Surabaya ke Semarang, 7 November 2020
Selamat tinggal kota Surabaya, aku sedang berada di dalam kereta yang melaju menuju ke Semarang. Kau pastinya tahu kenapa aku berada di Surabaya dan kenapa aku pergi ke Semarang?
Menikmati pemandangan yang indah dengan sawah-sawah hijau membentang dan langit biru yang lembut di balik kaca cendela aku mulai teringat pada memori di mana saat perlombaan tadi yang cukup menyerukan walau rasanya suhu tubuhku mulai naik sekarang. Aku tahu jika ini adalah reaksi tubuhku yang masih membutuhkan penyesuaian untuk kembali normal setelah kurang lebih hampir lima jam aku berlari. Kakiku kini mulai terasa sedikit berdenyut terutama di bagian betis dan lutut tetapi setidaknya rasa sakitnya membuahkan hasil sehingga rasa bahagia itu mampu melawan rasa capekku. Semburan euforia bahagia itu membuatku merasa bahwa aku layak menceritakannya kepada kau.
Dari hotel yang tidak jauh dari tempat perlombaan aku sengaja berjalan kaki sambil meregangkan otot dengan pemanasan agar nantinya otot-otot dalam tubuhku tidak terkejut karena akan digunakan untuk kerja ekstra. Kau pasti tahu aroma pagi seperti apa, semerbak mewangi fajar yang sejuk merasuk ke dalam sukma dengan penuh kenikmatan yang tidak bisa di hitung.
Pagi sekitar pukul empat pagi aku sudah di tempat untuk pendaftaran ulang dan mengambil nomor peserta. Setelah itu aku salat subuh lalu bersiap di garis start karena flag-off sekitar pukul lima pagi. Kau tahu, ribuan umat manusia berkumpul di jalanan dengan mengenakan jersey yang sama sepertiku dan sepertinya lebih didominasiboleh atlet lari karena dari postur tubuh yang lebih terbilang ciri khas itu.
Waktu itu aku tidak memikirkan apapun, aku tidak terlalu berambisi untuk menang ataupun berusaha selalu berada di depan. Yang terpenting adalah aku harus sampai di garis finis apapun yang terjadi. Aku tahu jika diriku bukan perempuan yang memiliki ambisi tinggi, namun aku memiliki kesungguhan yang lebih besar dari siapapun di sana. Mungkin mereka akan bangga jika dirinya telah melewati garis finis paling awal namun aku tidak, aku hanya akan mempersembahkan pencapaianku di garis finis untuk Radit walaupun mungkin tidak akan membuahkan hasil.
Saat bendera diangakat kami semua berlarian dengan hebohnya awalnya cukup sulit melewati banyak orang karena saling berebut untuk melewati garis, ya bedesak-desakan dan sama sekali tidak mampu untuk berlari. Kau tahu matahari saja belum tampak jelas tetapi kepalaku sudah terasa panas karena ada perempuan yang mendorongku dengan kasar agar dia bisa melewatiku beruntung waktu itu aku tidak jatuh. Sungguh aku tidak bisa membayangkan bagaimana jika aku sampai terjatuh pasti menjadi injakan yang sadis bagiku. Aku langsung tahu perempuan itu yang sudah jauh di depanku dan segera aku menyusulnya namun aku hanya menghapal raut wajahnya lalu berlali mendahuluinya.
Perlahan saat waktu-waktu berlalu, jalanan semakin sepi jarak antar peserta semakin renggang. Kau tahu keringatku kian membanjir. Beberapa peserta duduk di tepi jalan, dengan sangat lemas dan ada pula yang sempat pingsan akan tetapi langsung ditangani oleh petugas kesehatan. Aku hanya memperhatikan sekitar sembari terus berlari. Dua jam pertama berlalu kakiku sudah merasa sakit tenggorokanku terasa kering dan tubuhku terasa sangat panas karena aliran darah mengalir deras ke seluruh tubuhku.
Selama tiga jam perjalananku aku sama sekali tidak berpikiran apakah aku mampu sampai ke garis finis akan tetapi aku merasa Radit sedang duduk di kursi roda jadi aku merasa harus segera sampai di garis finis untuk menemuinya. Ya, perjalana masih jauh, aku masih perlu menempuh sepertiga lagi dari 21.5 km yang kau tahu itu tidak apa-apanya mungkin bagi Radit. Aku tidak memaksakan diri untuk memilih full marathon seperti yang diimpikannya jadi aku memilih half marathon sesuai dengan kemampuanku yang sudah aku latih berbulan, bulan yang lalu.
Kau tahu, hasil latihanku dan perlombaan ini membuatku lemas, letih dan tidak bisa aku jabarkan di buku merah ini rasanya langsung hilang karena saat aku melewati garis finis petugas perempuan mengenakan kaus putih dan memakai topi berwana hijau menyala datang mendekatiku sambil berlari memberikan medali, dia juga sempat mengatakan bahwa aku adalah peserta ke 98 yang berhasil melewati garis finis pertama.
Aku sendiri bingung waktu itu aku kira adalah peserta yang paling lama nyatanya dari 500 lebih yang memilih half marathon dan aku lah yang ke 98 menempuh garis finis. Rasanya aneh memang apalagi tidak ada darah olahraga di garis keturuan.
Mungkin ini rasanya yang jika Radit di posisku saat ini, aku tahu akhirnya kenapa dia sangat merasa kecewa tidak bisa mengikuti lari marathon yang sudah ditunggunya sejak lama itu. Sensai yang luar biasa setelah menempuh puluhan kilometer dan akhirnya berhasil di garis finis adalah rasa bahagia yang hakiki tidak bisa ditafsirkan lagi bagaimana rasanya.
Sepertinya aku mulai mengantuk mungkin sampai di sini aku mampu menceritakannya, untuk persembahan medali ini untuk Radit mungkin nanti malam akan lebih membahagiakan. Setidaknya medali ini mampu membuat dia termotifasi untuk bersemangat dalam terapi penyembuhan kelumpuhan kakinya.
((BERSAMBUNG))
Yang aku tahu kamu adalah wanita kedua yang hebat setelah Mamaku dari yang paling aku sayang. Tidak ada tanda jasa atas kehebatanmu namun aku yakin cinta kita sangat lebih dari cukup.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top