Tension Between Us (2)
Selamat hari Minggu All 🤗
Jangan lupa tekan tanda bintang, ya ✨
POV Cakra
SUASANA terminal kedatangan domestik Bandara Juanda pagi ini sudah dipadati rombongan penjemput. Beberapa sopir taksi online mulai melancarkan aksi, mendempet orang-orang yang membawa koper dan barang bawaan, lalu merayu mereka dengan harga argo yang lebih rendah.
"Dan!" Aku menyapa Daniel, pegawaiku yang bertugas menjemputku di Bandara. Kami langsung menuju area parkiran mobil. Penerbangan mendadak yang aku tempuh dari Bali ke Surabaya sukses bikin kepalaku pening.
"Nggak mau balik ke rumah dulu, Mas Cak?" tanya Daniel sambil memasukkan koper di bagasi.
"Kelamaan. Langsung ke apartemenku saja."
Kembali ke Surabaya bukan jadi agendaku di bulan ini. Jika tidak ada kesalahpahaman antara pegawaiku dan klien prioritas, aku sudah terbang ke Mandalika untuk menonton pertandingan MotoGP. Hiburan yang mampu mereduksi stres bekerja dan memberiku kesempatan bertemu perempuan-perempuan cantik di luar sana.
Meskipun klien yang satu ini banyak sekali permintaan, aku tidak bisa merespon dengan sembarangan. Jika dia anak orang biasa, aku bisa menyewa orang suruhan untuk menghabisinya langsung. Masalahnya, dia anak pejabat daerah yang terkenal seenaknya. Bisnisku bisa jadi taruhan.
Aku sudah lama mengelola sebuah penyedia jasa event organizer Maxime, usaha yang aku rintis bersama sahabatku, Owen. Skala bisnis kami memang belum besar, tapi pemasukan dari bisnis ini sudah lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhanku sehari-hari.
Pagi ini, Owen punya jadwal penerbangan ke luar negeri bersama istrinya, tidak bisa dibatalkan begitu saja. Sahabatku sudah susah payah mengurus paspor Schengen yang terkenal menguras waktu dan emosi. Demi menyelamatkan pernikahan Owen dan nama baik Maxime, aku rela mengorbankan diri.
Tidak masalah. Biaya tiket MotoGP dan transportasi yang hangus tidak sebesar kerugian yang bisa aku dapat jika tidak menjalankan proyek ini dengan benar.
Setelah keluar dari tol bandara Juanda, aku lekas kembali ke apartemen. Segera berganti pakaian dan makan, lalu menuju ke club malam, lokasi yang akan menjadi tempat acara ulang tahun klienku.
***
"Daniel goblok! Siapa suruh pesan cewek model begini?!" Emosiku meledak ketika perempuan dengan gaun yang memperlihatkan belahan dada itu tidak lepas memeluk tubuhku.
"Badanmu kekar juga ya, Mas e..." Suara manja perempuan itu terdengar dibuat-buat. Pujiannya tidak mempan, malah membuat telingaku gatal. Rambut pirang setengah lepek, parfum aroma vanilla yang menyengat kuat, serta perbedaan mencolok antara warna wajah dan leher perempuan itu berhasil membuatku mual.
Perempuan ini tidak jelek, tapi terlihat murahan. Bukan hanya dari penampilan, tapi juga perilaku mabuknya.
Aku berusaha menepis tangannya yang berniat meraba dada, lalu coba mencuri cium di pipi ku lagi. Pergerakanku tidak bebas karena kami berada di dalam mobil. Saat ini, Daniel sedang mengemudi. Sedangkan aku duduk di kabin tengah bersama orang asing dengan kondisi setengah teler.
Daniel tertawa melihatku kesulitan lepas dari perempuan binal ini. "Sorry, Mas Cak. Aku pikir tadi sudah nggak kuat. Jadi, aku asal ambil saja cewek yang ada di sana."
"Perempuan ini minta harga berapa?" tanyaku curiga. Kualitas mereka bisa dilihat dari range harga sewa.
"Dua ratus, hehe ..." Daniel nyengir tidak tahu malu.
Dasar Daniel goblok! Apa perlu aku training anak ini agar bisa membedakan kualitas super dan abal-abal?
Dua jam yang lalu, saat aku setengah tipsy setelah meneguk 3 shot whiskey di club malam, adikku tiba-tiba menegang. Nafsuku mendominasi pikiran hingga aku tidak bisa fokus hanya untuk bergoyang mengikuti alunan musik.
Karena sudah tidak tahan dan tidak ingin menyalurkan hasrat sendirian, aku meminta bantuan Daniel untuk mencari partner bercinta. Jika dapat barang bagus, aku berencana tidak hanya melakukan foreplay dan main-main seperti biasanya.
Dengan kepala yang sedikit pusing, aku menunggu kedatangan Daniel di dalam mobil. Rencananya kami akan mampir sebentar ke hotel jika laki-laki itu berhasil membawa perempuan pesananku. Akan tetapi, pilihan Daniel tidak bisa diharapkan. Jauh sekali dari standar, apalagi seleraku. Gairah yang membakar tubuhku langsung padam. Nafsuku hilang total.
Aku menyuruh Daniel cepat mengantarku pulang. Terserah bagaimana nasib perempuan ini di tangan Daniel. Kini, kami sudah dalam perjalanan menuju apartemen, menempuh beberapa titik jalanan Surabaya yang macet di malam hari.
"Nggak bisa dipercepat nyetir mu itu, Dan?" Aku sudah tidak sabar. Jalanan terlihat semakin padat dan sesak oleh kendaraan.
"Sabar, Mas. Ini masih macet. Lampunya juga masih merah."
Aku menyingkirkan tangan yang mulai menggerayangi tubuhku lagi. "Anjing, Dan! Pokoknya aku nggak peduli. Cepetan gas mobilnya!" perintahku yang dibalas Daniel dengan tertawa kencang. Anak setan!
Daniel segera menekan klakson berkali-kali. Suaranya keras, tapi aku tidak peduli. Ada salah satu pengendara motor mendekat ke arah mobilku, terlihat marah-marah. Aku tidak bisa dengar jelas ucapannya. Ketika ingin membuka kaca mobil, tiba-tiba aku diserang secara membabi buta oleh perempuan sialan ini lagi.
Efek alkohol pada kesadaran orang memang berbeda-beda. Jika aku lebih banyak diam dengan stamina melemah, perempuan ini seperti kerasukan hewan buas yang siap menerkam mangsa. Mungkin terdengar lucu dan tidak masuk akal. Sebagai laki-laki aku merasa dilecehkan, tapi tidak bisa berbuat banyak.
Setelah perempuan itu benar-benar hilang kesadaran dan ambruk, aku langsung mendorongnya kencang. Aku beranjak ke sudut, mendekat ke kaca jendela mobil untuk menghirup udara segar. Namun, aku melihat seseorang sedang mengintip di sana. Mata kami bertemu. Dia terkejut dengan binar mata yang terlihat lucu. Hanya satu orang yang aku kenal memiliki mata secantik itu.
"Tania?" Semakin aku perhatikan lagi, aku semakin yakin siapa orang yang ada di hadapanku kini.
Perempuan yang aku panggil 'Tania' itu memilih kabur, dan sosoknya hilang saat lampu lalu lintas berwarna hijau. Panggilanku tidak terbalas, tapi aku tidak tersinggung. Ada kesenangan yang muncul saat melihat perempuan itu takut membalas tatapanku.
Tania, adik kecil yang pernah menyukaiku.
***
"Viktor sudah approve konsep final buat acara lusa. Ingat, ini proyek prioritas. Meskipun nggak skala besar, tapi yang kita hadapi ini anak pejabat kepolisian. Salah sedikit saja, kita bisa diviralkan, kalo nggak beruntung ... usaha kita bakal lenyap," jelasku saat memberi arahan kepada para pegawai EO yang masuk dalam proyek ini.
Semua pegawai mengangguk. "Siap, Pak."
Pagi ini di kafe langganan, Aku memimpin briefing untuk menekankan poin-poin yang tidak boleh dilanggar agar terhindar dari kerugian. Bisnis itu dinamis. Menangani klien dengan background kuat dan terkenal culas memang harus hati-hati. Aku tidak mau pegawaiku mengalami kesialan.
Aku menyantap sandwich ayam, lalu kembali fokus ke arah laptop. Ada beberapa invoice yang harus aku bereskan. Area outdoor kafe ini menjadi salah satu spot favoritku. Meja dan bangku kayu, pohon dan tumbuhan hijau, serta pemandangan gedung kota dari rooftop kafe memberikan rasa nyaman yang aku butuhkan.
Saat fokusku meningkat, suara tangisan perempuan terdengar menyakitkan di telingaku. Area dalam dan luar kafe hanya dibatasi oleh tembok kaca. Saat menoleh ke dalam sana, aku melihat Tania menangis dan berjalan ke luar kafe dengan langkah cepat.
Aku ingin mengejarnya, tapi Daniel datang dengan membawa sepiring omelet pesananku.
"Tadi ada cewek nangis, Mas Cak. Kenceng banget!" Daniel mulai memberikan kesaksian.
"Cewek yang barusan lari keluar kafe itu, kan?" tanyaku memastikan kebenaran.
Daniel mengangguk. "Kasihan. Dengar-dengar sih, habis mergokin pacarnya selingkuh. Padahal dia cantik, loh. Eman temen!"
Aku spontan menyemburkan tawa. Kabar perselingkuhan itu mengenaskan, tapi ada sisi lucunya. Namun, aku lebih penasaran lagi, bagaimana perasaan perempuan itu setelah disakiti oleh laki-laki lagi?
"Mau kemana, Mas?" tanya Daniel saat aku beranjak ke arah pintu kafe.
"Cari jodoh, Dan." Aku menjawab setengah bercanda, tapi percaya diri. Jika beruntung, aku bisa menemui Tania dan meredakan sakit hatinya. Kesempatan ini tidak akan bisa datang dua kali, kan?
Namun, saat sampai di lantai dasar parkiran, Aku jelas-jelas terlambat. Tania sudah meninggalkan kafe bersama rasa penasaranku yang semakin besar.[]
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top