Episode 24
-Kebohongan akan membawamu pada jurang penyesalan.-
- - -
"Kamu yakin?" tanya Willy yang memandangi Vie dari ujung kepala hingga ujung kaki.
"Aku yakin, ini pasti berhasil!" Vie berkata penuh percaya diri, tampak binar matanya yang berapi-api.
"Aku pikir lupakan saja semua tentang Nona Y, Vie. Toh, sekarang tidak ada ancaman dari Nona Y lagi, kan?" Willy tampak tidak setuju dengan keputusan Vie.
"Nggak kak, siapa bilang dia mengebaikan? Dia itu sedang mengamati dalam diam. Aku yakin itu," ujar Vie masih berpegang pada pendiriannya.
"Lagian juga, apa kamu nggak khawatir dengan Dyni? Maksudku, kamu membawa nama baik Dyni loh, Vie. Dan menurutku sangat nggak elit kalo seorang cewek nyatain perasaannya duluan, apalagi di depan orang ramai. Itu ibarat menceburkan diri sendiri ke kandang singa."
"Kandang singa mah di darat kak, bukan di air. Kandang buaya iya, kalo mau pake diceburin."
"Aku serius Vie."
"Aku juga, Kak!"
Willy menghela napas. Percuma saja berdebat dengan gadis di depannya ini, toh pada akhirnya cewek emang selalu benar.
"Terserah, aku ngikut aja." Willy mengalah pasrah, ia mengikuti saja apa kemauan adik kelasnya ini. "Inget, jangan pernah menyesal."
Vie mengangguk mantap.
° ° °
Vie mematung dirinya di cermin toilet. Sebelumnya, Vie sudah membawa beberapa benda yang menjadi ciri khas Dyni dari rumah. Vie menata lagi letak jepit rambut di sebelah kirinya, sedikit merapikan gelombang surai hitamnya, dan berkali-kali berdeham berbicara kepada kaca. Untung saja, sedang tidak ada orang di dalam toilet ini.
"Ekhm! Tes, satu dua tiga ...." Vie mengatur dirinya di depan cermin. "Umm ... kak, aku sebenarnya suka sama kakak!" Dengan cepat Vie menggeleng. "Duh, ekspresinya kurang mendalamin!"
Vie akan mengacak rambut sebelum ia ingat jika ia sudah bersusah payah menata rambutnya. Pagi-pagi sekali, saat Dyni tengah mandi, Vie menyelinap masuk ke kamar Dyni untuk mengambil jam tangan putih yang sering di pakai Dyni. Vie menetapkan hari ini untuk beraksi karena ia tahu bahwa Dyni akan pulang cepat hari ini. Dan mengenai jam tangan putih itu, Dyni tidak akan memakainya ke sekolah jika ada pelajaran olahraga.
Vie meilirik jam di pergelangan tangan kirinya. "Ya, waktunya beraksi." Dengan gagahnya, Vie berjalan menuju lapangan.
° ° °
Maniknya mencari-cari sosok Willy, beberapa saat setelah menembus kerumunan, Vie menemukan Willy yang tengah mendribble basket dan sedang menjadi tontonan para penggemarnya. Hiruk-pikuk memenuhi lapangan, mereka berloba-lomba meneriaki nama Willy.
"Dyni, kamu nggak kumpul putri sekolah?" tanya salah seorang senior cewek yang berpapasan dengannya. Vie gelabakan, untung saja otaknya masih bisa menyerap dengan cepat apa yang tengah terjadi.
"Syurkurlah, penyamaranku berhasil." Vie bernapas lega.
"Dyni?" tegur cewek itu kembali karena perkataannya tidak dijawab oleh Vie.
"Iya kak, nanti aku akan ke sana. Aku lagi ada urusan sebentar," ujar Vie tersenyum simpul.
"Ya deh," balas cewek itu melambaikan tangan dan melengang pergi.
Huft! Lagi, Vie menghela napas lega.
Ia berjalan hati-hati, sejauh ini telah berhasil. Jangan sampai satu kesalahan kecil membuat rencananya hancur berantakan. Vie terus menyeret kakinya hingga berjarak dua meter dari Willy.
"Kak Willy!" panggilnya lantang di tengah lapangan. Saat ini hanya ada dua orang yang berada di tengah lapangan, yang langsung menyita perhatian puluhan pasang mata. Keadaan yang tadinya riuh, kini senyap seketika. Mereka memandang Vie dan Willy penuh tanda tanya.
Willy berbalik. Bola yang dipegangnya terjatuh menghantam lantai begitu saja. "Dyni?" Suara Willy dapat di dengar oleh telinga-telinga yang telah menajamkan tingkat pendengaran mereka.
Dalam keadaan normal, Vie pasti akan meloncat riang mengapresiasi akting Willy. "Kak Willy kayaknya cocok deh masuk ekskul teater," katanya membatin.
Tanpa Vie tahu, sebenarnya cowok di hadapannya tengah berjuang melawan ketidak serasian antara hati dan pikirannya. Willy tidak berbohong saat dengan tidak sengajanya ia tertegun menyaksikan Vie yang dapat sebegitu mirip, ralat. Sebegitu sama persis dengan Dyni, padahal mereka dapat dibedakan dari penampilan dan pembawaannya. Willy juga tidak berakting waktu tidak sengaja menjatuhkan bolanya, bola itu luput begitu saja dari genggamannya.
Puluhan pasang mata itu bertambah antusias dan was-was saat mendapati Dyni yang mereka kira berjalan mendekat menghampiri Willy. Menyisakan jarak setengah meter di antara mereka.
Tanpa Vie sadari, Dyni yang asli menyelinap di antara kerumunan orang lainnya, bersama Leon di sebelahnya. Dyni tidak tahu apa yang tengah terjadi sekarang, saat ia sampai di lapangan, ia sudah dihadapkan pada keadaan yang begitu serius diselimuti oleh aura yang mendebarkan. Dyni sempat terbelalak saat mengetahui Vie tengah menjadi sorotan bersama Willy. Bukan hanya itu, Vie terlihat berpenampilan seperti dirinya. Sangat mirip.
Vie meremas ujung roknya. Ia merapal mantra berulang-ulang di dalam hati, berharap ada sebuah keajaiban yang akan membawanya menghilang setelah ini. Vie menarik napas, sebelum menghembuskannya perlahan. Ia mendongak, menatap lekat menelusuk menembus iris coklat Willy. Pandagan mereka mengunci satu sama lain, membuat aura di lapangan semakin bertambah beragam.
"Aku Dyni. Aku mau bilang kalau aku ... Aku suka kakak!" teriaknya lantang memecah keheningan yang berkepanjangan itu.
Masih sempat hening beberapa saat, sebelum keadaan menjadi riuh. Aura di lapangan berubah gelap, ada banyak perasaan tak terima dalam setiap hati insan yang menonton peristiwa itu.
"Ck! Dasar gampangan!"
"Cewek kayak gitu mah nggak ada malu!"
"Itu yang katanya calon putri sekolah? Huh!"
Vie mendengar ricuh di sekitarnya. Ia telah bertekad untuk bertahan, setidaknya sebentar lagi sampai Nona Y melihat dan mengetahuinya.
Vie menggigit bibir bawah, kedua tangannya semakin erat meremas ujung rok yang ia kenakan. Ada rasa bersalah dan khawatir yang menjalar dalam hatinya. Belum berhenti cemoohan yang dituturkan oleh orang-orang di sekitarnya, Vie justru menangkap sosok yang kini sedang menatapnya dengan sorot penuh kekecewaan.
"Dyni," gumam Vie pelan. Dyni berbalik begitu saja meninggalkan Vie yang dilanda keresahan. Tanpa sadar, Vie meneriaki nama Dyni.
"Dee! Tunggu!" Belum sempat Vie berlari mengejar Dyni, langkahnya sudah di tahan oleh beberapa orang yang berdiri gagah menghadangnya.
"Well, berani banget lo ngusik pangeran kita!" sentak salah seorang siswi di sebelah kanan Vie.
"Guys!" Kini terlihat Ira membelah kerumunan. Ia menepukkan tangan di udara, memanggil semua perhatian orang di sekitarnya. "Dengerin deh, ada ya orang yang tega nyamar jadi sodaranya sendiri! Demi apa tuh? Kalo gue mah malu banget!" ejeknya yang berhasil menyulut kemarahan para siswi yang agresif.
Mereka dengan kompak meneriaki Vie. Menyebutnya pembohong, orang tidak tahu malu, dan nggak punya harga diri!
Vie hanya bisa pasrah dengan keadaannya sekarang. Air mata telah jatuh merembes di pipi bersihnya.
Willy hanya bisa menatap Vie dari balik celah kerumunan para siswi yang mengepung Vie, menciptakan jarak di antara mereka.
"Sorry, Vie. Ini salahku," lirinya pelan.
° ° °
•to be continued•
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top