27 Opening

            Pagi ini cerah, secerah hati Bagas yang mendapati Leira sudah menunggunya di meja makan. Senyum pria itu terukir dengan ringan dan maksimal. Ia tak bisa menutupi bahagianya, entah karena bisnisnya akan dibuka atau karena hidup barunya juga terbuka.

"Acaranya jam berapa, Gas?" Ibu Bagas bertanya saat pria itu duduk di salah satu kursi meja makan, lalu mengambil cangkir berisi kopi. "Ajak Leira? Soalnya Mama dan Bi Tina mau di rumah saja. Kami harus bicara banyak hal."

Bagas melirik jam tangannya sesaat setelah menyesap kopi hitamnya. "Jam dua siang, tetapi Bagas harus jalan sekarang. Jam delapan kami sudah harus bersiap-siap." Kini, mata Bagas mengarah kepada Leira yang masih terdiam di tempat duduknya. Di sebelah perempuan itu ada ibu Leira yang tersenyum melihat wajah Bagas yang penuh semangat. "Iya, Bagas ajak Leira dan dia wajib ada bersama Bagas." Senyum pria itu terukir, mendapati rona merah yang samar tercetak di wajah Leira. "Sudah siap, Lei?"

Leira mengangguk tanpa mengucap sepatah kata pun. Perempuan itu menatap Bagas dan tersenyum lembut. "Sarapan dulu, Bagas. Nanti pasti gak sempat makan."

Bagas mengangguk, lantas mengambil piring dan memberikannya kepada Leira. Senyum Bagas semakin terlihat saat Leira menyambut piring kosongnya, dan mengisi dengan nasi goreng telur ceplok.

Usai menghabiskan makannya, Bagas menatap ibu Leira yang tengah menikmati buah potong. "Bi Tina," panggil Bagas dengan nada serius. Sontak semua orang di meja makan itu memusatkan perhatiannya kepada Bagas. "Saya mau menikahi Leira. Mau melamar Leira kepada Bibi dan mengubah panggilan saya kepada Bibi jadi Ibu. Boleh, Bi?"

Wajah Leira bersemu. Perempuan itu menunduk lagi dengan gestur malu-malu.

Di sebelah Leira, ibu Leira tersenyum dengan mata yang menyorot haru. "Jawaban Leira bagaimana? Kalau Bibi, semua terserah Leira, asal anak Bibi jangan lagi sakit hati. Bibi hanya mau Lei bahagia dan memiliki pendamping yang tulus mencintai dia."

"Saya tulus, Bi. Saya cinta anak Bibi."

"Bibi tahu, kok, Mas." Ibu Leira tersenyum. "Bibi di sini bersama Lei, karena Bibi juga tahu kalau Lei sayang dengan Mas Bagas."

"Sebenarnya dia sudah cinta, Bi, tapi belum mau bicara saja."

Leira tampak salah tingkah, membuat hati Bagas semakin berbunga. Pria itu beranjak dari duduknya, lantas menghampiri Leira. "Jalan sekarang, yuk, Lei. Saya gak bisa telat."

Leira mengangguk, lalu pamit kepada ibunya dan orangtua Bagas. Tangan perempuan itu panas dingin saat menerima uluran tangan Bagas untuk bergandengan. Hatinya berdesir oleh rasa yang menyenangkan, saat Bagas menarik dirinya untuk melangkah keluar rumah menuju mobil.

****

"Bagus sekali." Leira tak bisa menyembunyikan kekagumannya. Ia baru saja turun dari mobil bagas dan meliarkan pandangannya ke seluruh penjuru arah.

Rengkuhan bagas terasa di pundak Leira. Pria itu bahkan mengecup lembut pelipis Leira yang tertutup poni. "Aku bikin ini sama teman kuliahku. Dia menginvestasikan uangnya untuk ini. Kalau menurutmu bagus, aku yakin orang lain akan menilai sama. Seleramu tentang tanaman sangat tinggi."

Senyum Leira terbit secerah mentari hari ini. Ia memandang Bagas sesaat, sebelum pria itu menarik Leira untuk masuk dan bertemu pegawai-pegawainya.

Bagas memimpin kordinasi pagi sebelum pembukaan dimulai. Di samping pria itu, Leira mengamati bagaimana Bagas tampak serius dan penuh konsentrasi. Leira bangga dengan Bagas yang pekerja keras. Bagas tak segan turun tangan sendiri menata ulang pot, menggeser kursi, membantu menata piring, dan mengecek mesin kasir.

Leira yang sedari tadi hanya duduk saja, tak tahan sendiri. Ia bangkit lalu meminta Bagas untuk memberinya tugas.

"Kamu yakin mau bantu? Aku tidak mau repotin kamu, Lei. Saat tamu-tamu datang, saya hanya mau kamu di samping saya, menerima ucapan selamat dari teman-teman dan menyapa mereka."

Leira menggeleng. "Aku mau sibuk dan aku harus membantumu. Jadi, apa yang bisa kulakukan di sini?"

Bagas tampak berpikir sesaat, sebelum akhirnya menunjuk meja kasir. "Bisa bantu kasir kami memberikan sovenir untuk para tamu yang selesai transaksi? Kami punya pot-pot kaktus dan sukulen untuk mereka."

"Siap! Aku harus mengenakan seragam seperti mereka, kah?"

"Tidak perlu." Bagas tersenyum dan mengusap lembut kepala Leira. Ia lantas menggandeng Leira dan mengajak perempuan itu menuju meja kasir.

Di sana, Bagas memperkenalkan Leira dengan pegawai yang bertugas melakukan transaksi.

"Calon istri aku, Dira. Namanya Leira."

Leira tersenyum, lalu menjabat tangan perempuan yang siap di meja kasir. Bagas meminta Leira duduk di sebelah Dira, dengan beberapa keranjang berisi pot-pot kaktus dan sukulen.

Pembukaan kafe dan resto berkonsep taman milik Bagas berjalan lancar. Banyak pengunjung yang datang, pun rekan-rekan Bagas. Leira sibuk mmebagikan sovenir kepada tamu yang datang, emngucapkan terima kasih, dan membalas sapaan teman-teman Bagas. Yang paling membuatnya bahagia adalah, ketia ia memperkenalkan dirinya sebagai calon istri Bagas.

Tanpa terasa, hari sudah larut saar kafe dan resto tutup. Pengunjung sudah tak ada, tersisa pegawai yang masih sibuk membereskan beberapa hal. Bagas memanggil Dira dan beberapa karyawan lain untuk berdiskusi dan mempersiapkan esok hari. Mereka duduk di salah satu kursi kafe dan berbincang dengan serius.

Sedang Leira, berkeliling memperhatikan kafe dan resto yang cukup luas ini. Konsep taman dan alam memang sangat umum di daerah pegunungan, tetapi Bagas sangat kreatif dengan memberikan kesan country pada kafe dan tradisional pada restonya. Leira berjalan pelan menyusuri setiap sudut dan memperhatikan beberapa hal yang menarik baginya.

Saat tengah memperhatikan deretan pot-pot kaktus yang berjejer di rak dinding, Leira agak terkejut saat seseorang memeluknya dari belakang. Senyum Leira terukir manis saat hidupnya menghirup aroma parfum Bagas yang masih terasa dingga selarut ini.

"Suka, Lei? Bagus, kan?"

Leira mengangguk, tanpa menoleh ke arah Bagas. "Orang-orang tadi juga bilang bagus. Tempat ini instagrammable. Mereka suka dan beberapa ada yang minta daftar harga sewa resto untuk acara keluarga atau pernikahan. Sayangnya, Dira bilang belum ada harga untuk paket-paket itu. Kamu sepertinya lupa. Padahal, akan lebih menguntungkan jika kamu bisa menawarkan paket pernikahan atau gathering. Tinggal kerjasama dengan EO saja untuk membantu jika ada pesanan." Jemari Leira yang tadinya menyentuh pot-pot kaktus, kini beralih mengusap lembut punggung tangan Bagas yang bertengger di perutnya.

Pelukan Bagas semakin mengerat. Pria itu menyandarkan dagunya di pundak Leira, lalu mencium pipi perempuan yang memberinya semangat. "Aku bukannya lupa, Lei. Aku memang ada bayangan ke arah sana. Prospek bisnisnya bagus. Hanya saja, aku harus mencobanya sendiri dulu, agar bisa mengevaluasi, fasilitas apa yang bisa kami tawarkan dan berapa harga yang pantas."

Kening Leira mengernyit. Perempuan itu agaknya bingung dengan penjelasan Bagas. "Mencoba sendiri?"

Bagas mengangguk di pundak Leira. "Kita menikah dulu, resepsi di resto ini, kita undang banyak orang, jadi tahu apa yang kita butuhkan dan berapa biaya yang terpakai. Kamu gak keberatan, kan, Lei, ikut uji coba paket yang harus kuperhitungkan untuk dijual."

Senyum Leira terkembang dengan wajah yang bersemu dan malu-malu. Ia tak menjawab pertanyaan Bagas, justru menunduk melihat tangan pria itu yang tak ada cincin di jemarinya.

"Lei, Gimana?" tanya Bagas di telinga Leira. Suara pria itu lirih, lembut, dan membuat Leira mabuk kepayang. "Nikah sama aku, ya. Kita bangun masa depan kita bersama. Aku memang bukan Bagas yang dulu, yang memiliki banyak fasilitas dari orangtuaku. Tapi aku berjanji akan terus berusaha bikin kamu bahagia di samping aku."

Leira melepas pelukan Bagas, lalu berbalik untuk menatap pria itu. Senyum Leira tersungging lembut dengan mata yang menyoroti cinta dari hati. "Aku harus mempersiapkan apa, untuk uji coba produk barumu?" Tangan Leira terulur ke dada Bagas dan mengusap lembut bagian itu. Telapak tangan Leira bisa jelas merasakan bagaimana degup jantung Bagas dan ia yakin kedekatan ini sangatlah nyata.

Senyum Bagas tersungging. Ia menarik tubuh Leira hingga menempel padanya, lalu mencium lembut bibir Leira. "Siapkan diri kamu untuk jadi pendamping aku. Hanya itu, Lei," ucap Bagas setelah melepas ciumannya, lalu kembali memagut bibir Leira, tanpa peduli beberapa pegawai yang mungkin saja melihat mereka.

****** TAMAT **** 

Alhamdulillah, akhirnya selesai jugaaaaa!!! Versi wattpad sampai sini yaaa ... untuk versi terbit, mungkin akan sedikit beda dengan versi WP, karena aku mau sunting bab-bab depan dan tambal sulam yang sekiranya masih kurang. Selain itu, ada 5-8 ekstra part (entah berapa jadinya) untuk versi terbit mereka. 

Ekstrapart versi terbit, akan aku post di sini cuplikan-cuplikannya saat open PO nanti. Kapan open POnya? Semoga akhir bulan sudah bisa promo berbarengan dengan Something Like Your Love dan Logika Rasa. 

Tiga judul ini aku Self Publish semua, jadi hanya akan terbit satu kali saja. Seperti Dear Ex dan Luka Hati Winda, aku kayaknya gak akan open PO lagi sampai akhir tahun ini. Tahun depan pun belum tentu juga. Tergantung sikon wkwkwkkw

Jadi, yang mau peluk kisah mereka, hayuk mulai nabung wkwkkw aku gak sediakan bonus untuk SP ini, karena niat terbitin emang hanya untuk kepentingan ISBN saja, tapi soal harga, aku diskon kok, apalagi yang beli bundling langsung tiga judul. 

Kisaran harga berapa? Aku kurang tahu. Yang jelas gak sampai 100 ribu/buku dan gak sampai 250 ribu/ 3 buku ... untuk harga fiksnya, tunggu info pre order akhir bulan ini yaa ...

Terima kasih banyak untuk kalian yang setia nunggu naskah yang sempat mabok ini wkwkkwkw akhirnya selesai dengan komen2 kalian yang sangat membantu aku. Sekali lagi, terima kasih banyak. 

Oya, follow instagram aku, untuk informasi seputar nashkahku dan yang sedang pre order. Setelah ini, aku akan main di Parade Lovrinz. Infonya, nanti ada di IG aku. 

LopLop

Hapsari


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top