Chapter 08: Blooming Flower of Future
Dalam kurun waktu singkat, Aizawa sudah merasa sangat nyaman akan kehadiran Bakugou yang senantiasa mengurusinya. Pemuda itu memberitahunya kalau di masa depan mereka juga tinggal bersama seperti ini. Kalau begitu, dia pasti sudah sangat terbiasa membantu Aizawa mengerjakan pekerjaan rumah, khususnya memasak dan bersih-bersih.
Bagaikan seorang istri? Bukan. Baginya Bakugou lebih mirip seorang ibu mertua galak. Pemuda itu selalu mengomelinya bahkan terkadang sampai membentaknya hanya karena perkara kebersihan dan kerapian. Belum lagi kalau Aizawa lupa makan, anak itu bisa mengoceh panjang kali lebar sambil memasakan sesuatu untuknya.
"Jangan masukan bawang atau kentang ke dalam lemari es!!" Juga sudah menjadi keseharian Aizawa untuk mendengar seminar dadakan dari Bakugou mengenai hal-hal yang seharusnya di lakukan di dapur. "kenapa kau tidak pernah mendengarkanku? Kalau kau tidak tahu harus kemana menaruhnya. Tinggalkan saja di atas meja dan panggil aku!!" Dan semuanya selalu berakhir demikian. Bakugou selalu meminta Aizawa untuk lebih tergantung kepadanya.
"....setelah ini. Akan sangat merepotkan kalau tiba-tiba kau menghilang," ujar Aizawa di tengah Bakugou menyiapkan makanan. Si pirang itu menoleh dan menatapnya tajam, seolah memintanya untuk mengulangi ucapannya barusan.
Beberapa saat Bakugou dalam posisi tersebut. Tak lama kemudian ekpresi wajahnya melunak. "Bukannya kau sudah punya orang yang akan kau jadikan calon?" tanyanya seraya menyeringai jenaka. "Pahlawan perempuan yang selalu tiba-tiba melamarmu sambil tertawa terbahak-bahak?" sambungnya lalu kembali menghadap ke konter dapur.
"Kalau kau sungguh berasal dari masa depan kau pasti memahaminya kan? Walaupun nyawa taruhannya, aku tidak akan pernah memilih wanita tersebut," balas Aizawa dengan suara malas. "Kau sendiri apa yang kau lakukan?" tanyanya balik. "Kenapa kau bersedia tinggal bersama lelaki separuh baya yang membosankan seperti diriku ini?" Dilontarkannya semua pertanyaan yang semenjak kemarin membuatnya penasaran.
Bakugou meletakan pisaunya lalu kembali menoleh. "Kau menganggap dirimu membosankan?" Pemuda itu menaikan satu alisnya. "Apa kau pikir orang seperti Deku yang berisiknya minta ampun itu lebih menarik? Yang benar saja!!" omelnya ketus sebelum kembali melanjutkan kegiatannya yang terus tertunda.
Aizawa tersenyum kecil. "Mau sampai kapanpun kalian tetap seperti anjing dan kucing ya," komennya sambil terkekeh pelan. "Padahal dari tadi aku sama sekali tidak menyebut nama Midoriya. Kau sendiri kan yang tiba-tiba membahasnya?"
Bakugou hanya mendengus kasar setelah itu. Tanpa sepengetahuannya, senyuman Aizawa semakin melebar. Pria itu menatap sayang ke arah punggung Bakugou yang tengah sibuk memotong sayuran.
"Kurasa sekarang aku bisa memahami alasan mengapa diriku di masa depan menawarinya untuk tinggal bersamaku. Walau aku sedikit merasa bersalah karena telah merepotkannya. Namun kuakui momen-momen yang ku lalui bersamanya sangatlah menyenangkan sekaligus menyegarkan," batinnya berkata di tengah lamunannya. Saking asyiknya, Aizawa sampai tidak menyadari berapa lama dirinya sibuk berkutat dengan lamunannya.
Semangkok Nikujaga di temani dengan sepiring penuh Tempura sayur sudah tersaji apik di hadapannya. Bakugou yang masih berdiri di sisi meja makan sambil membawa dua mangkok penuh nasi melihatnya jenggah.
"Teruslah melamun seperti itu dan tanpa kau sadari makananmu bakal sudah dingin nanti!!" tegur pemuda itu sembari meletakan salah satu mangkok nasi di depan Aizawa yang terbuyarkan lamunannya. Sebelum akhirnya duduk di sebrang.
"Hahaha....." Aizawa tertawa canggung. Dia jadi malu sendiri karena di pergoki melamun. "Tiba-tiba terpikirkan oleh ku. Bahwa diriku di masa depan itu sangatlah beruntung," ujarnya ringan sambil mengosok tengkuk.
Bakugou sedikit tersentak mendengarnya. Wajahnya tersipu tipis dan ia berusaha menyembunyikannya dengan cemberut. "Kalau kau mau mendengarkanku....kau juga pasti bisa melakukan satu atau dua hal pekerjaan rumah dengan benar kan?" gumamnya lirih namun sudah cukup untuk sampai ke telinga lawan bicaranya.
"Maaf....mungkin aku tidak punya bakat dalam bidang ini," jawab Aizawa setengah bercanda. Sisanya memanglah kenyataan bahwa dirinya tidak pernah becus mengurus dirinya sendiri maupun kediaman tempat tinggalnya.
"Kau cuma malas!!!" bentak Bakugou kesal seraya mulai memegang sumpitnya.
Diamatinya Bakugou yang tengah melahap makanannya. "Mungkin ada yang salah dengan diriku. Tapi kuakui pemuda di depan ku saat ini terlihat sangat menggemaskan." Tiba-tiba saja Aizawa mulai berpikir demikian. Dirinya paham betul mengenai kharisma yang dimiliki seorang Bakugou Katsuki----anak bengal yang tak pernah gagal menarik perhatian semua orang. Di anugrahi quirk yang kuat dan juga talenta, benih masa depan bagi negara. Namun selain anak itu, juga masih banyak yang lainnya. Sebagai guru, Aizawa sudah menyaksikan banyak pemuda-pemudi berpotensi tinggi.
Tapi jugaharus di akuinya. Bahwa Bakugou lebih spesial daripada anak lainnya. Tiada yang bisa menggantikan nya.
"Aku sendiri tidak begitu memahaminya. Akhir-akhir ini aku mulai menyadari kalau diriku ini selalu menaruh perhatian lebih pada Bakugou. Perhatian yang tak seharusnya kuberikan pada muridku yang lain."
OXO
Pada hari ke-4 Aizawa tidak terbangunkan oleh gedoran kasar dari luar pintu kamarnya. Mulanya ia tidak begitu mempermasalahkannya. Bahkan sekalipun untuk seorang Bakugou Katsuki, pasti ada saat satu atau dua hari pemuda tersebut bangun kesiangan.
Aizawa memulai harinya dengan kegiatan yang biasa ia lalui tanpa adanya Bakugou. Melakukan pekerjaannya sebagai seorang guru sekaligus seorang pro hero. Tentu melaporkan kondisi Bakugou ke pihak sekolah juga termasuk salah satu tugasnya.
Namun hari ini ada suatu keganjalan yang dirasakannya seharian. Aizawa di buat kebingungan oleh perasaan kesepian yang tiba-tiba tumbuh entah darimana.
Saat ia selesai menyelesaikan setengah tugasnya. Hari sudah semakin siang. Aizawa yang penasaran akan keadaan Bakugou, akhirnya memutuskan keluar dari kamar dan turun ke lantai satu. Biasanya pemuda bersurai pirang jabrik itu selalu memulai hari-harinya dengan bersih-bersih di lobby---walau bangunan itu sudah cukup bersih dengan keadaannya yang sunyi penghuni.
Tapi seluruh lantai itu kosong, tidak ada satupun makhluk hidup selain dirinya di sana. Aizawa yang mulai dibuat gelisah bergegas kembali masuk ke dalam lift dan pergi menuju kamar pemuda tersebut.
Pintu kamar berpapan nama Bakugou itu tidak pernah terkunci semenjak terakhir kali di buka. Jadi Aizawa bisa langsung masuk tanpa harus mengetuk.
"Oi Bakugou!" serunya langsung berlari menghampiri si pemilik nama yang entah bagaimana sudah tergeletak di bawah lantai begitu di temukan.
Aizawa pergi memapah tubuh Bakugou yang terserang demam hebat. Pemuda bersurai pirang yang kini berada dalam dekapannya itu berwajah merah padam seperti kepiting rebus, nafasnya terengah-engah dengan bibir yang terkatup-katup ingin mencari oksigen lebih.
Berlahan Bakugou membuka matanya. Setelah tatapan mereka saling bertemu, pemuda tersebut mengangkat satu tangannya lalu mengibaskan nya di udara. "Jangan berteriak....jangan berbicara juga......kepalaku sakit..." bisiknya lirih hampir tak terdengar. "Dan jangan melihatku seperti itu.....ini mungkin hanya efek samping quirk....." Susah payah ia membentuk kalimatnya. Dengan caranya sendiri Bakugou memberitahu Aizawa untuk tidak mencemaskannya.
Aizawa mengerjapkan matanya. Seingatnya tempo hari Midoriya melaporkan bahwa alat yang di buat Hatsume berhasil mengenai pundak kiri Bakugou. Langsung saja ia membuka pakaian pemuda yang semakin lama semakin terlihat kesakitan itu. Aizawa terhenyak sejenak setelah mendapati hasil terkaannya-----tepat di bagian pundak kiri Bakugou terdapat luka lebam yang cukup besar. Tidak bengkak dan sepertinya tidak sakit ketika di sentuh.
"Luka ini.....baru hari ini ada atau dari kemarin---" Pria itu gagal melanjutkan pertanyaannya. Kalimatnya sudah di serobot duluan.
"Karena tidak sakit aku membiarkannya saja ," jawab Bakugou dari nadanya ada sedikit penyesalan di sana.
Lantas Aizawa langsung menepuk jidat. "Kau----" Ia tidak jadi mengatakan apapun untuk melampiaskan kekesalannya. Dan digantikannya dengan seutas helaan nafas panjang. Marah pun tidak ada gunanya, nasi sudah menjadi bubur.
"Kita harus pergi ke rumah sakit. Tunggulah di sini aku akan menyiapkan mobil," pinta Aizawa yang hendak beranjak. Namun sebelum ia bergerak barang seinci pun. Bakugou tiba-tiba mencegahnya, menarik ujung pakaian sang wali kelas dengan seluruh tenaganya yang tersisa. Untuk sementara waktu Aizawa hanya bisa menurut tapi cengkraman tangan pemuda tersebut tak kunjung melonggar.
"Ba---" Belum sempat Aizawa memanggilnya, pria itu di kejutkan dengan sebutir air mata yang jatuh dari kelopak mata si empunya nama. Bakugou mulai terisak pelan dan tak lama kemudian seluruh air matanya meleleh membasahi pipi.
"Jangan pergi....kumohon......" bisiknya terdengar seperti sedang kesakitan. Siapa yang hatinya tidak luluh setelah mendengarnya? Terutama kalau permohonan semacam itu datang dari seorang Bakugou Katsuki yang terkenal garang dan keras kepala.
"Tapi Bakugou kondisimu---" Aizawa berusaha menjelaskan namun sekali lagi ia tidak berhasil menyelesaikannya. Bakugou tetap mencengkram ujung pakaiannya dan mengucapkan permohonan yang sama.
Aizawa menghela nafas panjang, mau tak mau ia harus mengalah. Di peluknya kepala Bakugou demi memberikan rasa nyaman, sekaligus memberitahu apabila dirinya akan menetap di sana----tidak akan pergi dari sisinya sampai pemuda itu merasa jauh lebih tenang.
Bakugou langsung membalas pelukannya, membenamkan wajahnya pada dada bidang pria tersebut. ".....aizawa-sensei," panggilnya lirih dengan sebutan tersebut.
Setelah sekian lama tidak mendengar kan panggilan tersebut. Entah kenapa Aizawa merasa begitu senang sekaligus lega setelah mendengarnya. Di dunia ini hanya ada Bakugou seorang yang mampu mempermainkan perasaannya sampai sejauh ini.
"Ne.....aizawa-sensei. Mungkin aneh kalau kuceritakan sekarang...tapi selama di sekolah ini cuma kau saja yang bisa memahami ku." Bakugou berbicara dengan nada lemah. Ingin Aizawa menghentikannya namun melihat perjuangannya, akhirnya ia tidak tega. "Begitu lulus ada satu hal yang paling ku sesali dan hal itu terus membebaniku......." lanjut Bakugou.
Aizawa terdiam. Tentu saja topik itu sangatlah menarik baginya. Apa gerangan yang bisa membebani seorang Bakugou Katsuki selain kecelakaan yang melibatkan serikat villain dan pensiunnya All Might? Jujur saja itu membuat sang wali kelas penasaran.
"Tenang saja.....masalah ku kali ini tidak ada hubungannya dengan karir ku. Hanya tentang masalah pribadiku.....masa remaja ku yang berakhir mengenaskan kurasa." Bakugou tersenyum samar, karena posisi kepalanya yang menempel pada tubuh Aizawa, senyuman miris itu tidak terlihat siapapun. "Pada akhirnya.....aku tak mampu untuk mengutarakan perasaanku pada seseorang," sambungnya.
Sang wali kelas sama sekali tak memahami satu pun yang dikatakannya. Namun hati pria itu merasa tersentuh. Kedua tangan Aizawa meraih wajah Bakugou, berlahan memintanya untuk mengadahkan wajahnya. Hampir pada saat yang bersamaan pula, sepasang pupil semerah rubi melebar dan membulat dengan sempurna. "A---" Bakugou tak mampu berkata-kata lagi, saat bibir pria dewasa itu mengecup kelopak matanya yang sedikit membengkak karena menangis sedari tadi. Sementara ibu jari pria itu mengusap air matanya yang mulai mengering.
Cengkraman Bakugou semakin erat. Ia pasrah saja akan segala kelakuan Aizawa terhadapnya----apalagi semua perlakuan lembut itu memanglah apa yang selalu diidamkan nya. Berkatnya, berangsur-angsur rasa sakitnya menghilang dan tubuhnya sudah tidak merasa seberat sebelumnya. Otomatis perasaan nyaman itu membuatnya mengantuk berat.
"Seperti biasa....aku selalu membenci kebaikan mu namun aku juga menyukainya," gumam Bakugou tanpa bersuara. Aizawa tidak butuh mendengarkan ocehan terakhirnya sebelum asap merah muda yang terlihat familiar berlahan-lahan mulai membungkus dirinya.
OXO
Aizawa tak punya pilihan selain menunggu sampai asap yang mengepul memenuhi ruangan itu menghilang. Menyadari perpisahannya dengan Bakugou dewasa membuatnya sedikit kesepian namun setidaknya sebentar lagi ia bisa bertemu kembali dengan Bakugou yang di masa ini.
Saat asap-asap itu menghilang. Sesuai seperti yang dinantikannya sedari tadi, Bakugou remaja sudah berada dalam pelukannya dengan posisi sebagaimana Bakugou dewasa sebelumnya. Aizawa hendak menyapanya namun remaja yang sedang di landa panik itu spontan menggerakkan tangannya dalam posisi menyerang-----telapak tangan Bakugou menempel pada wajah Aizawa. Untungnya tidak ada satupun ledakan yang muncul dari telapak tangan tersebut. Aizawa menggunakan quirk penghapusnya tepat pada waktunya.
Warna merah menyala menjalar memenuhi sekujur wajah Bakugou, sampai ke ujung telinga maupun lehernya. "Se-sensei!!" teriaknya seraya mendorong pundak sang wali kelas yang menatapnya reaksinya datar. "Le-lepaskan aku!!" pintanya sambil menutup wajahnya sendiri. Tanpa di lihat di depan kaca pun dia sudah tahu betapa kacau rupanya saat ini.
".......kau sendiri yang memintaku memelukmu seperti ini kan?" goda Aizawa tanpa melepaskan pelukannya. Malahan ia semakin mempererat nya dan meringkus total tubuh remaja tersebut.
"Tu-tunggu! A--a-aku ti-tidak pernah memintamu me-melakukannya!!" Bakugou semakin gagap. Dan Aizawa semakin menikmati reaksi yang sangat menggemaskan tersebut. "Ku-kumohon jangan mempermainkan ku!!" seru remaja itu kali ini berniat ntuk memberontak.
Aizawa ber-eh panjang, terdengar seperti sebuah keluhan. "Aku tidak sedang mempermainkan mu," ujarnya masih tak melepaskan dekapannya. Ia menerima semua pukulan yang tak terasa seberapa dari Bakugou. "Jadi biarkan aku seperti ini dulu?" tanyanya tepat di sebelah daun telinga remaja yang masih malu-malu tersebut.
"A--apa yang sudah terjadi diantara mu dan diriku di masa depan?" tanya Bakugou yang sudah menyerah untuk memberontak. Dirinya sudah tak mampu lagi menolak permintaan sang wali kelas, yang sepertinya kewalahan akan kedatangan dirinya yang dari masa depan.
"Apa....dia melakukan sesuatu padamu?" tanya Bakugou lagi, kali ini dengan nada berbicara yang lebih berhati-hati.
Aizawa bersandar pada pundak Bakugou. "Tidak," jawabnya seraya geleng kepala. "Tapi dia menyadarkan ku akan sesuatu," sambungnya yang semakin membuat Bakugou kebingungan.
END
A/n:
Akhirnya kelar juga!!! Buat kilat dan publish cepat karena takut kalau imajinasi ku menghilang tanpa jejak dan tak akan pernah ditemukan kembali. Sayang kan kalau gak di lanjut?
Maaf untuk akhiran cerita yang menggantung seperti ini. Tapi tenang saja walaupun chapter ini adalah tamatan dari cerita utama, tapi buku ini masih belum berstatus complete.
Bakal ada dua chapter bonus yang menceritakan sedikit kisah yang belum di ceritakan di cerita utama: seperti bagaimana nasib Bakugou remaja yang bertukar posisi dengan Bakugou dewasa atau bagaimana Bakugou dewasa setelah kembali ke masanya.
Btw ada yang kepikiran kalau fanfic ini judul sama isinya gak nyambung? karena aku agak mikirnya begitu. Sebenarnya akhiran ini sama yang niat awalnya itu beda jauh, yang awalnya udah agak lupa dan rasanya lebih.....datar mungkin? Makanya kelupaan gimana itu jadinya, makanya jadi pakai yang ini.
Yaaaah pokoknya gitulah. Semoga saja kalian masih bisa menikmati fanfic ini.
As always thanks for reading!!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top