Episode 25

Tidak sampai di sana, masalah Vie kini bertambah lagi. Vie seharusnya merasa lega karena telah melakukan tantangan dari Nona Y yang kedua. Seharusnya, Video Dyni bisa aman dan tersimpan rapat-rapat. Namun, semuanya tinggalah angan semu belaka ....

Kemarin, Dyni dengan terpaksa meminjam laptop Vie karena laptop miliknya masih rusak. Mau tidak mau, suka tidak suka, Ingin tidak ingin, Dyni harus meminjam laptop Vie untuk mengerjakan tugas bersama teman-teman sekelasnya. Hari ini, jika saja ia tidak mendengar ada keributan di lapangan, jika saja ia tidak mendengar ada namanya dan nama Vie yang ikut terseret, jika saja ia tidak meninggalkan kelas dengan membiarkan laptopnya menyala, dan jika saja ia tahu bahwa Vie masih menyimpan video dari Nona Y tentang pembullyan itu, Dyni tentu tak akan mencapai titik ini. Ya, ia tidak akan sampai di sini.

Setengah jam terlewati setelah dirinya mendapatkan cemoohan dan tatapan merendahkan dari semua orang yang menyaksikan peristiwa di lapangan tadi, belum sempat jantung Vie merasa stabil atau membaik, belum juga ia bernapas sedikit lega, hatinya sudah kembali dipermainkan semesta. Untuk kesian kalinya, Vie harus menelan bulat-bulat rasa yang besar dari kekecewaan, kegagalan, dan ketidakberdayaannya.

Hal yang sudah ia jaga, hal yang sudah ia berikan banyak pengorbanan, dan hal yang seharusnya dapat tertutupi dari semua orang kini dengan cepat telah merembes lewat grup sosmed kelas sebelas IPA satu.

Vie berjalan melewati koridor, saat itu semua masih baik-baik saja. Dua menit kemudian, langkahnya sampai di anak tangga ke lima, dan di sana telinganya mulai mendapati hal yang langsung membuatnya lumpuh seketika.

Suara-suara itu, suara yang menggema dari beberapa ponsel anak kelas IPA satu. Vie menoleh ke rombongan para siswa yang berkumpul di dua anak tangga di bawahnya, mereka sangat antusias melihat layar yang tengah menyala. Vie mengedarkan pandangannya lagi, ia menemukan sekelompok siswi yang tampaknya tidak sengaja berkumpul di anak tangga ke delapan, di atasnya. Mereka sangat antusias menyaksikan video itu. Vie menyeret langkahnya cepat, kehadirannya belum disadari oleh orang-orang di sana. Sampai pada koridor kelas sebelas. Vie menjadi pusat sorotan semua orang.

Pandangan-pandangan itu, dari puluhan pasang mata menatapnya dengan tatapan yang berbeda-beda. Vie berjalan pelan, ia seharusnya menundukkan pandangan ke bawah jika sudah dalam keadaan seperti ini, tapi entah mengapa kedua iris mata Vie masih saja ingin mengamati satu persatu arti dari pandangan itu. Semua orang menyingkir, berdiri di pinggir sambil terus menatap Vie, tidak  sedikit pun mengalihkan pandangan mereka. Bukan, bukan karena Vie  diperlakukan layaknya seorang putri atau ratu yang dibukakan jalan ketika lewat, hanya saja mereka ....

"Itu, jangan keras-keras nanti di dengar orangnya."

"Aku nggak nyangka kalo Dyni begitu."

"Menurutku itu bukan Dyni, mungkin saja itu Vie."

"Ya, tadi Vie menyamar sebagai Dyni. Kurasa dia yang menjadi pembuat masalah di sini. Kamu pahamkan maksudku?"

"Aku pikir mereka anak yang baik, aku tidak menyangka mereka seperti itu."

"Aku tahu bahwa Ira bukanlah senior yang baik, tapi apakah dengan mendorong dan memaki seseorang adalah sebuah kesalahan yang bisa dibenarkan?"

"Menurutku itu tindak kekerasan dan pembullyan!"

"Gue nggak nyangka."

"Beneran? Itu Dyni kan?"

"Coba pinjem lagi ponsel lo, gue mau mastiin."

"Ini di grup kelas IPA dua?"

"Oh astaga, dia ada di sini."

"Hey, Starla! Jangan keras-keras, dia ada dibelakangmu."

Bisik-bisik para siswa itu dengan cepat memenuhi gendang telinga Vie. Meski berat, Vie terus memacu langkahnya ke dalam kelas. Vie mendorong keras pintu kelas dari kaca sandblast itu, menyisakan keheningan di dalam. Tidak ada lagi bisik-bisik yang mengusik kupingnya, tapi semuanya tidak jauh berbeda. Pandangan itu tetap terlontar dari mata teman-teman sekelasnya. Bahkan Vie melihat Syafa dan Amy yang menatapnya dengan pendangan iba. Oh ayolah, ini bukan kesalahannya!

Dengan cepat Vie melesat ke belakang kelas, menuju lokernya. Tangannya gemetar saat memasukkan kunci membuka pintu loker, berkali-kali kunci dalam genggamannya terjatuh ke lantai. Setelah kesekian kali, akhirnya loker itu berhasil dibuka. Vie segera menyambar ponsel yang sebelumnya ia letakkan di dalam sana.

Ia melihat ponselnya, mengecek apakah ada seseorang yang memainkannya. Nihil. Semua aman. Bahkan Vie baru ingat bahwa dia tidak memyimpan video Dyni itu di ponselnya. Lalu, bagiamana mungkin video itu tersebar?

Apakah ini Nona Y? Namun, jika Nona Y, mengapa tidak tersebar luas sejagat SHS? Yang mengetahuinya baru hanya segelintir orang dan hampir dari semua itu adalah anak kelas sebelas. Tunggu, Vie menyadari sesuatu.

Vie melesat menuju IPA satu dengan cepat. Tidak ada Dyni di sana, semua mata memandangnya dengan sorot penuh makna. Ia melihat benda yang tak asing lagi baginya. Laptopnya menyala di ujung sana. Dengan cepat Vie maraih laptop yang teronggok di meja paling sudut di belakang kelas. Meski banyak mata yang memandanginya, Vie tak acuh dengan itu semua. Dengan cepat ia membuka folder atas nama "Ancaman". Vie melihat bahwa ia masih menyimpan video dari Nona Y, Vie segera menghapusnya dengan permanen. Sekali lagi Vie mengedarkan pandangannya, ia tidak menemukan Dyni atau pun Leon di dalam kelas. Hanya ada Zayan yang menatapnya dari ambang pintu. Vie berjalan menghampirinya.

"Aku boleh nanya?" ujar Vie tanpa basa-basi lagi.

Zayan mengangguk mengiyakan.

"Ini, kamu tahu tentang video pembullyan itu?"

Lagi-lagi Zayan mengangguk, ia membuka suara. "Video itu tersebar dari grup kelas kami."

Vie mengangguk, meski ia tak dapat menyembunyikan keresahan dalam hati lewat raut wajahnya. "Boleh aku pinjem ponsel kamu?" tanya Vie yang seakan menekankan permintaannya.

Zayan mengelurkan ponselnya dan menyerahkannya pada Vie. Dengan lincah jemari Vie membuka grup line kelas IPA satu. Ia mengscroll layar, melihat ruang grup sampai di atas untuk chat terbaru hari ini. Mengamatinya satu-satu sampai ia menemukan video itu. Reva, teman sekelas Dyni yang mengunggah video itu ke grup kelas. Dengan cepatnya pula video itu menjadi buah bibir.

Vie mengembalikan ponsel Zayan, ia melangkah keluar dari kelas IPA satu. Vie melangkah cepat masuk menuju kelasnya. Setelah meletakkan laptopnya ke dalam loker, Vie yang berniat akan duduk menenangkan diri, urung karena telah dipanggil oleh Agung.

"Vie, kamu dipanggil Bu Putri ke ruang BK sekarang."

Vie terperanjat, meski ia sudah memprediksikan semua ini akan terjadi. "A ... Aku?"

Agung mengangguk. "Iya, sekarang."

Vie melangkah gontai menyeret kakinya menuju lantai bawah. Ruang BK. Ia harus menerima apa yang akan terjadi kemudian.

° ° °
•to be continued•

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top