Chapter 6 : Missing Link
Beberapa hari terlewat dengan baik. Entahlah, aku mulai terbiasa dengan kehadiran Agápi di rumahku. Rasanya seperti kembali ke tahun keduaku di akademi, dimana saat itu aku punya teman sekamar saat di asrama, yang tidak lain dan tidak bukan teman sekamarku adalah David. Tapi dengan orang yang berbeda. Dan jauh lebih tenang, tidak seperti David yang kadang suka berisik kalau sedang lupa meletakkan kunci kamarnya di mana.
Hari ini kami berencana untuk menyusun kamar barunya. Aku punya sebuah ruangan kosong yang aku tidak tau ingin dijadikan apa. Jadi aku memutuskan untuk membersihkannya dan mengambil beberapa perabot yang ditinggalkan pemilik sebelumnya dari loteng. Setelah semuanya siap, kami menyusun kamar tersebut sesuai dengan keinginan Agápi.
Ruangannya sederhana saja. Ada sebuah kasur, lemari pakaian dan sebuah meja serta cermin setinggi badan. Aku mengehela napas setelah melihat ruangannya selesai. Kami menghabiskan waktu setengah hari untuk menyelesaikannya, dan aku senang karena pekerjaanku telah selesai.
"Akhirnya ... nah, sekarang kamu punya kamar sendiri. Jadi aku bisa memberimu privasi. Aku akan mengetuk pintu setiap kali aku akan masuk kamar ini." Kataku.
"Oke, terima kasih karena kamu telah membantuku, Brian!" Sahut Agápi.
Aku mengelus kepalanya lembut. "Tidak masalah."
Agápi berjalan menuju ke kasur, dan menghempaskan dirinya ke atasnya. Aku terkekeh, kemudian aku duduk di sebelahnya. Dia melihatku, lalu terkekeh.
"Eh? Ada apa?" Tanyaku.
"Tidak, aku jadi ingat kalau Pak James pernah bilang kalau kamu sering disebut sebagai prince charming di tempatmu bekerja. Aku sekarang mengerti kenapa. Kamu memang punya wajah yang bisa membuat orang lain luluh." Jawab Agápi.
Aku terkekeh. "Yah, itu sangat membantu terkadang. Tapi ada juga buruknya. Yaitu aku harus tahan kalau digoda tersangka atau saksi, atau narasumber. Kalau yang goda perempuan sih, tidak masalah. Kalau laki - laki? Nah, aku kan bingung gimana mau menghadapinya."
Agápi tertawa. "Wah, sepertinya kamu terlalu cakep bagi sebagian orang ya?"
"Jangan ketawa. Aku masih merinding saat mengingat bagaimana waktu itu aku terpaksa harus berdekatan dengan seorang pria yang tidak pernah bisa berhenti menggodaku selama seminggu."
"Maaf, tapi sepertinya lucu juga melihat keadaan seperti itu."
"Bagi orang lain jelas saja itu lucu. David tidak pernah berhenti menggodaku tentang itu selama sebulan setelahnya. Tapi bagiku, itu siksaan."
"Ngomong - ngomong soal pekerjaan, apa kamu akan pergi ke kantor besok?"
"Ya, tentu saja. Aku ingin mencari tau beberapa hal tentang penyidikan soal Myers. Katanya dia mulai bergerak, tapi masih belum bisa dipastikan kemana posisinya."
"Hmm ... baiklah."
"Aku juga ingin mencari tau beberapa hal tentangmu, sejak kamu masih tidak bisa memberi tau banyak hal tentang itu. Mungkin beberapa data identitas dari pemerintah atau apalah bisa membantu."
Agápi memandangku dengan ekspresi sedih. Aku menangkap ekspresi itu, lalu kuelus punggungnya lembut. Dia menunduk, lalu berkata.
"Maaf ... aku tau aku tidak berguna. Aku tidak bisa membantumu melacaknya, atau memberi tau apa yang sebenarnya terjadi." Kata Agápi.
"Tidak apa. Tidak akan ada yang memaksamu untuk memberi tau tentang itu. Masih ada cara lain untuk mencari tau tentang itu. Jadi kamu tenang saja." Sahutku.
"Tapi ... mungkin aku tau sesuatu yang bisa sangat membantumu."
"Cepat atau lambat, kalau memang aku harus tau tentang itu, maka aku pasti akan tau, entah itu dari kamu atau dengan cara lain. Sekarang, kamu jangan terlalu memaksakan dirimu untuk mengingatnya."
"Baiklah Brian ... aku tau tidak baik kalau aku memaksakan diriku."
"Nah, karena itulah kamu santai saja. Lebih baik kamu fokus pada terapimu saja. Kalau kamu bisa menunjukkan perkembangan dalam terapimu, mungkin nanti kamu bisa mengatakan sesuatu yang menjelaskan tentang dirimu."
Agápi mengangguk. "Baiklah, aku akan berusaha sebisaku."
"Nah, begitu."
Aku tersenyum, dan Agápi menatap mataku selama beberapa saat. Aku terdiam dan balas memandangnya, dan bisa kulihat kalau pipinya agak memerah.
"A - aku akan berusaha mengingatnya, untuk kamu dan juga diriku sendiri." Kata Agápi.
"Kamu tidak perlu terlalu keras pada dirimu sendiri, Agápi. Aku akan selalu ada di sini untuk membantumu."
Ya, karena aku sudah berjanji untuk selalu ada di sisimu, dan membantumu setiap saat kamu membutuhkanmu. Aku tidak akan pernah membiarkan kamu sendirian lagi, dan aku akan selalu melindungimu.
~~~~~
Keesokan harinya, aku pergi ke kantor Shaun Private Eye. Kantornya sendiri bukanlah sebuah tempat yang mewah. Hanya beberapa deret ruko yang disulap menyerupai sebuah kantor. Dan ketika masuk ke dalamnya, tidak ada suasana serius atau tegang. Disana ada sebuah lobi yang diisi oleh beberapa orang yang tengah duduk santai di sofa yang tersedia di sana.
Beberapa orang dari lobi tadi menyapaku, dan aku membalasnya dengan sebuah lambaian. Aku langsung bergegas menaiki akan tangga menuju ke lantai tiga kantor. David pasti sudah menungguku di sana, karena aku memintanya untuk membantuku dalam mencari tau tentang identitas Agápi. Dia adalah salah satu peretas ahli yang ada di kantor ini, karena itulah aku meminta bantuannya.
Suasana kantor ini memang tidak terlihat serius, tapi kalau sudah memasuki ruangan - ruangan yang ada, kalian bisa melihat ada sebuah ruangan yang dindingnya dipenuhi coretan tidak jelas dan ditempeli banyak sekali kertas dan foto, atau sebuah ruangan yang berisi beberapa orang yang tengah berdiskusi sengit. Atau ada juga ruangan yang diisi seseorang yang tengah berdiam dalam gelap karena dia tengah berpikir tentang misi yang sedang dia kerjakan.
Atau mungkin seperti ruangannya David, yang diisi tiga buah komputer dan lantainya dipenuhi oleh kabel yang entah apa fungsinya, dan mejanya juga dipenuhi oleh berbagai macam peralatan untuk menyadap dan berbagai macam peralatan mutakhir lainnya. Setelah aku mengintip pintu ruangan David, aku bisa melihat dia mendongak, kemudian menatap celah pintu yang kubuat.
"Ye know that ye only need to knock the fockin' door! I know yer there, Brian!*" Kata David, dengan aksen Irlandianya yang sangat kental.
[* = "Kamu tau kalau kamu hanya perlu mengetuk pintunya! Aku tau kamu disana, Brian!]
Aku terkekeh, kemudian membuka pintunya. Bisa kulihat kekacauan di dalam ruangannya. Tapi aku sudah terbiasa dengan hal itu, dan tidak ada yang pernah protes atau berkomentar tentang betapa berantakannya ruangan ini, karena David dan tim IT selalu melakukan pekerjaan yang mengagumkan dalam urusan teknologi. Jadi aku melangkah masuk dengan hati - hati agar tidak tersandung atau melepas kabel - kabel yang ada di lantai secara tidak sengaja, kemudian aku menarik sebuah kursi dan duduk di sebelah David yang tengah mengetikkan sesuatu dengan serius.
"Sejak kapan kamu ada di sini?" Tanyaku.
"Sejam yang lalu. Aku tidak yakin kalau Inkuria punya data kependudukan tentang Agápi, karena itulah aku memutuskan untuk mencari tau terlebih dahulu. Dan rupanya memang benar kalau tidak ada satupun data tentangnya. Jadi aku menghubungi beberapa rekan dari kota dan negara lain untuk mengirimiku beberapa data tentang siapapun yang bernama Agápi Patterson kepadaku." Jawab David.
"Aku tidak yakin kalau kita akan menemukan data dirinya dengan cepat, David. Kalau memang benar dia pernah bekerja di Underground, terutama di bidang prostitusi, maka kemungkinan besar dia masuk ke sini dengan identitas palsu secara ilegal."
"Kalau begitu, pekerjaanku akan jadi jauh lebih susah. Semoga saja kita bisa menemukan sebuah titik terang tentang identitasnya. Karena untuk melacak identitas palsunya akan butuh banyak waktu."
"Aku tau. Tapi aku benar - benar ingin tau apa yang terjadi pada Agápi."
David menoleh ke arahku, lalu memandang wajahku dengan serius di balik kacamata anti - radiasi yang dia kenakan.
"Kurasa kamu sudah tau apa yang terjadi padanya lebih daripada yang orang lain kira, Brian. Aku sahabatmu, aku tau semua rahasiamu dan bagaimana cara kepalamu itu berpikir." kata David.
Aku menghela napas. "Tapi aku tidak tau persisnya apa yang terjadi, David. Kau tau itu."
"Tapi setidaknya kau sudah tau beberapa hal."
"David ... kau tau kenapa aku meminta bantuanmu kan? Kalau kau memang sahabatku, pasti kau sudah tau apa tujuanku memintamu membantuku."
David mengehela napas. "Aku tau. Karena itulah aku di sini."
"Jadi, apa yang harus kita lakukan?"
"Aku baru saja mau memeriksa data yang sudah masuk. Kita bisa mulai dari situ."
Ketika aku dan David tengah memilah data dari sekian banyak yang ada, aku bisa mendengar suara pintu diketuk. David menyuruhnya masuk, dan disana kami bisa melihat Rila tengah membawa sebuah nampan, diikuti oleh seorang pemuda yang juga bagian dari tim IT, yaitu Anthony.
"Sebelum aku masuk, aku mau tanya dulu. Tumben kamu ke sini membawa minuman, Rila. Ada apa?" Tanyaku.
Rila menghela napas. "Aku ke sini karena Ayah yang minta. Beliau minta aku untuk mengecek keadaan kalian sekalian untuk mencairkan suasana. Makanya aku pergi ke dapur dan membuat minuman. Di dapur, aku bertemu dengan Anthony. Begitulah ceritanya." Sahut Rila.
"Jadi, kudengar kalian mencari tau tentang perempuan itu? Siapa namanya? Agápi?" Tanya Anthony.
"Yes. And I could use some hand, if ye don't mind. This is too much shit to check alone.*" Kata David.
[* = "Ya. Dan aku bisa menggunakan sedikit bantuan, kalau kamu tidak keberatan. Ini terlalu banyak untuk dicek sendirian."]
Anthony mengangguk. "Tidak masalah. Aku juga sudah selesai membantu Ryan kok. Jadi, aku akan lihat datanya lewat komputerku." Kata Anthony, lalu menuju ke mejanya.
Anthony sendiri bisa dibilang salah satu anggota termuda di kantor ini. Dia sama seperti Rila yang masih bekerja sambilan di sini, terlebih lagi dia juga adik tingkatku saat kuliah. Tapi dia memutuskan untuk bergabung dengan kami awal tahun ini, setelah melihat sahabatnya Brad yang juga seorang agen mengakhiri hidupnya untuk melindungi bukti penting dalam kasus yang diselidikinya. Anthony memutuskan untuk menggunakan keahliannya dalam meretas untuk membantu kami, yang tentunya sangat membantu mengingat kami tidak punya banyak peretas di sini.
Rila mengikuti Anthony, dan dia meletakkan empat buah gelas berisi es teh di sebuah meja yang ada di dekat meja kerja Anthony dan David. Dia mengambil sebuah kursi dan duduk di sisi kiri David, lalu mengambil segelas es teh untuk dirinya sendiri, kemudian meminumnya. Setelahnya dia melirik ke arah layar monitor yang ada di depan David.
"Tumben Pak James memintamu mengecek keberadaan kami. Ada apa?" Tanya David.
"Beliau hanya memintaku mengecek. Tapi dari suaranya aku tau kalau beliau mengkhawatirkan Brian. Terutama karena Ayah punya beberapa dugaan tentang kasus yang sedang dia selidiki." Jawab Rila.
"Begitu? Kalau Pak James bilang dia punya dugaan, berarti dia tau sesuatu yang mungkin mendekati kebenaran."
"... Dan sekarang aku tau kenapa Ayah mengkhawatirkan Brian." Sahut Rila, tanpa melepas pandangannya dari monitor.
"Sepertinya aku ketahuan dengan cepat." Ujarku, lalu terkekeh.
"Tentu saja. Aku sudah kenal kamu terlalu lama, sampai - sampai aku tau hampir semua rahasiamu. Jadi, apa sebenarnya yang kamu cari? Kamu tidak perlu mencari data tentang Agápi sampai sejauh ini kan?"
"Bukannya Agápi tidak bisa mengingat siapa dirinya dengan baik? Jadi kurasa ini penting untuk dilakukan." Kata Anthony.
"Kamu belum kenal Brian sejauh aku mengenalnya, kawan. Kalau kau tau kenapa, maka kau akan paham."
"... Hei, aku mendapatkan sesuatu dari data yang dikirim rekan kita dari Dublin! Ini, coba cek! Aku akan tampilkan hasil pemindaian wajahnya juga!" Kata Anthony, lalu mengetikkan sesuatu sehingga komputernya dan komputer David bisa terhubung.
"Hm, terima kasih, Anthony. Kurasa kamu baru saja mengecek data yang baru datang? Aku ingat tadi rekan dari Dublin belum mengirimkan balasannya." Kata David.
"Ya ... aku hanya memilih secara acak. Jadi ... disini tertulis bahwa Agápi Patterson terdata terakhir kali saat dia berusia 12 tahun. Lalu tidak ada data lainnya tentang dia. Kecuali kalau nama ibunya adalah Lucia Fernandez ... tunggu, kenapa nama keluarganya beda?"
"Itu berarti mungkin ibunya menggunakan nama gadisnya. Sebentar, aku punya salinan data terbaru dari Dublin, biar aku lihat ..."
David mencari beberapa data tentang Lucia Fernandez. Rupanya dia berasal dari Yunani, dan bercerai dari suaminya sebelum pindah ke Dublin dengan anaknya. Kemudian setelah dia berada di Dublin, dia menikah dengan seorang pria asli Dublin. Kami juga menemukan salinan data tentang Agápi dari rekan yang berada di Athena.
"Huh, jadi sejauh yang kita tau, Agápi menghilang saat usianya 12 tahun ... jadi mungkin dari situ aku bisa cari tau tentang Agàpi. Yah, menyelidiki data imigran gelap akan susah, terutama karena kita tidak tau kemana tujuannya. Tapi pencarian melalui pemindaian wajah akan membantu. Jadi ... aku akan minta salinan data dari Dublin soal imigran. Mungkin akan butuh waktu agak lama untuk mendapatkannya, mengingat datanya berasal dari ... tujuh tahun yang lalu?" Kata David.
"Oh ... jadi itu yang terjadi pada Agápi ... dia terjebak dalam bisnis prostitusi, atau penjualan manusia, atau bahkan keduanya, saat dia berusia 12 tahun ... tapi bagaimana dia bisa sampai ke sini?" Gumamku.
"... Tidak heran. Aku bisa lihat dia memang dilatih untuk hal itu." Ujar Rila.
"Sepertinya kamu tau sesuatu tentang itu?" Tanya David.
"... Ibuku bilang, korban penjualan manusia biasanya susah untuk dilacak. Karena para germo mereka memang sengaja melakukannya. Mulai dari pemalsuan identitas, melewati jalan memutar agar tidak ketahuan petugas imigrasi, dan transaksi mereka yang ilegal membuat mereka bisa berpindah tangan dengan mudah. Kuharap mereka masih menggunakan foto asli Agápi, karena kalau tidak maka usaha kalian mencarinya melalui data imigrasi akan sia - sia."
"Terima kasih untuk peringatannya. Jadi aku tidak akan membanting monitorku nantinya karena aku terlalu lelah bekerja untuk sesuatu yang sia - sia."
"Begitu? Dan sekarang kita tidak tau kemana tujuan Agápi, dan dengan adanya kemungkinan pemalsuan, maka akan sulit untuk memastikannya." Ujarku.
"Ya. Tapi lebih baik kalian perhatikan baik - baik jika ada sebuah rombongan berisi beberapa perempuan. Karena terkadang mereka pergi seperti itu, dengan didampingi germo mereka." Kata Rila.
"Pengetahuanmu tentang itu banyak juga."
"Aku mendapatkannya langsung dari sumbernya. Dan aku senang bisa membantumu."
"Tapi tunggu ... aku baru saja perhatikan lagi ... suami keduanya Lucia ini ..." Kata Anthony.
"Kemarilah, Anthony. Ada beberapa hal yang harus aku sampaikan." Ujarku, lalu menghela napas.
~~~~~
Aku kembali ke rumah agak larut. Mencari data tentang Agápi memang memerlukan banyak waktu, bahkan dengan tambahan dua orang. Sampai sejauh ini, kami belum menemukan sesuatu yang berarti, dan kami akan melanjutkan pencariannya besok.
Saat aku sampai ke rumah, keadaannya sepi. Kurasa Agápi sudah pergi tidur, mengingat sekarang sudah jam 10 malam. Aku menuju ke dapur, dan melihat ada makanan yang sengaja ditinggalkan di meja makan. Langsung saja aku menyantap makan malam yang terlambat itu, kemudian pergi ke kamar. Tapi sebelumnya, aku memutuskan untuk mengintip kamar Agápi. Pintunya terbuka sedikit, dan bisa kulihat dia duduk di depan meja, menuliskan sesuatu.
"Agápi? Kamu belum tidur?" Tanyaku, lalu membuka pintunya.
"Eh? Brian? Kamu sudah pulang? Aku tidak dengar kamu masuk." Sahut Agápi.
"Iya ... banyak sekali yang harus dicek."
"Jadi ... kamu menemukan sesuatu?"
"Hanya sedikit tentang masa kecilmu. Jadi ... kamu terlahir di Athena, kemudian ibumu bercerai dan pergi ke Dublin dan menikah lagi. Saat umurmu 12 tahun, tidak ada data terbaru tentangmu, jadi kurasa saat itulah semuanya bermula."
Agápi menggagguk. Bisa kulihat bahwa dia sedikit bergetar, kemudian dia beranjak ke sisi kasurnya. Akupun masuk ke kamar, kemudian duduk di sebelahnya.
"Aku punya sesuatu yang ingin aku sampaikan padamu, Brian."
"Apa itu?"
"Aku ... tadi aku baru saja menyelesaikan buku yang kupinjam dari Tyler. Bukunya membahas tentang perbudakan, dan ... aku bisa mengingat sedikit apa yang terjadi padaku."
Aku membelakakkan mataku karena terkejut. Jadi dia sudah bisa mengingat sedikit tentang dirinya? Baguslah. Tapi ... aku tau kalau aku tidak bisa memaksanya.
"Tidak apa, Agápi. Tidak perlu paksakan dirimu. Kalau kamu masih tidak ingin cerita, kamu bisa simpan itu untuk nanti."
"Tapi aku ingin cerita padamu, Brian. Boleh kan?"
"... Tentu saja. Tapi jangan paksakan dirimu."
Agápi mengangguk. "Jadi ... aku tadi mengingat kamu bilang saat umurku 12 tahun, tidak ada info lagi tentang diriku kan? Dan aku ingat ... pada saat sekitar usia itulah ... Mama menyerahkanku pada seorang lelaki menyeramkan. Lalu ... lelaki itu mengajakku pergi menyeberangi lautan, dan, dan ... a - aku melihat neraka. A - ada banyak orang asing yang berusaha menyentuhku, aku, aku tidak suka itu!"
Agápi mulai meneteskan air matanya. Aku langsung saja memeluknya, mengusap punggungnya untuk menenangkan isakannya. Aku yakin dia sudah melihat neraka kehidupan di usia yang sangat belia. Dan melihat hal itu terjadi pada gadis semanis Agápi, rasanya sangat menyakitkan.
"Sudah, itu sudah cukup kok. Kalau itu terlalu menakutkan, kamu tidak perlu ceritakan sekarang." Ujarku.
"Ha - hanya itu yang aku ingat ... maafkan aku ..." Sahut Agápi.
"Kamu tidak perlu minta maaf. Kamu sudah berani menceritakannya, itulah yang terpenting."
"Satu hal lagi ... aku ingat ... kalau aku dikurung dalam sebuah kamar gelap ... dan setiap paginya aku bisa melihat menara aneh yang miring dari kejauhan ..."
Aku terdiam sejenak. Apakah dia baru saja mengatakan satu petunjuk untukku?
"Itu sudah cukup, Agápi. Sekarang, lebih baik kamu pergi tidur."
"A - aku takut! Mereka tidak akan mengambilku lagi kan?"
"Tidak akan. Selama ada aku di sini, aku tidak akan biarkan siapapun menyentuhmu. Aku janji."
"Te - terima kasih, Brian. Aku tau aku bisa percaya padamu."
"Tentu. Tapi ... kenapa kau percaya padaku dengan mudahnya?"
"Sejak pertama kali melihatmu ... aku suka dengan iris birumu. Dan entah kenapa saat melihatnya, aku rasa aku bisa mempercayaimu."
Aku tersenyum. "Terima kasih karena kamu sudah percaya padaku, Agápi ..."
"Brian ... aku takut. Bolehkah aku ... tidur bersamamu malam ini?"
"Tentu saja. Ayo kita ke kamarku, dan kita bisa pergi tidur."
Agápi mengangguk, lalu menatap mataku. Dia tersenyum, dan aku membalas senyumannya. Senang rasanya mengetahui bahwa dia mempercayaiku dengan cara seperti itu. Aku yakin dia akan ingat semuanya, cepat atau lambat.
~~~~~
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top