Episode 10
"Kak Willy!"
Willy yang merasa namanya dipanggil pun menoleh. "Vie? Kenapa?"
Vie memegang kedua lututnya, napasnya masih tersengal karena berlari mengejar Willy.
"Kak, aku ...." Vie menarik napas. "Aku, dapat lagi surat Nona Y."
"Surat baru?"
Vie mengangguk. "Tapi udah kubuang."
Willy mendengkus. "Apa isinya?"
Vie dan Willy berjalan beriringan, mereka mempunyai tujuan yang sama, koperasi. Vie menceritakan tentang surat Nona Y yang terakhir. Surat yang berisikan bahwa Nona Y telah memustuskan tantangan apa yang harus dijalankan Vie.
"Kayak cenayang, dia tahu semua. Aku jadi penasaran sama Nona Y," ujar Vie sebelum langkahnya berhenti.
Ia berbalik menghadap Willy. "Apa aku laksanakan aja, ya? Menurut kakak?"
Willy tampak bepikir, sedetik kemudian ia mengedikkan bahu. Membuat Vie merasa di-PHP-in.
° ° °
Vie mengetukkan pulpen hitam ke atas buku tulis. Ia bingung bagaimana harus mengisi soal-soal yang diberikan oleh Bu Mira. Soal fisika di hadapannya itu sebenarnya bukanlah soal yang susah. Tentang gaya, bahkan anak SMP pun pasti bisa menjawabnya. Hanya saja, Vie tengah suntuk dan sulit untuk berpikir.
Fisika aja gaya-gayaan, masa' lo enggak?
- 11:12 AM-
Vie hampir menyumpratkan seluruh tawanya saat melihat chat yang dikirim Rifki di grup kelas. Dengan cepatnya chat tersebut menyulut api dari kepala-kepala yang tengah jenuh. Mereka cerah seketika dan grup chat yang tadinya sepi macam kuburan, kini ramai bak pasar swalayan.
[Naura] LOL!
-11:12 AM-
[Dirga] Mantul! Quotes of the day :v
-11:12 AM-
[Yuri] kuingin marah:"
-11:12 AM-
[Bayu] Woy pada maen hp! Jawab tuh soal fisika! Gue aduin ke Bu Mira, tahu rasa lo pada!
-11:13 AM-
[Anggita] padahal sendirinya -_-
-11:13 AM-
[Agung] -_-
-11:13 AM-
[Tika] -_-
-11:13 AM-
Dan chat grup pun masih terus berlanjut. Sebenarnya, Bu Mira nggak mempermasalahkan jika bermain ponsel saat di jam pelajarannya. Asalkan, digunakan dengan cara yang bijak. Misal saja, untuk mencari bahan ajaran atau referensi dari internet, dan sebagainya.
Mood Vie mulai membaik sesaat, lalu kembali ambruk saat matanya kembali berhadapan dengan soal di depannya yang satu pun belum ada diisi.
° ° °
Vie telah membuat janji untuk kembali bertemu dengan Willy di perpustkaan. Kali ini mereka akan membahas tersangka pertama. Sama seperti sebelumnya, tempat duduk andalan mereka adalah meja panjang yang menghadap jendela kaca mati yang langsung membawa pada pemandangan taman belakang perpustakaan.
Kali ini, Vie nggak perlu lama menunggu karena Willy telah duduk di sana sambil membolak-balik lembar demi lembar buku ilmiah di tangannya.
"Siang kak." Vie mulai menarik kursi dan duduk di seberang Willy.
Willy menoleh, ia menyunggingkan senyum simpul. Lalu meletakkan bukunya di atas meja dan mulai mengintograsi cewek di hadapannya.
"Jadi? Gimana? Menurutmu tersangka pertama itu, Amy?"
"Iya kak."
"Beritahu aku alasannya." Willy serius memperhatikan Vie yang menceritakan alasan dan kejadian kemarin.
"Jadi gini kak, Amy itu rivalnya Dyni. Kemungkinan besar sih itu alasannya dan kemarin aku juga dengar pembicaraan orang-orang di kantin bahwa mereka bisa aja saling menjatuhkan dengan membuka aib salah satunya.
Kemarin juga, aku nanya gini ke Amy, 'Amy, kamu Nona Y yang ngirim surat buat jatuhin Dyni, kan?' terus Amy jawab, 'Mana buktinya? Kamu sama saja mencemarkan nama baikku.' Nah, karena itulah aku semakin yakin kalau Amy memang pantas dijadikan tersangka."
Willy terbahak. Ia menyeka air di ujung kelopak mata, "kamu pikir ada maling yang mau ngaku?"
"Lah? Emang aku salah?"
"Aku nggak bilang salah, Vie. Meski pun kamu benar, tanpa bukti nggak akan pernah ada pembenaran."
Vie diam, benar juga apa yang dikatakan Willy. Semuanya memang butuh bukti untuk menemukan tersangkanya. Vie menoleh ke belakang, berharap dapat menemukan referensi baru lewat ratusan buku yang berjajar apik di dalam rak.
"Leon?"
Willy langsung menoleh ke arah pandang Vie. Benar, Leon tengah berdiri di sana. Di deretan buku non fiksi. Willy memberi kode untuk Vie agar menghampiri Leon, mereka akan menjalankan misi pertama.
"Maju, Vie." Willy menendang pelan kursi Vie. Vie merutukinya, mau nggak mau ia menyeret langkah menghampiri Leon.
Vie mengambil buku ilmiah yang di baca Willy, lalu membawanya mendekati Leon. "Hai, Leon. Maaf menganggu. Aku boleh nanya?"
Leon menoleh, mengamati Vie sehingga membuat gadis itu semakin menjadi gugup.
"I ... Ini. Kamu suka baca novel misteri nggak?" Vie menunjuk buku yang tengah di genggamnya.
Leon mendelik. "Buku ilmiah jadi buku misteri? Sulap?"
"Eh?" Vie melihat kembali buku dalam genggamannya. "Astaga! A ... Aku, anu itu. Salah bawa buku tadi." Ia memukul pelan kening dengan buku ilmiahnya.
Leon kembali melanjutkan aktivitasnya, menelusuri judul demi judul untuk menemukan buku pilhannya.
"Leon, kalau boleh tahu, kamu pindahan dari mana, sih?"
Hening. Leon nggak merespons.
"Hmm, di sekolah kamu yang lama, kamu masuk sepuluh besar nggak? Atau sekolahmu yang lama jauh lebih unggul dari SHS?"
Leon masih fokus dengan membaca sub judul dari tulang buku.
"Leon, Dyni di kelas gimana? Rusuh nggak?"
Leon menoleh sekilas, nggak sampai lima detik ia sudah beralih ke judul berikutnya. Vie mendengkus, ia nggak tahu harus cari topik apa lagi.
"Leon! Orang kalau bicara itu ditanggepin, kenapa? Aku ini manusia lho! Bukan manekin yang menyambut orang berlalu lalang!"
Semua mata tertuju pada Vie, termasuk Miss. Vita yang menatapnya tajam. Vie membuat kegaduhan di tempat ini, lagi.
Vie akhirnya disuruh keluar dari perpustakaan karena banyaknya anak yang mengeluh terganggu dengan kegaduhan yang dibuat Vie. Bukan hanya Vie yang diusir, bahkan Leon dan Willy pun ikut terkena imbasnya.
Vie melangkah keluar mengikuti Leon, ia berusaha mensejajarkan langkahnya dengan langkah besar milik Leon. Willy mengikuti dari belakang sambil membantu memberi kode.
Willy memberi kode bahwa Vie harus membuat Leon mau diajak bicara. Willy menggerakkan tangannya, menyuruh Vie untuk cari topik bahasan tentang apapun.
Masih sama seperti sebelumnya, Vie hanya dianggap angin lalu olehnya. Vie mengadu ke Willy, ia mengisyaratkan bahwa percuma saja. Vie mengibaskan tangannya ke Willy, memberitahukan bahwa semuanya sia-sia. Vie menunjuk dirinya sendiri, lalu menunjuk ke arah Willy, yang berarti maksudnya Vie ingin pergi saja menghampiri Willy.
Namun Willy membalasnya dengan mengibaskan tangan ke udara, menunjuk Vie dan mulutnya komat-kamit nggak karuan. Menurut apa yang ditangkap oleh otak kecil Vie, Willy menyuruhnya untuk jangan ke sana dan teruslah mengiringi langkan Leon.
Vie kembali melempar kode, kali ini dengan ekspresi lelah dan memelas. Saat mereka saling bertukar kode, Leon yang dari tadi sudah mengetahui, namun hanya mendiamkan kini beralih menatap Vie. Vie terdiam.
"Apaan sih, nggak usah kode-kodean segala, sana pergi. Aku tahu daritadi kalian saling memberi kode, kan? Sana, jalan bersamanya. Jangan ikuti aku lagi."
Bak di-skakmat! Vie diam terhenyak. Speechless. Vie nggak mampu berkata-kata, ia menghentikan langkahnya dan hanya bisa melihat punggung Leon yang sudah semakin menjauh.
"Ketahuan deh...."
° ° °
•to be continued•
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top