lakukan itu berulang-ulang sampai rasa gugup di hatinya berkurang. Namun tetap saja, jantungnya terus memompa dengan cepat. Di hari yang mendung ini, Vie merasakan peluh bercucuran dari pelipisnya. Seharusnya angin sepoi-sepoi yang membelai rambut, mampu membuatnya sejuk. Namun nyatanya? Tidak sama sekali. Vie merasakan kegerahan dalam dadanya.
Vie menarik kaki maju selangkah, memberanikan diri untuk menarik tuas pintu di depannya. Di lihatnya pintu kayu kokoh yang sebenarnya sangat dihindari oleh semua murid SHS. Pasalnya, yang mengecap masuk ke dalam ruangan ini biasanya hanyalah para siswa pembuat masalah.
Perlahan, Vie menariknya hingga menimbulkan suara "klek" dan pintu mulai terbuka. Guru berparas dingin yang menyambut kehadirannya itu duduk di sofa panjang dekat sebuah meja kayu dengan cat emas. Ada banyak piala terpajang di etalase di sudut ruangan. Vie ingin mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan, tapi diurungkannya niat saat melihat bahwa tidak hanya dirinya yang sekarang ada di dalam ruangan ini.
Vie melihat Dyni dengan tengah duduk di depan Bu Putri, membelakanginya. Ada juga Reva di sebelah Dyni.
"Permisi, Bu." Vie maju mendekat dan disambut anggukan oleh Bu Putri, yang menyuruhnya untuk segera bergabung bersama Dyni dan Reva.
Bu Putri mengamati ketiganya dalam. Pandangannya berhasil membuat Vie mendadak beku. Ingin rasanya Vie terbang ke planet lain, mengemasi barangnya dari bumi, atau Vie berharap ada keajaiban yang membawanya kabur dari kenyataan sekarang yang menunggu di depan mata.
Vie menoleh ke dua orang di sebelahnya, ada Reva di ujung yang tampak meremas jari-jarinya. Ada Dyni di sebelahnya yang tampak biasa saja, tapi Vie tahu bahwa pasti sangat tak biasa. Terlebih Vie harus menerima bahwa Dyni pasti akan marah dan kecewa besar padanya. Vie mengalihkan pandangannya pada Bu Putri, ia tidak berani melihat guru yang tengah duduk memandangi mereka. Vie menunduk ke bawah, melihat ujung sepatu hitamnya yang menginjak keramik putih.
"Baiklah, semua sudah berkumpul di sini. Ibu rasa semua bisa dimulai." Bu Putri membenarkan duduknya, sedikit lebih maju mendekati ketiga anak murid di depannya.
"Dimulai dari kamu, Reva. Mengapa kamu menyebarkan video itu?"
"Aku ... aku nggak maksud apa-apa bu. Aku cuma menyebarkannya di grup kelas, dan aku nggak tahu kalo bakal jadi seperti ini." Reva menunduk dalam.
"Bisa kamu jelaskan bagaimana kronolisnya?"
"Bisa bu," katanya meneguk ludah, berhenti sejenak. "Tadi, kami lagi buat tugas. Ada aku, Dyni ...." Reva menoleh sekilas ke kiri, melirik Dyni. "... Salsa, Hadi, Leon, Lisa, dan teman-teman lainnya. Kami membawa laptop sendiri-sendiri. Namun, Dyni membuat bab pembuka bagian pertama. Jadi, kami meminjam laoptopnya. Dan belum lama, Dyni izin keluar sebentar karena mendengar riuh di lapangan.
Kami nggak bermaksud lancang, khususnya aku sendiri. Waktu mau membuka dokumen itu, aku nggak sengaja ngeklik data d, di sana ada folder dengn nama 'ancaman" yang menyita perhatian kami, terus kami buka. Dan ya, ternyata isinya itu. Hadi nyuruh aku buat masukin video itu ke grup kelas." Reva menunduk. "Maaf ya, Dyn ...."
Vie melirik Dyni, tidak ada respon darinya. Dyni tak menggubris perkataan Reva. Vie juga menangkap Reva yang susah payah menelan salivanya. Menyadari aura dingin itu, Bu Putri mengambil alih keadaan.
"Reva, kamu bisa segara hapus unggahan video itu?" Bu Putri berkata dengan penuh penekanan yang tak terbantahkan.
Reva mengangguk, jemarinya dengan cepat mengutak-atik ponsel dan memperlihatkannya kepada Bu Putri. "Udah aku hapus bu," katanya.
"Baiklah, kamu bisa pergi."
Bu Putri menyuruh Reva keluar lebih dulu. Lalu mengintograsi kedua kembar identik di depannya.
"Sekarang, ibu ingin memastikan semua kejadian ini dari kalian berdua langsung." Bu Putri mengamati Vie dan Dyni bergantian. Ia merasa ada aura permusuhan dari kedua saudara di hadapannya.
"Dyni, apakah benar kamu yang ada dalam video itu?"
Hening beberapa saat. Dyni enggan untuk menjawabnya, perasaan yang berkecamuk dalam dadanya kini sedang kacau balau. Sementara Vie, ia tengah memutar otak agar bisa mencari solusi dari permasalahan ini.
Dyni hendak bersuara sebelum Vie lebih dulu memotong perkataannya.
"Maaf bu," ujar Vie menyela pembicaraan. "Sebenarnya yang ada dalam video itu adalah saya, bukan Dyni." Vie berkata penuh keyakinan, seolah dengan begitu ia bisa meyakinkan guru dengan prinsip kuat di depannya.
Dyni menoleh, mengamati Vie dengan raut wajah tidak percaya.
"Apa lagi yang ingin kamu lakukan, Vie?" Dyni membatin.
"Saya sengaja menyembunyikan video itu, saya mendapatkannya dari seseorang yang merekamnya diam-diam dan saya nggak nyangka kalau akhirnya akan ketahuan, padahal sudah diamankan." Bravo! Seharusnya dalam keadaan normal Vie bangga dan bisa memuji dirinya sendiri karena hari ini dia sangat pandai berakting. Mungkin, setelah ini Vie akan mengajukan diri masuk ke ekskul teater SHS atau paling tidak mengikuti casting untuk menjadi pemain sinetron.
Bu Putri tergelak. Ia menggeleng, tak habis pikir dengan pemikiran Vie. "Ibu beneran nggak ngerti sama apa yang terjadi. Jadi, ibu putuskan untuk menindak lanjuti kasus ini. Sebelum kebenarannya terbukti, kamu ibu skors tidak boleh mengikuti kelas selama tiga hari. Vie, ini bukanlah masalah sepele. Mengingat tindak kekerasan atau pun pembullyan adalah hal yang paling dihindari di SHS." Bu Putri berkata serius menatap keduanya.
Vie mengangguk. "Jadi, besok adalah skors hari pertama saya ya, Bu?"
Bu Putri mengangguk. Lalu memberikan sebuah surat peringatan resmi dari sekolah yang telah ia bubuhi tanda tangan. "Itu, berikan kepada orang tua kalian."
Vie mengangguk, sementara Dyni masih menatapnya nanar.
"Baiklah, silahkan keluar."
Vie dan Dyni berpamitan dengan mencium punggung tangan Bu Putri, keduanya berjalan ke luar ruangan dengan nuansa krem itu. Vie melesat lebih dulu meninggalkan Dyni di belakangnya.
° ° °
Vie maratapi sebuah surat di depannya. Benar jika orang tuanya tidak ada di rumah, lalu bagaimana Vie akan menceritakannya nanti?
Vie membenamkan wajah pada kedua tangannya yang dilipat di atas meja. Ia benar-benar tidak tahu lagi harus bagaimana.
° ° °
•to be continued•
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top