Chapter 06: Past Tense Love

Di luar dugaan Todoroki menawari Bakugou dan Midoriya untuk magang di agansi ayahnya yang kini menggantikan posisi All Might sebagai pahlawan berperingkat-1. Tentu saja tidak ada diantara mereka yang ingin menyia-nyiakan kesempatan langka tersebut. Serempak Bakugou dan Midoriya langsung menyetujui tawaran Todoroki.

Sebelum berangkat. Bakugou harus menemui wali kelasnya, melampirkan beberapa dokumen yang di perlukan. Walau enggan namun begitulah prosedurnya. Bakugou tidak bisa menghindari Aizawa untuk selamanya----sungguh aneh. Padahal beberapa saat yang lalu remaja itu begitu ingin bertemu dengan sang wali kelas. Tapi sekarang hasrat tersebut menguap dan menghilang tanpa jejak di udara.

"Setelah kejadian tempo hari. Wajah seperti apa yang harus kutunjukan padanya?" Bakugou bertanya-tanya dalam hati. "Entah apa alasannya tapi kelihatannya dia mencemaskanku. Aku senang namun sayangnya aku tidak sedang membutuhkan perhatiannya," demikian batinnya sebelum membuka pintu ruang guru.

"Sensei," panggil Bakugou dengan suara lirih dan itu sudah lebih dari cukup untuk membuat gurunya menoleh. "Aku sudah menentukan ke mana aku akan magang," terangnya sembari menyerahkan beberapa lembar kertas kepada sang wali kelas.

"Agensinya Endeavor?" komen Aizawa setelah mematikan isi dari formulir tersebut. "Oh benar juga. Todoroki yang merekomendasikanmu dan Midoriya kan? Jadi kau memutuskan untuk menerimanya huh," ocehnya sambil membolak-balik setiap lembaran. Pandangan pria tersebut tidak lepas dari gertas di tangannya dan tidak sekalipun tatapannya bertemu dengan sepasang iris bagaikan rubi milik Bakugou yang berdiri tepat di sebelahnya.

Antara lega atau kecewa. Bakugou tak mampu menentukan emosinya sendiri saat ini. Asalkan Aizawa tidak membahas apa yang terjadi diantara mereka pada saat pesta malam natal, mungkin situasi yang seperti inilah yang terbaik baginya sekarang.

"All Might bilang aku beruntung karena mempunyai kesempatan untuk melihat Endeavor yang baru dari dekat. Sebenarnya aku belum begitu memahaminya......seperti apa Endeavor baru yang di maksudnya." Tanpa sadar Bakugou membahas hal yang mulanya bukan sesuatu yang ingin dia lontarkan ke orang lain. Hanya sekedar keceplosan, tidak lebih. Dia juga tidak mengharapkan jawaban yang berguna dari Aizawa---namun entah kenapa. Membicarakan hal seperti ini dengan sang wali kelas terasa begitu normal. Bakugou mulai bertanya-tanya apakah sekarang dirinya hanya bisa terbuka dengan sang wali kelas seorang?

Kalau memang terkaannya benar. Kebiasaan barunya tersebut bisa membuat dirinya sendiri kewalahan. Bakugou memang orang yang ekpresif dalam mengutarakan emosinya tapi dia juga bukan tipe orang yang suka menunjukan kelemahannya pada orang lain. Sekalipun itu pada kedua orang tua kandungnya.

"Hahaha....." Aizawa tertawa pelan. "Mau bagaimanapun kau tetaplah seorang remaja yang masih polos huh," komennya tiba-tiba seraya mengusap puncak kepala Bakugou yang melotot karena merasa telah diejek.

"Bukannya kau akur dengan Todoroki? Paling tidak kau bisa memahaminya dari gelagat temanmu yang satu itu," sambung pria bersurai hitam itu sambil tetap tersenyum kecil, seolah dia sedang mengabaikan emosi Bakugou yang meledak-ledak tepat pada saat ia membahas pemuda bernama Todoroki itu.

Bakugou tidak langsung berteriak tapi semua amarahnya tergambar jelas di raut wajah pemuda pirang tersebut. "Sensei. Lain kali pasang matamu dengan benar dan lihat lah baik-baik!!" protesnya sambil melakukan kebiasaannya yang suka mengerus gigi ketika marah.

"Bukannya dia yang mengajakmu ke agensi ayahnya? Kukira kalian sudah berteman baik." Entah sengaja atau tidak namun ocehan sang wali kelas sangatlah tidak masuk akal di telinga sang murid yang semakin naik pitam.

"Aku tidak tahu kenapa dia mengajakku!" jawab Bakugou geram. "Terserah orang berpikir apa. Tapi kuakui aku memang memanfaatkan tawarannya," sambungnya seraya bersedekap dada dan membuang muka.

Aizawa menahan tawanya. "Bagaimana bisa anak nakal sepertimu masih mempunyai teman?" tanyanya lalu memasukan semua kertas yang di bawanya sedari tadi ke dalam folder.

"Yah.....tapi kurang lebih dulu Endeavor juga bertingkah persis seperti dirimu. Walau cuma satu atau dua pasti Todoroki merasakan adanya suatu kemiripan denganmu dan Endeavor." Mendengarnya, kali ini Bakugou terdiam dan menaikan satu alisnya karena heran. Sesuai dugaannya dia masih belum begitu memahami sosok sang pahlawan nomor satu pada jaman ini-----Lagipula, dari awal dia adalah salah satu penggemar berat All Might. Tentu saja dia akan bersikap acuh tak acuh pada pahlawan selain idolanya tersebut.

Melihat reaksi Bakugou, sang wali kelas pun hanya bisa mengangguk kecil dan memakluminya. "Tenang saja. Seperti yang di katakan All Might kau pasti akan banyak belajar dari agensi tersebut," ujar Aizawa lembut yang hanya di tatap datar dari tempat Bakugou berdiri.

"Di matanya aku hanyalah seorang anak kecil yang masih membutuhkan banyak pengalaman dan pengetahuan. Tentu saja aku tidak bisa membantah jalan pikir pria tersebut, karena memanglah kenyataan bahwa diriku masih seorang bocah ingusan yang belum memahami kejamnya dunia luar."

Pertemuan terakhirnya dengan Aizawa membuatnya bersyukur namun pada saat yang sama juga menyesalinya----menjadikan sebuah perasaan yang komplek lantaran kedua perasaan tersebut saling bertolak belakang dengan satu sama lainnya. Perasaan Bakugou saat ini tidak bisa begitu saja di jelaskan dengan satu atau dua buah kalimat, terutama karena orangnya sendiri telah gagal memahami segalanya tentang perasaan yang dimilikinya.

OXO

Beberapa hari bekerja di bawah naungan agensi terbaik dan terbesar di Jepang membuat Bakugou dan yang lainnya merasa kewalahan. Namun tak ada satupun dari mereka bertiga yang ingin menyerah begitu saja.

Persis seperti yang dikatakan kedua gurunya. Bakugou memang banyak belajar dari Endeavor. Sang pahlawan nomor satu mempunyai quirk berelemen dasar api seperti dirinya. Selain itu, hanya dengan berusaha mengikuti kecepatan kilat Endeavor, mereka bertiga bisa mengasah kemampuan penggunaan quirk yang labih efesien.

Agensi tersebut memecahkan banyak kasus dalam sehari. Entah ada berapa banyak villain kecil yang di jebloskan ke penjara oleh agensi ini---mau di hitung pun percuma. Setelah sang simbol keadilan pensiun, tingkat kejahatan semakin meroket dan entah sampai kapan akan terus demikian. Tidak hanya di agensi Endeavor namun setiap agensi di negara ini pasti sangatlah sibuk.

Selayaknya hari ini. Di siang bolong dimana orang-orang sudah memulai aktivitas keseharian mereka. Sudah menjadi makanan sehari-sehari Bakugou dan yang lainnya untuk mengikuti Endeavor berpatroli kawasan tersebut.

Sudah menjadi keseharian pula apabila di tengah jalan mereka terlibat kerusuhan yang di ciptakan para villain setempat. Biasanya Endeavor pasti akan membereskan masalah semacam itu hanya dalam waktu sekejap mata. Tapi khusus untuk hari ini, tidak biasanya mereka terjebak oleh lingkup jarahan villain yang tergolong ramai dan merepotkan.

Agak merepotkan namun semuanya masih dalam kendali. Sayangnya di tengah pertarungan, Bakugou mengalami kerugian kecil yang memaksanya untuk melepas peralatan pendukungnya. Salah satu sarung tangan pelindungnya rusak dan mengalami ledakan kecil yang membuatnya tidak bisa di pakai lagi----Bakugou sama sekali tidak mengalami luka, lecet pun tidak. Hanya peralatannya saja yang kena sial.

"Kau harus segera pergi memperbaikinya Kacchan......" komen Midoriya sesaat setelah mereka semua kembali ke kantor agensi. Ketiga remaja plus satu pahlawan profesional menatap iba peralatan pendukung yang sudah bobrok itu.

"Karena kostum kita di buat oleh pihak UA berarti kau harus kembali ke sekolah dulu kan?" tanya Todoroki seraya menoleh ke sebelah kanannya dimana Bakugou sedang berdiri dan melotot ke arah sarung tangan yang nasibnya sudah tak tertolong itu.

"Kau tidak perlu mencemaskan jadwalmu. Lagipula aku tidak bisa membiarkanmu bekerja tanpa kostum yang lengkap. Sangatlah berbahaya memaksakan diri tanpa peralatan yang benar," tambah Endeavor yang seperti biasa bernada dingin namun menyiratkan sedikit kepedulian.

"Tenang saja! Aku akan menemanimu Kacchan. Aku juga mau kembali ke asrama untuk mengambil beberapa barangku yang kelupaan," seru Midoriya bersemangat. Dan tidak perlu waktu lama emosi Bakugou meledak berkat tawaran tak berguna tersebut.

"Pergi sana sendiri!! Siapa pula yang perlu di temani bedebah Deku semacam dirimu haaa!!?" Tak perlu waktu lama teriakan Bakugou menguncang seisi ruangan. Pekerjaan para karyawan di sana pun sempat tentunda sesaat karena ulahnya. Mau dimanapun keberadaan seorang Bakugou Katsuki, pemuda tersebut tetap mampu menarik banyak perhatian orang walau bukan selalu dalam artian yang baik.

OXO

Hatsume Mei, seorang siswi yang tak pernah lelah mengurung diri di dalam bengkel sekolah. Bahkan di tengah masa liburan musim dingin pun gadis tersebut masih berada di sana, mengotak-atik berbagai mesin yang berbentuk barang-barang rongsok yang patut di pertanyakan keamanannya.

Keesokannya Bakugou di temani Midoriya menuju ke ruang fasilitas tersebut. Tentu saja Bakugou tidak akan pernah mempercayakan peralatannya pada gadis maniak itu---dia sudah membawa beberapa formulir untuk ia berikan pada Power Loader yang biasa ikut menjaga ruangan itu.

Bakugou sebenarnya enggan untuk membiarkan Midoriya mengantarkannya. Namun mengingat keberadaan Hatsume yang bisa jadi sangat menganggu sekaligus menjengkelkan, Bakugou berencana membuat Midoriya sebagai pengalih perhatian. Terutama setelah mengetahui bahwa teman masa kecilnya yang payah itu sudah sering menjadi kelinci percobaan sang maniak mesin.

Kedua remaja tersebut berjalan menyusuri lorong dengan Bakugou beberapa langkah di belakang. Pemuda pirang itu tampak enggan berjalan menuju tempat tujuan mereka----Bakugou hanya masih belum mempercayai kenyataan bahwa ia harus menunggu peralatannya di perbaiki. Dan dia tidak berminat untuk mencari pengganti sementaranya.

Bakugou dan Midoriya sampai di depan pintu. Keduanya tiba-tiba mendengar suara tawa seorang perempuan dari dalam----yang bisa mereka tebak merupakan suara tawa maniak gadis bernama Hatsume Mei yang sedari tadi merupakan sumber keengganan Bakugou.

Sambil menahan amarahnya Bakugou langsung membuka pintu di hadapannya. Hampir pada saat yang sama pupil merahnya melebar dan membulat sempurna lantaran ada benda tajam namun kecil melesat ke arahnya. Untungnya Midoriya di sebelahnya cepat tanggap dan sempat menarik tubuh Bakugou sebelum benda runcing tersebut mengenainya semua.

Begitu sadar apa yang telah terjadi padanya barusan. Bakugou langsung meledakan emosinya. Tanpa ada satupun ucapan terima kasih, Bakugou langsung mendorong Midoriya sekuat tenaganya. Dirinya tidak tahan dan tidak sudi barang sedetik pun berada dalam dekapan teman masa kecilnya yang kerap kali dipanggilnya Deku.

"BEDEBAH SIALAAN!!!" teriaknya demi memuntahkan semua amarahnya yang sedari tadi tertahan.

"K-kacchan!!" Sementara Midoriya yang kini ada di belakangnya hanya bisa menegurnya dengan memanggil-manggil namanya. Sudah tahu lawannya Bakugou Katsuki, usaha tersebut jelas-jelas tak berguna.

Gadis yang sekarang merupakan target amukan Bakugou hanya cengengesan sambil menggosok tengkuk. "Maaf maaf," ucapnya enteng tanpa perasaan bersalah barang secuil pun. "Tidak sengaja tertekan," lanjutnya sambil mengacungkan sebuah alat berbentuk bola yang menyerupai bentuk tanaman kaktus. Beberapa duri yang berasal dari alat tersebut lah yang tadi melesat menyerang Bakugou.

Bakugou acuh tak acuh mendengarkan penjelasan tak ikhlas gadis tersebut. Dilihatnya sekeliling ia tidak menemukan satupun sosok orang dewasa di dalam ruangan tersebut. "Cih! Segera simpan rongsokanmu itu sebelum aku meledakannya!!" ancamnya seraya tetap melangkah masuk kedalam. Walau belum bisa bertemu Power Loader setidaknya dia bisa menitipkan formulirnya.

Namun alih-alih ketakutan, Hatsume malah semakin anteng di tempat seraya matanya tetap tertuju pada luka Bakugou yang ada di pundak bagian kiri.

"Yaah. Aku akan tetap melakukannya meskipun kau tidak menyuruhku," ujar perempuan itu. Sangat terbanding terbalik dengan suara tawanya yang barusan terdengar dari luar. "Ngomong-ngomong. Apa kau tidak merasakan sesuatu yang janggal?" Kemudian Hatsume bertanya dengan raut wajah yang sulit untuk di deskripsikan---gadis itu terlihat binggung namun juga ada garis tegang yang menunjukan kewaspadaan akan sesuatu.

Melihatnya reaksi tersebut. Bakugou kehilangan seluruh energinya untuk tetap marah. "Apa maksudmu?" tanyanya bernada menuntut jawaban instan.

Sebelum Hatsume sempat menjawabnya. Midoriya sudah duluan menyadari adanya kejanggalan dari luka kecil yang di alami Bakugou----dari luka tersebut timbul asap berwarna merah muda yang lama kelamaan mulai bertambah banyak dan menyebar menutupi pandangan setiap orang yang ada di ruangan kecil tersebut.

Asap misterius itu kemudian memicu alarm kebakaran. Alhasil ruangan itu basah kuyup tersiram pancuran pemadam dari langit-langit ruangan. Tak perlu waktu lama sampai beberapa guru berlarian menghampiri tempat tersebut.

Aizawa juga salah satu guru yang terlibat kepanikan dalam kejadian konyol barusan. Bisa bayangkan sendiri bagaimana reaksi pria tersebut setelah menemukan dua orang dari kelasnya merupakan biang keroknya. Walau pada akhirnya semua guru langsung memahami bahwa pelaku utamanya tak lain dan tak bukan adalah Hatsume Mei dan mesin misterius ciptaannya.

OXO

"Duri yang tadi mengenainya menyimpan quirk yang mampu mempercepat waktu bagi objek yang di kenainya," jelas Hatsume yang masih bisa-bisanya terlihat santai setelah apa yang terjadi pada Bakugou dan ruangan prakteknya.

Kini hanya tinggal Aizawa seorang yang menjadi penanggung jawab atas masalah ini---terutama karena yang menjadi korban adalah salah satu dari anak kelasnya. Pria bersurai panjang berantakan itu memijat keningnya seraya menghela nafas panjang. Salah satu yang terpanjang dalam hidupnya.

Midoriya hanya bisa duduk manis di tempatnya, binggung harus mengatakan apa di tengah situasi seperti ini. Sementara Bakugou yang duduk tepat di sebelahnya menatap risih sekelilingnya.

"Umm....kacchan," panggil Midoriya setelah menelan seonggok ketakutannya. "Boleh aku bertanya berapa umurmu sekarang?" tanyanya berhati-hati seraya sedikit mengadah untuk melihat rupa Bakugou yang senantiasa memasang kerutan di dahi.

Sebelum menjawabnya Bakugou menggeram pelan. Ia membuang muka ke arah yang berlawanan terlihat jelas kalau pertanyaan tersebut membuatnya ogah. ".....dua puluh tiga," jawabnya singkat setelah terdiam beberapa saat.

Semua yang ada di tempat tersebut terdiam. Ruangan yang sempat banjir itu hening dan sunyi sampai akhirnya kembali riuh oleh suara satu-satunya anak perempuan di sana.

"Ooh perbedaannya menjadi tujuh tahun huh," komen gadis itu terdengar sangat bahagia dan bersemangat. Sama sekali tidak memperdulikan kegundahan setiap individu yang terlibat di sana--teruatama Aizawa yang sudah berusaha sabar dan tabah dalam menangani kasus ini.

Hatsume langsung meloncat ke arah kursi yang di duduki Bakugou, kedua tangannya meremat kedua sisi pegangan kursi. Wajah perempuan itu begitu dekat, seluruh badannya seolah-olah mengurung Bakugou yang sedang gelisah di tempatnya.

Bakugou membisu sesaat namun setelah itu ia terkekeh pelan. "Sampai kapanpun kau tidak pernah berubah ya. Dasar maniak mesin," gumamnya seraya mendorong Hatsume agar sedikit menjauh darinya. Dari raut wajahnya ataupun caranya berbicara, kelihatannya Bakugou sudah memahami sesuatu yang belum di ketahui semua orang.

"Kukira aku terkena quirk yang membuatku gila dan berhalusinasi aneh tapi ternyata cuma quirk yang membuatku kembali ke masa lalu huh," sambungnya ringan tanpa ada sedikit pun kepanikan ataupun kegelisahan yang beberapa menit lalu di rasakannya.

"EEH!!!?" Midoriya di sebelahnya lah yang pertama membuat kegaduhan setelah mendengar pernyataan di luar nalar tersebut. Hatsume malah santai saja mengangguk-angguk sok memahami, sementara Aizawa mulai frustasi sendiri seraya menggaruk kepalanya yang tiba-tiba terasa sangat gatal.

"K--kacchan di tujuh tahun kemudian!!?" seru Midoriya seraya menunjuk pemuda pirang di sebelahnya. Bakugou hanya tersenyum miring kepadanya tanpa mengatakan apapun---tentu saja karena tidak ada diantara mereka yang sebenarnya berkehendak kuat untuk memaklumi kenyataan.

Mereka memang hidup di dunia dimana manusia berkemampuan super adalah sebuah kelumrahan. Namun kasus yang melibatkan perjalanan antar waktu masih terlalu langka dan terdengar sangat ajaib bahkan untuk orang jaman sekarang.

Tapi Midoriya Izuku sebagai seorang maniak pahlawan yang gemar mempelajari segala jenis quirk, tentu saja merasa amat sangat takjub akan kenyataan yang baru saja di pelajarinya. Tanpa segan ia menyentuh---memeriksa setiap lekuk tubuh Bakugou yang langsung meneriakan protes beserta segala umpatan khasnya.

"HOI DEKU KEPARAT KAU!!!!" Mau Bakugou berteriak kencang tepat di sebelah telinga Midoriya sekalipun. "HENTIKAN!! AKU AKAN MEMBUNUHMU---" Remaja bersurai hijau gelap itu terus mengabaikannya. Midoriya terlalu sibuk mempelajari perbedaan bentuk fisik Bakugou yang sebelumnya dan yang sekarang.

Di perhatikannya pakaian Bakugou yang terasa lebih ketat daripada sebelumnya. Ukuran dan massa otot yang dimiliki si pirang sudah berbeda jauh dari yang diingatnya. "Kacchan. Coba berdiri sebentar!" pinta Midoriya seenak jidat seraya tiba-tiba menarik tangan Bakugou. Dan sesuai dugaan. Sekarang teman masa kecilnya itu juga jadi lebih tinggi daripada sebelumnya----yang mulanya 172cm sekarang mungkin 175cm atau lebih.

Belum puas hanya dengan menyentuh. Midoriya semakin gatal untuk memaksa Bakugou melepaskan pakaiannya---hari ini Bakugou datang dengan mengenakan sweater hitam polos, cukup mudah untuk di lepas kan? Sebagai teman lama dan sesama laki-laki, Midoriya merasa keinginannya tersebut hanyalah perkara sepele.

Namun perlu diingat, ini Bakugou Katsuki yang sedang di hadapinya. Mungkin kalau orang lain yang memintanya dia akan langsung melakukannya tanpa bersi keras melawan. Namun tidak kalau dengan Midoriya---Bakugou tidak sudi menurutinya begitu saja!!

Keduanya mulai bertikai gaduh di ruangan yang tak seberapa luas tersebut. Tidak ada yang bisa meramal nasib sweater rajut yang di tarik-tarik seperti itu.

"Hmm....aku seperti sedang menyaksikan sesuatu yang terlarang." Diantara kekacauan yang di ciptakan dua orang pemuda. Hatsume terlihat sangat menikmati kerusuhan tersebut, apalagi kali ini sepertinya ia sedang memihak Midoriya. Gadis itu pasti juga ikut penasaran akan perubahan fisik Bakugou.

Ingin rasanya meledakan isi kepala Midoriya. Emosi Bakugou memang berteriak demikian. Sedangkan sisi rasionalnya memberitahu nya kalau mustahil ia bisa melakukannya pada bocah ingusan yang kini beda usia 7 tahun darinya itu. Apalagi di jamannya, dia adalah seorang pro hero bukan seorang pembunuh.

Yap. Bakugou masih waras dan dia masih cukup sanggup menahan instingnya yang berhasrat hendak membunuh Midoriya Izuku yang selamanya tetap menjadi momok kekesalannya.

"HEI KAU YANG ADA DI SANA! BUKANNYA KAU GURU? LAKUKAN SESUATU BANGSAAAT!!!" Di saat tali kesabaran Bakugou putus. Teriakannya tersebut entah kenapa berhasil menghentikan Midoriya. Dan entah mengapa, hanya dalam waktu sekejap ruangan tersebut kembali sunyi. Padahal teriakan tersebut tidak tertuju pada pemuda culun berambut brokoli itu---melainkan pada satu-satunya sosok orang dewasa yang sedari tadi diam saja tanpa melakukan ataupun mengatakan apapun.

Objek teriakannya pun melihatnya dengan tatapan aneh. Bakugou menaikan satu alisnya pada perubahan suasana yang terlalu tiba-tiba tersebut.

Pada saat yang sama Midoriya mengambil beberapa langkah mundur agar dirinya bisa melihat muka Bakugou lebih jelas. "Umm.....kacchan?" panggilnya yang terdengar tidak begitu yakin.

"Apa setelah 7 tahun kau jadi melupakan Aizawa sensei?" tanya Midoriya.

Pertanyaan tersebut spontan membuat Aizawa langsung beranjak mendatangi posisi dimana Bakugou sedang berdiri. Walau hanya sekilas, Midoriya yang berdiri di dekat sana menyadarinya. Bahwa sang wali kelas sedikit tergoncang akan terkaan yang belum terkonfirmasi tersebut.

To be Continue

A/n:

hmm....yeah. Aku masih belum begitu yakin dengan tulisan ku di chapter ini tapi perkembangan ceritanya dari awal memang maunya begini sih.

As always thank you for reading!!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top