22. Bantuan Om Tino
Enam bulan berjalan dan hati Leira masih terasa kosong. Pak Anjar dan istrinya memfasilitasi Leira untuk membangun tempat budidaya aglonema dan memberdayakan para remaja putri yang tidak bekerja dan sekolah. Perempuan itu melatih para remaja putri hingga mereka bisa bercocok tanam dan membudidayakan berbagai jenis tanaman. Para pemilik kios tanaman hias akan datang ke tempat Leira dan membeli beberapa tanaman untuk dijual lagi di tempat wisata.
Hari-hari Leira mulai sibuk dan ramai dengan berbagai kegiatan. Ia pun sudah sanagt dekat dengan adik-adiknya dan menjaga mereka saat orangtuanya harus berada di kebun apel dan jambu. Leira mulai dikenal banyak orang dan menjadi salah satu yang disegani juga dikagumi.
"Kak, makan siang nanti Kakak masak apa? Ibu dan Bapak pulang sore dari kebun."
Leira lupa. Sepagian ini dia sibuk memberikan arahan kepada beberapa remaja, cara membelah anakan aglonema dan bagaimana menanam dalam polybag sebelum dijual ke para penjaja tanaman hias. Dia juga memberikan tutorial memperbanyak tanaman wijaya kusuma dan miana aneka warna. Tak terasa, hari sudah siang dan ia harus memenuhi kebutuhan pangan adik-adiknya.
"Ibu tadi belanja, gak, ya?" tanya Leira kepada adiknya yang masih sekolah SMP.
"Tidak," jawab remaja itu. "Kita beli rujak petis saja, gimana? Kalau masak, takut lama. Saya sudah lapar."
Leira mengangguk patuh. Ia mengeluarkan uang miliknya dan meminta sang adik untuk membeli rujak petis dan rawon. "Setelah itu langsung pulang, ya. Kakak tunggu di rumah. Kakak akan pulang setelah ini." Ia harus memblender jambu biji untuk menu minuman mereka. Ibunya selalu membawa hasil kebun, nyaris setiap hari dan itu membuat Leira jadi sering membuat jus untuk diminum bersama adik-adiknya.
"Mbak Leira nanti balik lagi, kan?" Seorang remaja putri yang menjadi tim Leira bertanya. "Mbak gak lupa, kan, kalau sore nanti kios tanaman hias BNS mau ambil miana?"
Leira mengangguk. "Iya, ingat. Saya akan kembali sebelum jam tiga." Perempuan itu mengambil tasnya, lalu berjalan meninggalkan kawasan rumah yatim milik bos orangtuanya.
****
Mungkin ibunya benar. Ia hanya membutuhkan waktu dan keterbukaan hati untuk menerima lingkungan baru dan beradaptasi. Setelah sembilan bulan sejak Yingki mencoba memperkosanya, lalu ia dijemput oleh ibunya untuk tinggal di sini, Leira mulai merasa nyaman. Meski interaksinya dengan sang ayah tiri masih kaku, tetapi pris itu sudah mulai menganggapnya ada. Terkadang, ayah tiri Leira akan meminta tolong hal-hal kecil terkait kebutuhan adik-adiknya. Tak mengapa, dengan begitu saja, Leira sudah merasa dianggap dan diterima.
"Ibu itu loh, bawa buahnya mesti apel sama jambu. Ketahuan gak beli. Pasti dibawain sama Bu Ken."
Leira mengulum senyum geli mendengar adiknya yang masih kecil itu, meminum jus buatannya sambil menggerutu.
"Bosan," lanjut balita usia tiga tahunan itu.
Leira tak menanggapi dan hanya meminta adiknya untuk menghabiskan apa yang tersaji sebagai menu makan siang mereka. Setelah ini, Leira akan membawa mereka ke rumah yatim agar bisa Leira awasi sampai sore nanti.
"Kak, Om Tino kayaknya mau ke sini hari ini." Si adik remaja berucap. "Aku dengar tadi Ibu terima telepon dari Om Tino, terus Ibu bilang suruh langsung ketemu Kakak."
"Oya?" Leira sedikit antusias. Sudah lama sekali ia tak bertemu omnya. Belasan tahun hidup sebagai "anak" Om Tino, membuat Leira merasa ada ikatan di antara mereka. Om Tino menyayanginya dan selalu bertanggung jawab terhadapnya, saat ia hidup sendiri di Karanganyar. "Kakak, kok, gak dikasih tahu, ya, sama Om Tino?" Seharusnya Tino menghubunginya, bukan, alih-alih ibunya? Ah, sudahlah, mendengar akan menerima tamu Om Tino saja, Leira sudah bahagia.
Benar saja. Saat ia sudah dekat dengan rumah yatim, langkah Leira semakin cepat dengan binar antusias yang terpancar di matanya. Ia bahkan tak malu memanggil Om Tino dengan suara yang kencang, saat netranya melihat mobil Om Tino terparkir di halaman rumah yatim itu.
"Nduk," sapa Om Tino dengan senyum simpul. "Kata Ibumu kamu sibuk di sini. Makanya Om langsung ke sini, bukan ke rumah. Eh, gak tahunya kata temanmu, kamu sedang pulang."
Alih-alih menjawab ucapan omnya, Leira menubruk tubuh itu dan memeluk dengan erat. "Leira kangen Om Tino." Ia merasa tak pernah secengeng ini di depan orang, tetapi entah mengapa rasanya bisa lepas dan bebas saat melihat Om Tino ada di depannya. "Om apa kabar? Kenapa tidak hubungi Leira?"
"Ibumu yang minta, Nduk," jawab Om Tino seraya membalas pelukan keponakannya. "Dia bilang kamu di bawah pengawasannya. Semuanya harus lewat ibumu dulu sekarang. Duh, yang jadi anak mama ini, bikin Om jadi bingung sendiri." Om Tino tertawa lirih seraya melepas pelukan mereka. "Kamu apa kabar?"
"Baik," jawab Leira penuh semangat. "Awalnya Lei merasa berat tinggal di sini. Lebih enak di Karanganyar dan main di Jumog. Tapi, lama-lama terbiasa juga. Ibu benar, mungkin ini hanya soal waktu."
Om Tino mengangguk, lalu meminta untuk duduk. "Om mau bicara sama kamu."
"Soal?" tanya Leira sambil mengarahkan Om Tino untuk berjalan menuju taman kecil dengan kursi kayu buatan remaja pria rumah yatim ini.
Om Tino duduk, lalu Leira menyusul di sampingnya. "Pertama, soal miana. Ibumu mengirimi foto-foto miana koleksimu, dan Om tertarik untuk ambil beberapa."
"Tanaman murah, Om. Operasional sama untungnya gak sepadan."
Tawa Om Tino berderai renyah. "Buat penikmat miana, kadang harga tidak jadi masalah. Om tetap ingin membawa jenis miana yang unik. "
"Oke, oke," jawab Leira seraya mengangguk. "Jadi Om jauh-jauh ke sini untuk miana saja, to?"
"Bukan hanya itu," ucap Om Tino dengan wajah yang tiba-tiba berubah serius. "Yang kedua, ini tentang hal yang membuat Om lelah."
Leira menatap Om Tino dengan kening yang berkerut. "Apa?"
"Pak Bagas," jawab Om Tino dengan sorot mata yang dalam. "Dia terus mengejar Om untuk bisa bertemu denganmu. Dia sedang proses cerai, katanya. Om sudah bicara dengan ibumu, tetapi dia tetap melarangmu berhubungan dengan pria yang bermasalah dalam pernikahannya."
Wajah Leira berubah sendu. "Ibu juga sudah bicara dengan Leira soal itu. Leira tak bisa apa-apa." Ia menghela napas panjang. "Ibu takut, Leira akan digunjing seperti saat berhubungan dengan Yongki dulu. Bagas beristri, meskipun sedang prosess cerai, Leira tetap tak boleh bertemu dengan dia."
"Om baru tahu soal kamu dan Pak Bagas dari ibumu. Sepertinya Pak Bagas masih mengharapkan kamu. Terlihat jelas dari sikapnya yang terus mengejar Om untuk tahu tentang kamu. Sejauh ini, Om hanya berkata kepadanya bahwa kamu masih dalam pengawasan ibumu dan proses menenangkan diri dari kejadian dulu."
Leira menunduk. Membayangkan bagaimana Bagas yang ia tahu bersikap pendiam, mengejar omnya demi mendapatkan informasi tentang dirinya.
"Kalau boleh tahu, apa kamu ada perasaan ke Pak Bagas?"
Leira mengangkat wajahnya, lalu menatap Om Tino dengan wajah yang menyimpan kesedihan. Mulutnya terkatup dengan bibir yang mulai gemetar.
Melihat bagaimana respons keponakannya, Om Tino mengambil tangan Leira dan menggenggamnya dengan lembut. "Om akan bantu kamu. Namun, kita harus menuruti keputusan ibumu. Ibumu memiliki alasan yang kuat, mengapa ia menahanmu di sini. Ia hanya tak ingin kamu mengulangi kesalahannya dan melihatmu menderita lagi."
Mata Leira tertutup dengan tetesan mata yang meluruh. Om Tino melepas genggaman tangannya, lalu mengusap wajah keponakannya yang tampak nestapa. Pria itu menarik Leira dan membawa ke dalam pelukannya.
"Om akan bantu. Om janji."
Leira mengangguk, membalas pelukan Om Tino dengan wajah yang masih berurai air mata.
*****
Akutu galau, ya. Ini udah bab 22 tapi perjuangan Bagas Leira baru dimulai. Kayaknya, ni, ya ... aku tetap tamatin di sini, entah sampai bab berapa, pokoknya ending di sini dan inshallah hepi wkwkwk
Untuk versi terbit, aku akan revisi di beberapa bab awal dan efisiensi jumlah kata supaya kalau dicetak gak tebel2 amat. Aku akhir bulan ini mau self publish Aglovenema, Logika Rasa, dan Something Like Your Love. Semua kuterbitkan cetak untuk kebutuhkan ISBN naskah-naskah ini. Kalau Self Publish, aku biasanya hanya cetak 1 kali saja, saat PO itu. Jadi, yang mau kekepin bukunya, hayuk mulai nabung dari sekarang atau waiting list.
Doakan lancar prosesnya, harga jualnya gak mahal, dan kalian banyak yang beli wkwkwk Aamiin ...
LopLop
Hapsari
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top