12 Empat Mata

Aleira masih bertanya-tanya, apa yang membuat Bagas tiba-tiba mendatanginya dan mengajaknya untuk bertemu hanya demi membicarakan nama taman. Alasan paling masuk akal adalah karena Bagas sepertinya sedang antusias dan bersemangat dengan hotel yang akan dibuka beberapa saat lagi. Aleira tak buta untuk tahu bagaimana anime masyarakat yang cukup penasaran dengan konsep dan fasilitas yang hotel Bagas tawarkan.

"Pak Bagas lagi hepi. Tim marketing tadi saat internal meeting, melaporkan bahwa semua kamar sudah full booked. Tahu yang bikin mereka penasaran sama pembukaan hotel ini? Ya taman yang Mbak Leira buat. Sejak kami posting di sosial media tentang taman ini dan fasilitas lain, banyak yang mau coba."

Pak Mansyur bercerita saat Leira baru saja datang dan hendak mulai mengerjakan cenderamata donna carmen pesanan pria itu. Leira sempat tak percaya dengan informasi yang Pak Mansyur katakan, terlebih anime masyarakat dengan taman buatannya.

"Menurut mereka, kita memberikan sesuatu yang beda. Kebanyakan hotel hanya memiliki fasilitas kolam renang dan taman standar. Sedang kita memiliki konsep taman tanaman hias yang bisa mereka nikmati sebagai tempat menyalurkan hobi dan mencari informasi tentang tanaman tersebut. Bagian corporate marketing kami bahkan sudah menyiapkan booklet berisi informasi dari tanaman-tanaman ini, yang akan dibagikan gratis untuk pengunjung yang mau."

Aleira senang hasil kerja kerasnya mendapat apresiasi baik. Selama mempersiapkan taman ini, Leira memang sering didatangi fotografer yang mengambil gambar rak demi rak yang sudah penuh dengan aglonema. Ia tak menyangka bahwa semua itu bisa memberikan efek penjualan yang maksimal.

Jadi, Aleira menyimpulkan bahwa apa yang Bagas lakukan kepadanya hanyalah karena bisnis semata. Pria itu meminta bertemu berdua, karena ingin tahu progres taman dan mendapatkan nama yang bagus untuk taman yang kata Pak Mansyur akan menjadi ikon hotel. Sikap Bagas yang berubah jadi lebih baik, pastilah karena hasil pembangunan hotel ini sangat bagus dan akan memberikan banyak keuntungan kepadanya.

Saat jam pulang kantor tiba, Bagas sungguhan menghampiri Leira yang masih membereskan sisa pupuk. Tangan perempuan itu bahkan masih kotor dan belum sempat membereskan sisa kerjanya.

"Mau minum teh di mana? Sekalian makan malam?"

Aleira menggeleng. "Kalau boleh, di sini saja," jawabnya sambil menumpuk pot-pot kosong dan meletakkan pada tempat yang tersedia. Perempuan itu lantas menuju keran yang ada di sudut taman dan mencuci tangannya. "Kita hanya akan bicara tentang nama taman, bukan? Jadi, menurut saya, kita bisa duduk di kursi angkringan dan mulai berdiskusi."

Bagas tampak tercengang dengan ide yang Leira katakan. Pria itu ingin membantah, tetapi tak memiliki alasan. Jadi, ia hanya mengangguk dan mengikuti Leira yang lebih dulu berjalan menuju angkringan.

"Jika tentang nama, mungkin saya belum memiliki ide. Namun, saya akan memberikan sedikit gambaran sifat tanaman jenis aglonema ini." Leira mengambil laptopnya, lalu meletakkan di samping hingga Bagas yang ada di depannya bisa ikut melihat.

Leira mulai membuka satu per satu gambar alonema yang ia atur menjadi rangkaian slideshow.

"Aglonema adalah jenis tanaman hias yang cukup unik. Tanaman ini memiliki berbagai jenis yang bisa dilihat dari wara dan cirak daun yang berbeda-beda. Pecinta tanaman hias biasanya memilih tanaman ini untuk diletakkan di dalam ruangan, meski tak sedikit yang meletakkan di luar ruangan." Aleira memulai diskusi ini dengan memberikan sedikit banyak informasi tentang tanaman ini yang ia ketahui.

Sedang di depan perempuan itu, Bagas memperhatikan bagaimana Leira fokus pada layar laptopnya. Perempuan itu harusnya tampak lelah setelah seharian berkutat dengan tanaman dan tanah. Anehnya, wajah Leira masih terlihat segar. Sialnya, ada sesuatu dalam diri Bagas yang mulai menyerang hasrat pria itu.

"Banyak yang menyukai jenis tanaman ini karena beberapa hal. Selain akrena corak daun yang sangat unik dan cantik, perawatan tanaman ini juga tidak sulit. Asal tidak terlalu kena terik matahari dan tanah basah, tanaman ini bisa hidup sendiri. Budidayanya pun tak sulit. Beberapa jenis cepat berkembang biak dengan tunas baru, seperti jenis donna carmen yang akan dijadikan cendera mata itu."

Mata Bagas mengarah pada deretan pot donna carmen yang Leira letakkan tak jauh dari tempat mereka duduk. "Itu namanya donna carmen?"

"Iya," jawab Leira. "Jenis aglonema dengan harga paling murah, juga jenis aglonema yang cepat besar dan bertunas baru." Perempuan itu kini kembali fokus pada layar laptop. Mengabaikan Bagas yang wangi tubuhnya membuat hati perempuan itu berdesir hebat. "Harga aglonema relatif mahal, tergantung jenisnya. Untuk jenis-jenis yang kami letakkan dalam rak, adalah jenis dengan harga yang cukup tinggi seperti jenis venus, suksom, dan heng-heng. Jika rodhotum aceh sudah sampai, jenis itu juga akan masuk dalam kualifikasi aglonema mahal."

Mata Bagas kini mengarah pada rak-rak cantik yang berdiri di beberapa titik taman ini. pot-pot yang terletas di atasnya memang tertanam aneka jenis aglonema yang unik dan cantik. Ia tahu jika anggaran yang dikeluarkan memang besar, tetapi takjub jika sebuah tanaman bisa semahal itu.

"Untuk aglonema yang relatif terjangkau juga banyak, seperti jenis lipstik, snow white, dan donna carmen itu. Rencana Pak Mansyur, taman ini akan menjual jenis aglonema ini juga aglonema yang mahal tadi. Hanya saja, jumlah aglonema mahal stoknya lebih sedikit."

Bagas mengangguk lagi. "Lalu, bagaimana perawatan tanaman ini?"

"Tidak sulit," jawab Leira. "Aglonema tidak harus disiram tiap hari. Mereka bisa bertahan dengan cuaca apapun, dingin atau panas. Aglonema tetap memiliki warna daun yang indah, meski terik matahari menyengat atau kabut turun melingkupinya. Ia tidak meminta perawatan yang rumit dan sulit. Aglonema hanya perlu dibersihkan daunnya dengan mengusap pelan agar debu-debu dan bibit hama bisa pergi. Mereka hanya perlu perhatian sesederhana itu." Leira tersenyum menutup penjelasan singkatnya. "Sayangnya, saya belum bisa menemukan nama yang tepat untuk taman aglonema ini."

"They are lovely," like you. Bagas tersenyum dengan pandangan yang meliar ke setiap titik taman itu. "Pantas saja banyak yang berminat dengan taman ini."

Leira mengangguk. "Saya juga kaget dan sedikit tak percaya saat Pak Mansyur mengatakan tentang antusiasme masyarakat. Rasanya bahagia. Setidaknya bagi saya. Saya merasa kerja keras saya diapresiasi oleh rasa penasaran mereka."

"Lovely Aglo?" Satu alis Bagas terangkat. "Aneh," lanjutnya seraya menggeleng.

Leira menahan tawa seraya menunduk. "Kalau bisa nama tamannya satu kata saja, supaya mudah diingat."

"No idea, Leira."

Aleira menatap Bagas dengan sorot mata yang dalam. Hati perempuan itu berdesir hangat akibat kedekatan mereka saat ini. Namun, ada nyeri dan perih yang mengganggu hingga ia harus tetap sadar bahwa yang bersamanya adalah pria beristri.

"Bagaimana jika ... Aglovenema?"

"Aglovenema?" Kening bagas berkerut samar. "Any reasons?"

"Tidak ada alasan khusus. Hanya itu saja yang terlintas dalam pikiran saya tiba-tiba."

Bagas mengangguk dengan wajah penuh pertimbangan. "Boleh juga," tukasnya seraya memperhatikan Leira lagi. "Saya akan memberi tahu Masyur soal ini, supata dia menyiapkan plang nama untuk diletakkan di pintu masuk taman ini."

"Oke," sahut Leira sambil berkemas. "Berarti diskusi kita selesai?" Sebenarnya ini agak sedikie berat bagi Leira, tetapi ia harus mengakhiri sebelum hatinya hancur berkeping. Ia sadar diri jika teman hidupnya hanyalah sepi.

"Dinner? Mau ikut coba steik buatan koki kami? Dia mau mengajukan saus spesial yang akan menjadi ikon kuliner hotel ini."

Tawaran yang menarik, tetapi Aleira harus tahan diri. Makan berdua bersama Bagas dengan menu baru yang akan menjadi bahan obrolan ringan mereka adalah hal yang paling Leira inginkan. Ia rindu berbincang banyak hal bersama pria itu seperti dulu.

Sayangnya, roda kehidupan berputar dan kisah indah mereka sudah selesai.

"Maaf." Aleira menggeleng. "Saya tidak bisa pulang malam." Hanya itu yang bisa ia ucapkan, karena tak memiliki alasan yang masuk akal untuk menolak ajakan Bagas. "Semoga kita bisa makan bersama lain waktu."

Bagas hanya tersenyum dengan lengkungan yang tampak kecut. Tentu saja Leira tak bisa pulang malam karena ada suami yang menunggu masakannya. Sial! Bagas rindu masakan buatan Leira.

*****

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top