Episode 23

-Belajarlah dari bulan dan bintang. Tanpa bintang, bulan terlihat lengang dan tanpa bulan, bintang tak akan memukau.-

- - -

Tidak seperti bulan yang sekarang tengah tersenyum bersama sang bintang. Tidak. Vie duduk bersimpuh di balkon, menengadah ke langit gelap. Meski tampak indah dengan taburan bintang yang menyala kerlap-kerlip, tapi berbeda dengan hati Vie, hatinya sehambar roti tawar.

Vie tahu itu, ia harus menerima segala konsikuensinya, termasuk dibenci Dyni. Rasa haus mengusik tenggorokkan, mau tak mau, suka tak suka, Vie harus turun ke dapur untuk mengambil segelas air putih.

Klek.

Vie menutup pintu dan berbalik, keduanya sama-sama terperanjat. Vie menemukan Dyni yang juga baru keluar dari kamar. Tanpa Vie duga, Dyni melengos begitu saja meninggalkannya. Hati Vie sempat merasa terhantam, tapi Vie tahu. Ya, ini adalah harapannya. Keinginannya.

Vie mengekor di belakang Dyni. Keduanya sama arah menuju ke dapur. Meski bersinggungan saat nengambil gelas, baik Vie maupun Dyni, keduanya tak ada yang mengucapkan sepatah kata pun. Mereka bak patung porselin bergerak yang tak akan digubris. Dyni dengan kuat menutup pintu lemari es, membuat Vie menoleh ke sumber suara.

Dilihatnya Dyni yang tampak acuh, ia berjalan pergi begitu saja seraya membawa segelas air es.

"Oke, Vie. Ini yang kamu inginkan, maka semuanya akan dimulai dari sekarang."

° ° °

Vie menapakkan kakinya melewati koridor utama, langkahnya ringkih seperti ranting yang akan patah bila terinjak. Tidak ada Willy yang akan membantunya, cowok satu itu tengah sibuk menjalankan try out selama tiga hari ini dan ini adalah hari terakhirnya try out. Mungkin besok, Willy akan ada waktu untuk membahas Nona Y bersama Vie.

Sudah lebih dari tiga hari, baik Vie juga Dyni tidak sekali pun bertegur sapa. Baik di rumah maupun di sekolah, keduanya bersikap acuh seolah tak pernah mengenal satu sama lain. Jika berpapasan, mungkin mereka hanya akan menganggap bahwa yang terlihat hanyalah bayangan dari cermin dirinya. Tidak lebih, tidak ada interaksi sama sekali selama tiga hari itu.

Vie mengeluarkan poselnya, menyalakannya dan menutupnya kembali. Vie mendengkus pelan. "Dan tiga hari lagi waktu Nona Y berakhir."

Brak!

"Aw!" rintih Vie saat ia tak sengaja tersandung kakinya sendiri, membuatnya tersungkur hampir mencium lantai.

Vie bangkit memungut ponsel yang ikut terlempar. Belasan pasang mata yang turut menyaksikannya terjatuh hanya bergeming di tempat tanpa berinisiatif untuk membantu. Diraihnya ponsel yang tergeletak tak jauh dari sepasang sepatu hitam yang ia kenali.

Vie mendongak. "Dyni?" Ia berujar spontan.

Bukan hanya Dyni, ada Leon yang berdiri di sampingnya. Dyni membuang wajah, menghindari bertemunya matanya dengan mata Vie. Ia lalu melanjutkan perjalanan tanpa menghiraukan Vie. Begitu pun dengan Leon yang mensejajarkan langkahnya dengan Dyni. Menyisakan Vie yang dipandang dengan tatapan mencemooh dari belasan pasang mata yang mengamatinya, mulut-mulut tanpa rem itu mulai berbisik-bisik, berkicau seperti burung dalam kepongahan.

Vie menguatkan hatinya, berusaha menahan getir dalam dada. Ia berjalan cepat menuju kelas dengan tergopoh-gopoh.

° ° °

Tidak ada makan bersama, tidak ada pulang bersama, tidak ada tawa bersama, tidak ada tangis bersama, bahkan teman cerita, dan teman melepas penat pun tak ada. Tidak ada Dyni yang biasanya selalu bersama Vie, tidak ada. Semua sirna begitu saja, ditelan angin risau bersama badai pahit dalam sebuah ombak kenyataan.

Vie menghempaskan diri di atas rerumputan di taman belakang perpustakaan. Tidak setiap hari taman ini dibuka, hanya hari-hari tertentu dan untuk hari ini, taman dibuka karena miss Vita tengah berbaik hati ketika Vie memohon-mohon untuk menikmati suasana taman. Tidak gratis, setelahnya Vie harus membayar dengan membantu miss Vita merapikan perpustkaan setelah jam sekolah berakhir.

Rasanya hambar, kali ini bukan seperti roti tawar. Melainkan seperti makan angin, tidak terasa apa-apa. Kebanyakan sedikit, bisa menyebabkan perut kembung. Masuk angin? Minum Pantangin!

Vie meratapi hubungannya dengan Dyni yang semakin memburuk. Pikirannya terus berkecamuk. Vie tidak mungkin lagi memperjuangkan Leon yang jelas-jelas telah menolaknya secara langsung. Hari itu setelah perang dinginnya dengan Dyni dan tekad yang sudah ia bulatkan, Vie datang menemui Leon.

Seolah tahu apa yang ingin dikatakan Vie, Leon lebih dulu berkata,

"Vie, please. Ayolah, kamu tahu bahwa aku tidak pernah tertarik padamu. Jadi, berhenti mengangguku."

Jika kalimat itu hanya sekali Vie dengar, maka ia tidak akan menyerah. Namun, esoknya Vie kembali menemui Leon dan mendapatkan penolakan yang sama dari Leon selama tiga kali. Jika sudah begitu, Vie tahu bahwa semuanya akan sia-sia. Percuma, waktunya pun semakin berkurang.

Beberapa hari terakhir ini juga, Vie melihat Dyni dan Leon yang terang-terangan menunjukkan kedekatan mereka di depan Vie. Seolah memberitahukan bahwa mereka kini telah saling memiliki.

Vie mengacak rambut frustasi. Ia menyenderkan badan ke batang pohon palm di belakangnya. Matanya menatap daun-daun merah dari pohon pucuk merah yang berada di sepanjang pandangannya, tersiram sinar Mentari.

Saat ini, di sini hanya Vie seorang diri yang tengah berada di taman dengan luas yang cukup besar, sebesar lapangan basket, lebih. Vie memejamkan mata, berusaha mencari ketenangan di dalam gelap.

Telinganya dengan acap menangkap bunyi dari percikan air terjun yang menaik tinggi lalu jatuh kembali bersama teman air lainnya. Kicauan burung-burung yang bertengger di pepohonan pun dapat dengan jelas di tangkap oleh kupingnya.Berdiam diri selama lima menit membuat Vie ingin tidur. Rasa kantuk itu tiba-tiba menyerang, sebelum Vie mendapatkan sebuah cahaya dari langit.

Vie terjaga. Matanya membulat lebar, ia terlihat seperti orang kaku yang celangak-celinguk kebingungan. Vie mengedarkan pandangannya, sebelum memustuskan untuk beranjak dari tempat itu.

Rerumputan gajah yang halus itu menggelitik kaki telanjang Vie, ia sengaja melepas sepatu dan kaos kakinya guna merasakan alaminya menginjak bumi.

° ° °

"Aku tahu! Aku akan melakuakan pilihan kedua Nona Y! Jika Nona Y selalu mengawasi gerak-gerikku, aku yakin setelah ini dia akan tahu apa yang akan aku lakukan. Dia tidak akan menolak, aku yakin itu.

Aku juga akan membuat Dyni mengakui perasaannya kepada kak Willy di tengah lapangan besok! Ini cara terakhir yang paling ampuh, aku yakin akan berhasil!" Vie menyunggingkan senyum dengan penuh makna tersirat di dalamnya.

Vie mengeluarkan ponsel dari balik saku roknya, dengan cekatan jemarinya mengetik sebuah pesan untuk Willy. Vie yakin, meski tiga hari ini Willy mengabaikan pesannya karena sibuk perisapan try out, tapi tidak ada salahnya bukan untuk memberitahukan Willy segera rencana apa yang akan dilakukannya besok.

[ willy Z. ]

Kak, besok aku akan menjalankan pilihan  ke dua dari Nona Y.
-01:17 AM-

° ° °
•to be continued•


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top