Chapter 1 : Blood Puddle

Desember 2020

"Keadaan aman. Kamu sudah siap Brian?"

"Ya, aku siap. Bisa aku masuk sekarang?" Bisikku

"Ya, langsung saja. Dia masih ada di ruang kerjanya. Semoga dia tidak pergi kemana - mana." Sahut suara yang ada di earplug yang ada di telingaku.

"Baiklah."

Kutarik napas dalam - dalam, kemudian aku langsung saja melangkah dengan sangat hati - hati. Kupastikan diriku tidak akan terlihat oleh siapapun, meski keadaan malam yang sangat gelap ini akan sangat membantuku untuk mengendap - endap. Kulirik sebuah rumah mewah yang ada di hadapanku, dan langsung saja aku beraksi.

Di depan pagar rumah tersebut terdapat sebuah CCTV yang berada di bagian atas. Sudah kuduga, orang ini jelas sangat berhati - hati akan siapapun yang mendekat ke rumahnya. Tapi aku tau bahwa David sudah menonaktifkan sistem keamanannya sehingga aku bisa masuk ke dalam sana dengan aman. Meskipun begitu, aku harus memastikannya dulu.

"David, apa pintu pagarnya memiliki kunci tertentu?" tanyaku, berbicara dengan David melalui earplug yang kukenakan.

"For fock sake, why you're asking so many question? Just open it, dumbass! It's not even locked, put yer hands on the fockin' lock and slide the bar, then you're done!*" David menjawab, sambil menyumpah kepadaku.

[* : "Demi apa coba, kenapa kamu banyak tanya? Buka aja, bego! Itu bahkan tidak dikunci, letakkan tanganmu di kunci sialan itu lalu geser penghalangnya, dan selesai!" ]

Aku terkekeh. "Sorry David. Just to make sure there's no traps."

"Whatever! Ye better hurry, I think he's gotta go soon."

Aku mengangguk, kemudian aku membuka pagarnya dengan perlahan. Halaman depannya sangat luas, dan dipenuhi dengan banyak tumbuhan, yang jelas membantuku dalam menyembunyikan diriku. Kulangkahkan kakiku dengan hati - hati agar tidak menimbulkan bunyi.

Ketika aku sudah sampai di dekat sebuah pintu, aku bisa melihat sebuah cahaya mendekat. Sepertinya itu berasal dari senter. Sial, apakah itu satpam rumah ini?

"Kalau kamu tanya, ya. Ada satpam yang mendekat ke arahmu." ujar David.

Aku menghela napas, kemudian bersembunyi di balik dinding. Kuharap dia tidak akan melihatku karena pakaianku sudah segelap suasana malam ini dan warna kulitku sudah sepucat warna cat dinding rumah ini.

Bisa kurasakan langkah - langkah kaki mendekat, dan aku menahan napasku sehingga tidak akan ada sedikitpun bunyi yang bisa dia dengar. Dia melangkah dengan pelan, sambil menyorotokan senternya ke berbagai arah, mencari tau kalau - kalau ada sesuatu yang mencurigakan.

Dia kini berada di dekatku, dan dari bagaimana dia menyorotkan senternya, dia kini bisa melihat bayangan tubuhku. Ah sialan, jangan sampai dia melihat ke sini ....

"Hei! Siapa itu? Kenapa ada bayangan tubuh manusia di sana?" serunya.

Celaka. Sepertinya aku harus melakukan tindakan cepat sekarang.

Dia mendekat ke arahku, lalu menyorotkan senternya. Akupun merunduk, kemudian menyelipkan diri ke balik tubuhnya. Sebelum dia berusaha untuk menoleh, aku memukul keras - keras bagian bawah kepalanya. Dia langsung terjatuh karena serangan yang mendadak itu dan tidak sadarkan diri.

"Good job Brian. That was amazing." kata David.

"Thanks buddy. Bagaimana keadaan di dalam?" tanyaku.

"Sepi, karena semua pembantu sudah tidur. Tapi kamu harus buka pintunya dengan hati - hati, karena kau tau dia masih bangun."

"Baik, tentu saja. Aku bawa peralatanku, tenang saja."

Akupun kembali mendekat ke arah pintu tadi. Sesuai yang bisa kuduga, terkunci. Tapi aku sudah menyiapkan diriku. Kukeluarkan kunci pas yang ada didalam sakuku, dan juga peralatan mencongkel pintu, kalau - kalau diperlukan.

Untungnya aku tidak perlu mencongkelnya, karena kunci pasnya berfungsi dengan baik. Setelah memutar kuncinya dengan perlahan, pintu yang ada di hadapanku langsung terbuka lebar. Bisa kulihat ada sebuah ruangan luas di hadapanku, dengan lampu kristalnya yang mati dan perabotan mewah yang terlihat menawan meski dalam kegelapan.

"Sekarang, aku harus ke mana?" tanyaku.

"Lantai dua, lalu kamu susuri koridor yang ada di depanmu, kemudian belok ke sebelah kiri. Pintu di sebelah kanan ujung adalah ruangannya." ujar David.

"Proceed."

Dengan perlahan, aku melangkah ke depan, menuju ke tangga yang menuju ke lantai dua. Kuikuti petunjuk dari David, dan kini aku berada di depan pintu yang ada di pojok sebelah kanan dari koridor yang ada di kiri. Kucoba untuk mengintip dari lubang kuncinya, dan bisa kulihat bahwa ada seseorang di sana.

"Masuk saja. Dia tidak mengunci pintu ruangannya. Cepat selesaikan semuanya." kata David.

Aku mengangguk, kemudian langsung saja kusentak pintunya. Si pria yang ada di dalam ruangan itu langsung menoleh, dan terkejut ketika melihatku ada di sana.

"Kau ... bagaimana bisa kau masuk ke sini?" serunya.

"Kau mungkin licin, tapi aku juga profesional di bidangku, sama sepertimu." sahutku, lalu mengacungkan senjataku padanya.

"Kau tidak akan bisa menangkapku, Shea!"

"Coba saja. Apa kamu bisa lari dariku sekarang?"

Dia menggeram, kemudian meraih sesuatu dari lacinya. Kukira itu adalah sebuah pistol, tapi dia melemparkannya ke lantai. Seketika, pandanganku dipenuhi oleh kepulan asap yang membuat mataku pedih.

"Fockin' hell! This is smoke bomb! Yer dirty bastard!" seruku.

Aku bisa mendengar sebuah alaram berbunyi dengan nyaring, sepertinya itu adalah pendeteksi asap. Mataku dibutakan oleh asapnya, dan beberapa kali aku terbatuk sambil berusaha menghalau asapnya.

"Sialan! Dia pasti pergi! Kemana dia?!" seruku.

"Dia melompat lewat jendela, dan mendarat di tumpukan semak yang ada di sana. Sepertinya dia sengaja menyimpan trampolin di sana, seperti yang bisa kulihat dari kamera yang ada di dapur. Dia juga membawa laptopnya, dan berlari ke arah garasi." jawab David.

"Dasar licik. Apa dia sudah pergi?"

"Tentu saja. Tapi beberapa teman kita yang berjaga di dekat sana sudah kuminta untuk mengikuti jejaknya."

"Baiklah ...."

"Sepertinya alaram tadi membangunkan para pelayan. Apa kau butuh bantuan untuk mengamankan mereka?"

"Ya, amankan mereka. Mungkin pembantunya bisa memberi kita beberapa petunjuk tentang tuannya. Tolong minta mereka untuk mengecek lantai bawah juga kalau - kalau ada sesuatu yang mencurigakan. Aku akan mengecek lantai atas."

"Baik, akan kusampaikan."

Akupun menyusuri ruangan yang ada di lantai dua. Mulai dari ruang kerjanya yang tidak menyisakan berkas apapun, sampai ruang tidur dan ruangan bersantai yang ada di sana. Semuanya terlihat normal saja. Ya tentu saja, karena pekerjaan pria ini tidak menimbulkan banyak jejak, berani taruhan kalau dia sengaja menyembunyikannya di tempat lain.

Setelah puas memeriksa ruangan, akupun menyusuri koridor. Hingga akhirnya aku menemukan sebuah tangga yang tersembunyi di balik sebuah koridor. Karena penasaran, akupun menaikinya, dan menemukan sebuah pintu besar dari kayu yang berwarna hitam. Aku mengerukan alis karenanya.

"Uh, David? Aku tidak tau kalau rumah ini memiliki lantai ketiga .... " ujarku.

"Lantai tiga? Aku bisa melihat adanya loteng dari struktur luar bangunan, tapi tidak dengan lantai tiga." Sahut David, yang sepertinya juga sama bingungnya denganku.

"Apa kamu tidak menemukan kamera disini, atau apapun?"

"Siapa yang mau memasang kamera di loteng yang dipenuhi oleh barang - barang bekas? Kecuali kalau ada sesuatu yang berharga di sana. Tidak, aku sudah menyadap semua kamera yang ada di sana, dan aku tidak melewatkan satupun kamera yang ada. Itu berarti tidak ada kamera di sana."

"Baiklah, ini mencurigakan. Lebih baik kalau aku periksa saja sekalian. Pintunya terlihat mewah dan besar, jadi pasti ada sesuatu di sana."

"Berhati - hatilah. Kita tidak tau kalau saja ada sesuatu di sana."

"Tentu saja Dave."

Aku mendekat ke arah pintu tersebut, dan berusaha membukanya. Tidak terkunci. Itu aneh. Tapi aku tetap melangkah masuk ke dalamnya.

Mataku berkedip selama beberapa saat, sebelum akhirnya aku mengamati apa yang ada di sekitarku.

Ruangan tempatku berada ini sangat remang, karena cahaya lampunya yang redup. Di tengah ruangan ada sebuah kasur berukuran king size, yang sprei dan bantalnya berwarna merah. Ruangannya sendiri dicat berwarna hitam, sementara itu perabot di dalamnya bernuansa merah. Ada beberapa rak di sana, serta sebuah palang berbentuk huruf X raksasa dan beberapa pengait di langit - langitnya yang miring.

"Okay, so this is his play room. I ... you know what I mean ...." ujarku.

"Ah, that kind of playroom. Okay then, I see. Anything else?" tanya David.

Aku tidak menjawab pertanyaan David, karena kini mataku tertuju pada sosok pucat yang tergeletak di samping kasur. Dia terkulai lemas, dan terlihat tidak sadarkan diri.

Kudekati dirinya, dan disana bisa kulihat seorang perempuan terkapar hanya dengan pakaian dalam. Keadaan yang membuatku meringis adalah saat aku melihat memar - memar dan luka ditubuhnya yang mengucurkan darah yang membentuk genangan di karpet merah di sebelahnya. Benda di sebelahnya menarik perhatianku, karena cambuk kuda tidak seharusnya ada di sebelah seorang perempuan seperti itu.

Apa yang terjadi pada perempuan ini? Jangan bilang kalau apa yang kupikirkan ini benar. Pria itu benar - benar keterlaluan jika dia melakukannya.

"Oh my lord ... what's happen to ye, poor girl?" ujarku.

"What? Is there something?" tanya David.

"There is a woman who's fockin' bleeding with no clothes on her, and a fockin' horse whip next to her! What's that fockin' bastard do to this poor woman?!*"

[* : "Disini ada seorang wanita yang berdarah tanpa pakaian di tubuhnya, dan sebuah cambuk di sebelahnya! Apa yang dilakukan si jahanam itu pada perempuan malang ini?!"]

"Oh my God, that is bad ... is she still alive?"

Aku mengecek denyut nadinya, dan untungnya dia masih hidup. Langsung saja aku membalik tubuhnya, dan kini aku bisa melihat wajahnya dengan jelas.

Dia adalah seorang wanita yang usianya kira - kira masih di awal dua puluhan. Rambutnya berwarna cokelat gelap sebahu, dan kulitnya putih pucat. Dia adalah wanita yang sangat cantik, kalau saja tidak ada banyak bekas luka yang menghiasi tubuhnya. Kehidupannya pasti sudah memperlakukannya dengan sangat kejam, di usianya yang sangat muda. Selain itu, bisa kulihat sebuah tanda yang terlihat kemerahan dan berbentuk hati di bahunya yang kurasa adalah tanda lahirnya.

Aku ingin membangunkannya, tapi aku tidak tega melihat kondisinya yang buruk itu. Tubuhnya langsing, walau tidak berarti kalau dia tidak mendapatkan nutrisi yang baik. Tubuhnya berada di dalam kondisi yang baik, kecuali bekas lukanya itu.

Kulirik sekitarku, lalu aku melihat ada beberapa pakaian yang tercecer di lantai. Langsung saja aku memakaikannya, dan menggendongnya dengan hati - hati.

"David, tolong beri tau yang lainnya untuk langsung amankan saja pelayannya. Lalu tutup tempat ini. Aku akan membawa perempuan ini ke rumahku untuk kuobati lukanya. Nanti besok, atau beberapa hari lagi akan kuurus soal saksi dan lain sebagainya. Kalau tim kita berhasil melacak kemana pria itu pergi, terus ikuti saja dia. Kita harus istirahat beberapa hari, agar semuanya tidak terlihat mencurigakan." ujarku.

"Baiklah. Tapi kau tidak akan apa - apakan perempuan itu kan?" tanya David.

"Tentu saja tidak. Kau kira laki - laki macam apa aku ini? Aku akan merawatnya, tenang saja. Aku yakin dia tau sesuatu, tapi aku tidak berharap banyak darinya, siapa tau dia terguncang akan apa yang dialaminya. Tapi siapa tau, kita lihat saja nanti, mungkin dia bisa memberikan kesaksian untuk kita."

"Baiklah, aku akan sampaikan semuanya pada Mr. Jameson, dan yang lainnya."

"Thanks David. Aku akan pulang sekarang. Sampai ketemu lagi nanti."

Aku langsung berjalan meninggalkan ruangan itu, dan menuju ke lantai bawah. Beberapa rekan yang ada di sana tengah mengamankan beberapa pelayan yang terlihat kebingungan, dan aku mengangguk kepada mereka. Langsung saja aku menuju ke mobilku yang kuparkir di sebuah lapangan dekat rumah itu.

Kuletakkan si wanita di kursi penumpang, dan kuusap kepalanya. Dia terlihat tenang saat sedang tidur seperti ini, aku tidak bisa bayangkan apa yang dilakukan penjahat itu padanya. Dia pasti mengalami trauma, entah itu sedikit atau banyak. Aku harus mengingatkan diriku sendiri kalau - kalau dia butuh bantuan medis atau psikis nantinya.

"Yer safe with me, little girl. Aku akan pastikan kalau kamu akan aman, dan dia tidak akan bisa menyakitimu lagi. Aku janji akan melindungimu. I promise."

Kuhela napasku, dan beralih ke kursi kemudi. Setelah kuhidupkan mesinnya, akupun melesat melintasi kegelapan malam dalam hening, dengan jutaan pertanyaan tentang apa saja yang terjadi pada si wanita selama ini, dan bagaimana dia bisa jadi seperti itu.

~~~~~

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top