Chapter 5 : Under My Wing

Beberapa hari berlalu semenjak Agápi tinggal bersamaku. Aku sudah menanyai beberapa saksi yang kami dapatkan dari rumah Myers, tapi tidak satupun dari mereka yang mau berbicara. Jadi, lebih baik kalau kami membiarkan mereka tenang terlebih dahulu. Sementara itu, Agápi sudah mulai terbiasa tinggal di rumahku. Aku juga membiasakan diriku dengan kehadirannya, terutama karena selama ini aku selalu sendirian di rumah.

Penyidikan kasusnya sendiri, kami sudah berhasil menemukan tempat persembunyian Myers, tapi kami memutuskan untuk mengintainya saja dulu, agar tidak terjadi keributan lainnya. Di satu sisi, Pak Jameson juga ingin tau tentang keadaan Agápi, yang dimana aku juga sudah menceritakan keberadaannya bersamaku.

Pagi ini, saat aku dan Agápi baru saja selesai sarapan, aku melihat ponselku yang kuletakkan di atas meja tiba - tiba saja bergetar. Langsung saja kuambil, dan layar menampilkan bahwa ada sebuah telepon masuk dari Pak Jameson. Aku langsung berdiri dan menjauh dari Agápi, kemudian mengangkat teleponnya.

"Halo? Pak James? Ada apa?" Sapaku.

"Ah, baguslah kalau kamu langsung angkat. Kukira kamu masih tidur." Canda Pak James.

"Mungkin karena aku punya seseorang yang bisa jadi alaram alami di pagi hari." Sahutku, lalu tersenyum.

"Serius deh, kok aku jadi curiga ya kalo kamu ngebawa cewe itu karena alasan tertentu?"

Aku terkekeh. "Tidak kok, kalau ada niat macam - macam juga ngapain saya kasih tau keberadaannya?"

"Baiklah, baiklah. Jadi, ada perkembangan tentang Agápi?"

"Bapak kan sudah saya kasih tau kalau dia punya sedikit masalah dengan ingatannya dan juga Stockholm Syndrome itu."

"Saya tau. Yang saya maksud adalah, apa dia baik - baik saja dengan kamu? Tidak ada tanda rasa risih atau gimana gitu?"

"Tidak ada tuh. Semuanya aman saja."

"Huh, agak aneh ya? Biasanya yang pernah aku lihat, kalau ada yang kena sindrom itu, mereka nggak akan bisa tahan tinggal tanpa si penahannya. Tapi kok ini baik - baik saja?"

"Saya juga tidak tau. Pokoknya dia baik - baik saja."

"Baiklah, aku tadi baru saja minta keterangan soal Agápi dari Sherina. Aku akan tanyakan saja sama dia nanti. Kuharap kamu hari ini tidak akan pergi kemana - mana, karena aku berencana untuk pergi ke rumahmu setelah aku selesai menanyai Sherina dan menyelesaikan beberapa urusan lainnya."

"Untuk apa?"

"Aku hanya ingin melihat Agápi secara langsung. Dan memberi tahu dia kalau keberadaannya akan dilindungi."

"Baiklah, tidak masalah kalau begitu."

"Bagus. Nanti aku akan kabari lagi kalau sudah menuju ke rumahmu."

"Baik pak, sampai nanti."

"Sampai nanti, Brian."

Aku menutup telponku, kemudian kembali ke ruang makan. Dari meja bisa kulihat bahwa Agápi sudah selesai mencuci sisa peralatan makan yang tadi kami gunakan. Dia melirikku dengan ekspresi yang jauh lebih ceria daripada saat aku pertama kali menemuinya.

"Ada apa? Kenapa kamu ditelpon pagi - pagi begini? Kamu harus pergi kerja ya?" Tanya Agápi.

Aku menggeleng. "Tidak kok. Tadi Pak Jameson hanya menelponku untuk memastikan beberapa hal. Katanya nanti siang beliau akan mampir ke sini." Jawabku.

Agápi menggerakkan tangannya dengan gugup. Aku mengerti kalau dia masih tidak terlalu terbiasa dengan kehadiran orang asing, bahkan aku memberinya banyak privasi. Kuharap dia tidak merasa risih dengan kehadiran Pak Jameson nantinya. Beliau tidak terlihat menyeramkan, tapi Agàpi masih agak sensitif, jadi aku tidak akan tau bagaimana responnya.

"Tidak apa Agápi, tenang saja. Beliau orang baik, dan dia juga tau bagaimana keadaanmu. Jadi aku yakin beliau tidak akan membuatmu merasa risih." Kataku, berusaha menenangkan Agápi.

"Aku tau, hanya saja ... aku tidak terbiasa dengan orang asing. Maaf kalau kamu bisa langsung lihat kalau aku merasa risih." Sahut Agápi.

"Aku mengerti. Kamu jangan terlalu tegang nantinya, santai saja."

"Akan aku coba."

Aku tersenyum, dan kami berusaha mencari kegiatan yang bisa dilakukan karena kami tidak berniat kemana - mana. Aku memutuskan untuk pergi ke depan TV dan mencari game yang bisa kumainkan, sementara itu Agápi tidak lama kemudian duduk di sofa yang ada di depan TV lalu membaca sebuah buku yang dibawanya.

Dalam beberapa hari belakangan, sepertinya Agápi sudah berhasil menemukan sesuatu yang bisa membuatnya nyaman, dan membantunya menghabiskan waktu luang. Membaca dan sekekali menulis apa yang dia pikirkan jelas sangat membantu dia untuk merasa lebih santai, dan dia jelas sangat menikmatinya. Dan dia terlihat sangat menggemaskan ketika diam dan serius dengan bacaannya.

Waktu berlalu dengan cepat, dan aku mendengarkan bunyi ponselku yang menandakan sebuah pesan baru saja masuk. Rupanya itu dari Pak Jameson yang mengabarkan kalau beliau akan segera kemari. Jadi langsung saja aku menyelesaikan game yang kumainkan dan menyimpan progresnya.

Tak lama kemudian, aku bisa mendengar deru kendaraan berhenti di depan rumahku. Langsung saja aku pergi ke pintu depan dan menyambutnya. Sementara itu Agápi meletakkan bacaannya di atas meja kopi yang ada di depan sofa kemudian pergi ke belakang.

"Halo Pak James! Apa kabar?" Sapaku.

"Kayak kita tidak ketemu sekian tahun aja pakai basa - basi segala. Kita baru aja ketemu kemarin loh." Sahut Pak Jameson.

"Masa basa - basi tidak boleh sih?"

"Bukannya tidak boleh, tapi tidak biasanya kamu begitu."

"Sekekali lah. Ayo, mari masuk dulu!"

Kami masuk ke dalam rumah, dan duduk di ruang tamu. Setelah berada di posisi yang nyaman, Pak James mengamati sekitarnya lalu melirik ke arahku.

"Kelihatannya dia benar - benar bisa nyaman denganmu ya? Dia bahkan banyak membantumu di rumah." Kata Pak James.

"... Iya, aku tau kalau aku malas bersih - bersih rumah. Agápi memang banyak membantuku, tapi tidak usah disebutkan juga." Sahutku.

Beliau terkekeh. "Hanya merasa heran saja, dia bisa secepat itu ya dia bisa nyaman denganmu?"

"Aku juga tidak tau kenapa. Agak aneh."

"Memang aneh. Tapi ada beberapa cara, sebenarnya. Dan firasatku bilang kalau mungkin kamu tau beberapa hal yang aku tidak tau, atau kamu melakukannya secara tidak sengaja."

"Bisa jadi firasat bapak benar."

"Lalu, dimana dia?"

Belum sempat aku menjawab, terdengar suara langkah kaki. Kami menoleh ke asal suara, dan melihat bahwa Agápi datang sambil membawa sebuah nampan yang berisi sebuah poci dan tiga buah cangkir.

"Maaf, aku baru saja selesai membuat teh." Ujar Agápi.

"Tidak apa, santai saja. Terima kasih, kebetulan aku sedang ingin minum teh." Kata Pak Jameson.

Agápi meletakkan nampannya di atas meja, lalu menyajikan tehnya. Pak Jameson mengamati tindakannya dengan cara yang tidak menyeramkan, bahkan pengamatan beliau tidak membuat Agápi merasa risih.

"Uhm, anda Pak Jameson kan? Perkenalkan, saya Agápi Patterson." Kata Agápi, lalu mengulurkan tangannya.

Pak Jameson menyambut uluran tangannya. "Iya, saya Jameson Shaun, mungkin kamu sudah tau kalau saya atasannya Brian. Tapi panggil saja saya Pak James. Senang berkenalan denganmu. Mari duduk, santai saja. Kita hanya akan mengobrol sedikit." Sahut Pak Jameson.

Agápi memutuskan untuk duduk di sebelahku. Pak Jameson tersenyum, memandang kami berdua. Beliau memulai dengan sedikit basa - basi seperti menanyakan bagaimana kabar Agápi, kemudian barulah beliau beralih ke seputar bagaimana hubungannya secara umum dengan Myers. Cara Pak Jameson bertanya sangat halus, tidak terasa seperti interogasi. Bisa dibilang itu adalah salah satu keahlian beliau, walau kalau beliau bersikap keras pada tersangkanya, terkadang beliau bisa membuat para pelaku gemetar.

Sementara itu, aku bisa merasakan kalau Agápi merasa sedikit risih dengan keberadaan Pak Jameson. Agápi bahkan menggeggam tanganku selama beberapa saat, sebelum akhirnya dia merasa lebih nyaman.

Pertanyaan yang dilontarkan oleh Pak Jameson tidaklah menghakimi. Hanya hal umum saja. Bahkan kurasa beliau sudah tau jawabannya, karena aku sudah menceritakan semuanya. Tapi aku tau kalau beliau ingin melihat raut wajah Agápi. Karena itulah beliau ingin menemuinya langsung.

Setelah menanyakan beberapa pertanyaan umum, Pak Jameson menambahkan satu pertanyaan yang agak membuatku mengerutkan alis karena aku tidak menyangka kalau beliau akan menanyakannya.

"Jadi Agápi, aku sudah dengar beberapa hal dari Dr. Sherina, dan aku juga sudah punya pengalaman di lapangan. Nah, aku jadi penasaran, kenapa kamu bisa merasa nyaman dengan cepat pada Brian? Apa ada sesuatu dari dia yang spesial?" Tanya Pak Jameson.

Agápi tidak langsung menjawab. Dia malah melirik ke arah wajahku selama beberapa saat, kemudian meremas tanganku. Aku membalas tatapannya, kemudian tersenyum. Bisa kulihat wajah Agápi agak memerah.

"Entahlah ... aku juga tidak tau kenapa. Naluriku bilang kalau aku bisa percaya pada Brian. Mungkin ada sesuatu dalam diriku yang aku lupa apa alasannya, tapi diriku masih bisa merasakannya dan seketika merasa nyaman dengan ada di dekat Brian." Ujar Agápi pada akhirnya.

Pak Jameson terkekeh. "Ah, Brian memang dikenal sebagai prince charming di antara teman - temannya. Terutama karena dia selalu bisa membantu untuk menenangkan orang lain. Aku cuma agak kaget saja kalau ternyata kamu juga bisa dibuat nyaman oleh Brian." Sahut Pak Jameson.

Setelah sedikit pertanyaan tambahan, beliau memutuskan untuk undur diri. Agápi sekali lagi menyalaminya, kemudian dia membereskan poci teh dan cangkir yang ada di atas meja, sementara itu aku melepas Pak Jameson pergi.

"Terima kasih untuk pembicaraannya yang menarik, Brian. Dia sungguh gadis yang menawan. Aku mengerti kenapa Myers menahannya." Kata Pak Jameson.

"Apakah dia akan baik - baik saja?" Tanyaku.

"Seharusnya aku yang menanyakan itu padamu. Karena aku akan memberikan kamu tanggung jawab untuk menjaganya, terutama karena dia bisa merasa nyaman denganmu. Jaga dia baik - baik. Sepertinya dia tau banyak hal tentang Myers, yang kita perlukan hanyalah untuk bersabar sampai dia bisa merasa lebih nyaman lagi dan bisa menggali ingatannya."

"Jadi ... dia berada di bawah perlindunganku?"

"Ya. Jaga dia baik - baik. Kurasa dia akan tinggal denganmu untuk waktu yang cukup lama. Kamu punya pengaruh tersendiri untuknya, ingat itu."

Aku mengangguk. "Pasti. Aku akan jaga Agápi baik - baik."

Pak Jameson mengerutkan alisnya. "Baguslah. Kurasa kamu memiliki satu pengaruh tersendiri bagi Agápi, Brian. Dia memandang matamu dengan sungguh - sungguh tadi, dan dia menemukan kenyamanan saat menggenggam tanganmu. Jadi kalau ada sesuatu, aku yakin dia akan segera memberi tau kamu."

"Baiklah, akan aku ingat itu."

"Ya, baguslah. Walau sepertinya aku tidak perlu mengingatkanmu soal itu. Aku punya beberapa dugaan tentang Agápi, tapi aku akan biarkan semuanya terbuka dengan sendirinya saja. Kamu pasti punya alasan kalau memang kamu sengaja menyembunyikan sesuatu dariku."

"... Sudah cukup jelas, kurasa."

"Sangat jelas. Baiklah, aku pergi dulu sekarang. Sampai ketemu lagi, Brian."

"Sampai ketemu, Pak James."

Beliau langsung saja melajukan kendaraannya menjauh dari kediamanku, kemudian aku masuk ke dalam rumah. Agápi tengah berada di dapur, melirik isi kulkas.

"Kamu ada ide untuk makan siang hari ini?" Tanya Agápi, saat mendengarku memasuki dapur.

~~~~~

Makan siang sudah selesai setengah jam lalu, dan aku berada di depan TV, berusaha untuk menyelesaikan game yang tengah aku mainkan. Hingga tiba - tiba aku mendengar suara ketukan di depan pintu. Suara itu mengingatkanku akan sesuatu.

"Ya ampun! Aku baru saja ingat! Tunggu sebentar!" Seruku, lalu meloncat menuju ke pintu depan.

Saat aku membuka pintu depan, bisa kulihat ada dua orang pria berdiri di depanku. Yang pertama bertubuh tinggi jangkung dengan rambut hitam bergelombang. Iris matanya kecoklatan, alisnya tebal dan kulitnya putih susu, dengan kemeja kotak - kotak dan celana jeans. Tidak lain dan tidak bukan dia adalah David, yang sudah jadi sahabatku sejak di akademi sampai sekarang. Di sampingnya ada seorang pria lain yang mengenakan seragam kerja berwarna kecoklatan, dengan rambut berponi kesamping yang disisir rapi. Dia adalah Tyler, teman masa kecilku yang akhirnya aku temui saat aku kuliah.

"Ya ampun! Aku lupa kalau kalian hari ini janji untuk ke rumah!" Ujarku, saat melihat mereka datang.

"That's okay, Brian. Setidaknya kamu ingat kalau yang datang itu kami." sahut David.

"Dan kamu ada di rumah, jadi kami tidak perlu mendobrak pintu rumahmu." tambah Tyler.

"Tunggu, lalu mana Ian? Dia juga mau datang kan?" tanyaku.

"Itu, tadi dia ngelihat anak kucing, terus coba tangkap."

Aku menggeleng. "Dasar Ian. Yuk, masuk saja."

Aku mempersilahkan mereka masuk, kemudian aku disambut oleh ekpresi kebingungan dari Agápi.

"Ada apa ya?" Tanya Agápi.

"Ah, maaf, aku lupa kalau teman - temanku datang ke sini untuk main game hari ini. Jadi ... ini teman - temanku. Ini David dan Tyler." Kataku.

Agápi tersenyum. "Ah, halo. Namaku Agápi Patterson. Salam kenal." Kata Agápi, lalu menjabat tangan mereka.

"Aku David O'Reily." Kata David.

"Dan aku Tyler Storm." Tambah Tyler.

"Kalau begitu aku akan buatkan minuman untuk kalian. Kalian mau apa?" Tanya Agápi.

"Boleh aku minta sesuatu yang dingin? Hari ini panas banget, sumpah." Kata David.

Agápi terkekeh. "Baiklah, tunggu sebentar ya."

"Aku mau es sirup dong!" Seru sebuah suara dari belakang.

Seorang pria dengan pakaian kemeja biru yang acak - acakan tiba - tiba menyeruak. Dia memiliki rambut panjang bergelombang sampai ke bahunya, dan tubuh tinggi jangkung, walau dia sedikit lebih rendah daripada David. Di tangannya ada sebuah bola bulu kecil berwarna oranye dan putih.

"Dan ... yang ini Julian, atau biasa dipanggil Ian. Seperti yang kamu lihat, dia baru saja menangkap sesuatu dari luar sebelum masuk ke sini." Kataku, lalu menunjuk ke arah Ian.

"Oh halo, kita belum kenal ya? Aku Julian Ashworth, tapi panggil aja Ian. Salam kenal!" Kata Ian, sambil membelai bola bulu yang ada di tangannya.

Agápi terkekeh. "Namaku Agápi Patterson. Salam kenal juga! Itu ... apa?" Tanya Agápi, menunjuk ke arah bola bulu tadi.

"Anak kucing! Lihat, dia lucu kan!"

"Awww! Aku sudah lama tidak lihat anak kucing! Dia lucu sekali!"

"Kan? Aku akan pelihara dia. Sekarang, kamu akan kukasih nama Stephen!"

"Perasaan kamu itu kalau lihat kucing pasti aja kamu panggil Stephen deh ..." Komentar Tyler.

"Tapi Stephen itu nama yang bagus." Kata Agápi.

"Nah, sekarang kamu akan temani aku di rumah nanti! Semenjak Jack menghilang, aku kesepian!" Ujar Ian.

David terkekeh. "Kamu memang tidak berubah ya, Ian?" Kata David.

Tyler meletakkan telapak tangannya di jidat. "Ada apa sih dengan kamu ini? Kalau ada kucing, ya kalo nggak dipanggil Jack ya Stephen. Ganti dong, misalnya cewe jadi Jean atau Stephanie, gitu." Sahut Tyler.

"Sudahlah, kalian jangan ribut. Untungnya kucing itu lucu, jadi aku tidak keberatan kalau kamu bawa dia ke dalam. Ayo, kita duduk saja dan mulai, katanya tujuan kalian ke sini untuk main game?" Ujarku.

Mereka masuk ke ruang tengah, dan kami duduk di sofa. Agápi pergi ke dapur, dan mereka mulai membuka pembicaraan.

"Dia pacarmu ya?" Tanya Ian.

Aku menghela napas. "Bukannya aku sudah jelaskan tentang dia ke kalian kemarin?" Sahutku.

Ian membuat ekspresi 'oh', kemudian mengangguk. Mereka bertiga tau tentang pekerjaanku. David, ya karena dia juga agen sepertiku. Lalu Tyler karena dia sempat terlibat dalam satu kasus, dan Ian karena kakaknya juga seorang agen. Jadi aku sudah jelaskan kemarin bahwa Agápi akan tinggal bersamaku selama beberapa lama.

"Aku dengar Mr. Jameson tadi ke sini untuk menanyai Agápi. Jadi bagaimana?" Tanya David.

"Lebih tepatnya untuk melihat Agápi. Beliau hanya menanyakan apa yang sudah dia tau, dan lebih fokus pada ekspresi dan tindakannya." Jawabku.

"Lalu, apa beliau sudah kamu beri tau?"

Aku menggeleng. "Tapi sepertinya beliau sudah tau sendiri. Beliau bilang kalau dia punya 'beberapa dugaan'. Kalau kamu paham apa maksudku."

"Tentu saja aku tau."

Agápi kembali dan membawakan minuman, lalu kami mulai untuk main game seperti janji kami. Agápi menyaksikan kami bermain dan juga ikut mengobrol. Dia tidak pernah meninggalkan tempatnya di sebelahku. Dia juga berbicara tentang buku dengan Tyler, karena Tyler memang juga suka membaca. Hingga akhirnya mereka memutuskan untuk pulang saat hari sudah sore hari.

"Kurasa teman - temanmu sangat menyenangkan. Sudah lama sekali aku tidak berinteraksi seperti itu, rasanya aneh tapi seru." Komentar Agápi, sambil membereskan sisa minuman dan cemilan di meja kopi.

"Baguslah kalau kamu senang dengan mereka, karena mereka cukup sering ke sini." Sahutku.

"Begitu? Kamu punya teman - teman yang asik, Brian."

Aku terkekeh. "Mereka memang asik, tapi kadang bisa jadi menyebalkan juga. Tapi aku senang karena kamu bisa berteman dengan mereka."

"Tentu saja aku senang. Temanmu adalah temanku juga. Karena aku percaya kamu punya teman - teman yang menyenangkan."

"Tunggu sampai kamu lihat yang lainnya, Agápi ..."

~~~~~

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top