Chapter 01: Cool Morning
Bakugou Katsuki telah jatuh cinta pada gurunya. Dia yang paling tahu betapa mustahilnya perasaan tersebut. Aizawa Shouta---pria separuh baya yang kini bertanggung jawab sebagai guru wali kelas 1-A, seorang Pro hero dengan kode name Eraser Head.
Usia sang guru berbeda sepuluh tahun lebih dari usia anak-anak didiknya. Bakugou sendiri juga masih belum memahami. bagaimana bisa ia menaruh perasaan romantis pada seseorang yang hampir seumuran dengan orang tuanya sendiri, terlebih lagi orang tersebut adalah seorang pria.
Setiap kali Aizawa berdiri di depan kelas. Bakugou terdiam, kulit wajahnya menghangat. Padahal sekilas tidak ada satupun yang membuat Aizawa terlihat atraktif---wali kelasnya itu selalu datang ke sekolah dengan penampilan acak-acakan. Kantung matanya tebal, jenggot yang tidak tercukur rapi, rambut hitam panjang yang berantakan. Cara berbicaranya terdengar ogah-ogahan, suka mengancam murid-muridnya, mukanya datar seperti pantat panci dan lain-lain.
Tidak akan ada habisnya kalau terus di sebutkan. Namun setidaknya hal tersebut menjelaskan bahwa perasaan Bakugou datang bukan hanya karena penampilan Aizawa semata.
Hanya ada satu hal yang membuat Aizawa Shouta menjadi seorang guru idaman bagi Bakugou---rata-rata semua guru U.A di jurusan pahlawan adalah pro hero. Tentu guru-guru tersebut adalah guru idaman bagi para remaja yang bercita-cita untuk menjadi pro hero.
Namun kelas 1-A beruntung karena mendapatkan Aizawa sebagai wali kelas mereka.
Sebelum bertemu langsung dengan para pro-hero lainnya. Incaran Bakugou tetap satu yaitu: All Might, sang pahlawan keadilan legendaris, simbol dari keadilan dan kedamaian. Anak-anak lainnya pasti juga sepertinya, mereka datang ke U.A karena selain sekolah tersebut memiliki jurusan pahlawan terbaik, sang legenda All Might juga dulunya bersekolah di sana. Apalagi sekarang sang pahlawan legendaris tersebut menjadi salah satu guru di U.A.
Sayangnya All Might sudah punya seseorang yang ia perhatikan---seorang murid kesayangan yang nantinya akan menjadi ahli warisnya. Dan murid tersebut bukanlah Bakugou Katsuki.
Setiap saat, Bakugou sudah sering marah-marah. Anehnya, pada saat ia mengetahui kenyataan tersebut. Bukan marah yang di rasakannya tapi kecewa. Bakugou memang di lahirkan sebagai anak jenius, seseorang yang mempunyai banyak talenta dan berpotensi tinggi menjadi pahlawan kuat---tapi dia tidak punya keberuntungan ataupun kepribadian yang mampu menarik perhatian idolanya.
"Apakah sebenarnya kau takut pada Midoriya?" Pertanyaan tersebut datang dari mulut wali kelasnya. Pada suatu malam, Aizawa harus melerai perkelahian kedua muridnya----MIdoriya Izuku dan Bakugou Katsuki.
Bakugou yang mempunyai harga diri tinggi tidak bisa menerima pertanyaan tersebut. Takut? Dari semua orang, kenapa pula dia harus takut pada teman masa kecilnya yang cengeng dan culun itu!!? Midoriya bukan apa-apa baginya----atau setidaknya dia berusaha berpikir demikian.
Nyatanya. Pertanyaan tersebut bagaikan anak panah yang melesat tepat pada sasarannya. Malam itu untuk pertama kalinya Bakugou menangis di depan orang, dia tidak mampu menjawab pertanyaan gurunya, pikirannya kacau, perasaannya campur aduk tak terdeskripsikan.
Selain orang tuanya. Siapa sangka ada orang dewasa lainnya yang memahami perasaan Bakugou? Bahkan malam itu Aizawa mau menemaninya sampai pagi di kamarnya. Dan setelah itu tidak terjadi apapun selain di skornya Midoriya dan Bakugou.
Beruntung Aizawa adalah wali kelasnya. Setiap pagi Bakugou bisa bertemu dengannya, bisa diam-diam memperhatikan pria yang di sukainya tersebut dari bangkunya, tanpa ada satupun orang yang mencurigainya.
Meski tak begitu kentara. Sebenarnya Aizawa selalu memperhatikan murid-muridnya, dia mencoba untuk memahami muridnya satu persatu tanpa terkecuali. Aizawa adalah guru idaman yang selalu ada untuk murid-muridnya---tidak hanya pandai dalam mengajar namun dia juga mampu mendukung murid-muridnya walau melakukannya dalam diam.
Tentu saja All Might masih menjadi idola Bakugou. Menjadi seperti All Might merupakan tujuan hidupnya. Lalu bagaimana dengan Aizawa atau pro hero berkode nama Eraser Head? Pria tersebut juga merupakan idola Bakugou----sederhananya. Karena mustahil bagi seorang murid seperti dirinya mengutarakan perasaannya kepada guru laki-lakinya. Semenjak Bakugou menyadari perasaannya sendiri, ia memutuskan hanya akan mengagumi Aizawa dari kejauhan.
OXO
Di tengah pelajaran. Bakugou menatap kosong buku catatannya. Dari tadi pagi kepalanya agak pusing dan badannya terasa lemas. Makanya sebelum berangkat ke sekolah ia minum obat sakit kepala, melupakan efek samping dari obat tersebut. Sekarang Bakugou sedang mengantuk berat.
Aizawa yang kebetulan melewati deretan bangkunya menyadari kondisinya. "Apa kau tidak enak badan?" tanya pria tersebut seraya menepuk pelan pundak muridnya yang dari tadi benggong saja tanpa mengerjakan tugas yang baru saja di berikan.
Menyadari siapa yang ada di sebelahnya. Bakugou langsung menoleh dan mengadahkan kepalanya sedikit agar tatapannya sejajar dengan pria yang sedang berdiri di sampingnya tersebut. Jantung pemuda itu berdetak lebih kencang daripada biasanya----ini bukan pertama kalinya ia deg-deg-an hanya karena wali kelasnya itu menghampiri dirinya.
"Aku baik-baik saja......" jawab Bakugou berusaha agar terdengar sebiasa mungkin. Tanpa melihat ke arah gurunya untuk kedua kalinya. Pemuda pirang itu kembali menunduk dan menggerakan bolpennya. Dia tidak langsung menorehkan tinta di buku catatannya. Buku pelajaran di hadapannya tidak terbaca. Kepalanya berat dan panas bagaikan komputer yang mengalami error overheat.
Midoriya yang duduk di kursi belakang beranjak dari bangkunya. Dari semua orang, dialah yang menyadari adanya keanehan dari Bakugou. "Aizawa sensei. Tolong ijinkan aku untuk mengantar Kacchan ke ruang kesehatan," ujarnya sambil seenaknya sendiri manarik lengan Bakugou yang terlihat enggan untuk mengikutinya.
Seisi kelas terdiam. Seluruh mata tertuju pada pasangan Midoriya dan Bakugou---yang belum lama ini habis di skors lantaran berkelahi hebat. Terkadang Midoriya bisa membuat orang-orang di sekitarnya salut. Bagaimana bisa ia menghadapi emosi Bakugou? Kenapa dia tetap peduli pada teman masa kecilnya yang berpribadian preman tersebut?
"Lepaskan aku breng---" teriakan Bakugou terintrupsi. Aizawa sudah duluan menarik lengan Bakugou yang tinjunya hendak mendarat di wajah teman sekelasnya yang bersurai keriting hijau gelap tersebut.
"Kalian memang tidak pernah bisa akur huh," komen Aizawa dengan suara malas khasnya. "Kembalilah duduk di tempatmu, Midoriya. Biar aku yang mengantarkan Bakugou ke ruang kesehatan," ujarnya setelah itu. Perkataannya mengejutkan seisi kelas. Tumben wali kelas mereka mau turun tangan sendiri.
"lida. Pastikan tidak ada yang buat ulah di kelas selama aku pergi," mintanya pada sang ketua kelas sebelum menarik Bakugou keluar dari ruangan kelas. Selagi anak-anak diam dan terbengong akan apa yang baru saja di saksikan mereka. Hanya lida seorang yang menjawab permintaan wali kelasnya.
Selama perjalanan menuju ruang kesehatan. Bakugou terus menunduk. Perasaannya campur aduk, antara ingin marah atau senang karena pujaan hatinya bersedia mengandengnya sampai ke tujuan. Apalagi, remaja itu takut apabila gurunya menyadari wajahnya yang sedang merona hebat.
"Permisi Recovery Girl!" seru Aizawa seraya membuka pintu ruang kesehatan. Mereka tidak menemukan siapapun di sana. Sebuah kertas yang di tempelkan di belakang pintu baru menjelaskan alasan kosongnya ruangan tersebut. "Inilah kenapa kita butuh asisten lebih," komen Aizawa setelah membaca catatan tersebut-----Recovery Girl atau perawat sekolah mereka sedang di beri tugas di tempat lainnya.
Sementara Aizawa mencari-cari sesuatu di dalam lemari penyimpan. Bakugou masih berdiam diri di ambang pintu, hanya memperhatikan gurunya yang sedang sibuk sendiri.
"Oi Bakugou. Apa kepalamu sakit?" tanya Aizawa lalu menoleh ke arah pintu. "Atau kau sedang demam? Perutmu sakit? Kenapa kau dari tadi diam saja?" Satu demi satu pertanyaan terus berdatangan. Anehnya. Bakugou masih belum menjawab satupun. Bungkamnya mulut bar-bar muridnya yang di beri julukan bom berjalan oleh teman-teman sekelas anak tersebut membuat Aizawa makin prihatin.
Aizawa menghela nafas lelah seraya menggosok belakang lehernya. Lalu pria berpakaian serba hitam itu mendekati anak muridnya dan menepuk pundaknya. "Bakugou?" panggilnya agar dirinya dapat menarik perhatian remaja tersebut.
"I--iya!!?" Akhirnya anak yang sedari tadi melamun kembali tersadarkan. Sesaat setelah menyadari tangan gurunya yang berada di atas pundaknya. Bakugou menepisnya lalu spontan mundur beberapa langkah. "Umm....iya. Kepalaku sakit," jawabnya kemudian sambil kembali menundukkan kepala.
Aizawa mengerutkan dahinya. Sekarang malah dirinya yang terserang sakit kepala. Berapa lama ia menjadi guru? Banyak murid-murid unik yang telah di temuinya, termasuk Bakugou. Namun kali ini ia tidak bisa memahami gelagat muridnya tersebut.
"Jangan bilang kau baru saja di serang quirk aneh?" tanya Aizawa seraya mendekatkan wajahnya. "Apa perlu ku telpon orang tuamu?" Karena kelakuan janggal Bakugou, hari ini sang guru jadi banyak bertanya. Padahal biasanya Aizawa enggan ikut campur urusan orang lain, apalagi urusan muridnya.
"Mustahil. Hari ini aku belum bertemu seseorang yang tak kukenal," jawab Bakugou. "Dan sensei tidak perlu menelepon orang tuaku hanya karena sakit kepala ringan," sambungnya masih menunduk tanpa melihat wajah gurunya saat berbicara.
Sekali lagi Aizawa menghela nafas panjang. "Ya sudah kalau begitu. Berbaring dan beristirahat lah. Kalau sudah membaik langsung kembali ikut pelajaran," pesannya sebelum meninggalkan Bakugou sendirian di ruang kesehatan.
Bakugou terus menatap pintu, bahkan setelah pintu tersebut di tutup dari luar oleh Aizawa. Dari tadi jantungnya tidak bisa diam, semakin lama semakin berisik. Tangannya mengepal dan nafasnya terengah, kondisinya saat ini bagaikan seseorang yang habis selesai lari maraton.
Perasaan sukanya terhadap guru wali kelasnya menjadi semacam siksaan halus baginya. Matanya terasa panas dan tanpa di sadarinya, bulir-bulir air mata sudah mulai berjatuhan dari retinanya. Sakit, ada bekas sayatan yang tak kasat mata di dadanya.
"Ah sangat menyedihkan...." Bakugou membatin seraya mengusap air matanya. "ini pertama kalinya aku jatuh cinta dan beginilah hasilnya. Mau di kemanakan masa remaja ku?" Setelah merasa lebih tenang. Bakugou berbaring di atas ranjang. Bau obat-obatan sedikit menggangu indra penciumannya----aroma ruangan itu sangatlah asing. Malah membuatnya semakin susah tidur.
Suasana hatinya masih belum membaik. Sakit kepala beserta rasa kantuknya sudah lama ia lupakan. Sosok wali kelasnya terus menghantui benaknya. Bakugou menghembuskan nafasnya sambil menatap langit-langit berwarna putih----dan mulai mengandai. Bakugou berharap ia dilahirkan kedunia ini lebih cepat, agar dirinya bisa sebanding dengan sang pujaan hati.
Bakugou memejamkan matanya. Sebaiknya ia membuang pikiran dan harapan konyolnya, sebelum menjadi kebiasaan yang akan menyakiti dirinya. Tujuan utamanya datang ke U.A adalah menjadi seorang pahlawan hebat, bukannya malah jatuh cinta pada gurunya sendiri dan bertingkah bodoh karenanya.
Beberapa saat setelah ia memejamkan matanya. Bunyi bel istirahat makan siang berbunyi. Bakugou memilih untuk tidak bergerak dari tempatnya. Berbaring di ruangan sepi tanpa siapapun yang menggangunya. Kebisingan dari luar dan sunyinya ruangan tersebut membuat Bakugou merasa dia sedang berada di dalam dunianya sendiri.
Sayangnya. Kedamaian tersebut di rengut begitu saja oleh suara seorang pemuda berambut merah yang diikuti oleh suara pintu yang terbuka dengan kasar. "Oi Bakugou!" seru Kirishima sambil berjalan mendekati satu-satunya kasur yang sedang di pakai.
Dengan malas Bakugou bangkit dan duduk bersandar pada kepala kasur. Ditatapnya bosan teman sekelasnya tersebut. "Buat apa kau kemari, dasar rambut aneh?" tanyanya terdengar ogah-ogahan. Bakugou sedang malas berurusan dengan orang lain.
"Aw ayolah Bakugou. Kenapa kau tidak bisa ramah pada temanmu ini?" ujar Kirishima yang cengengesan, sambil menarik satu kursi pengunjung untuk di dudukinya.
Bakugou diam memperhatikan temannya yang satu itu. Nampak Kirishima sedang membawa satu kantong plastik berwarna putih. Belum sempat ia bertanya, pemuda bersurai merah jabrik itu sudah menyodorkan barang tersebut ke hadapannya.
"Untukmu," jawab Kirishima singkat pada tatapan heran Bakugou.
Di dalam kantong tersebut terdapat sebuah sandwich dan sekotak minuman kotak. Bakugou tertegun melihatnya. "Terima kasih...." ucapnya lirih untuk menyembunyikan rasa malu sekaligus senangnya.
"Oh. Kau harus berterima kasih pada Aizawa sensei." Kali ini Kirishima tersenyum lembut. Entah kenapa di dalam senyuman tersebut sepertinya ada sebuah makna tersembunyi. "Dia yang memintaku mengantarkan itu kemari," jelasnya dengan menunjuk kantong plastik di tangan Bakugou.
"Se-sejak kapan dia peduli pada muridnya?" tanya Bakugou ketus seraya mengalihkan pandangannya. Kebohongan tersebut tidak bisa dikatakannya begitu saja di hadapan lawan bicaranya----padahal dia sendiri yang paling tahu betapa pedulinya Aizawa terhadap murid-muridnya.
"Hehehe....." Kirishima terkekeh geli. Sudah cukup lama ia berteman dengan Bakugou. Kurang lebih ia sudah bisa memahami kepribadian rumit temannya tersebut. "Aku tidak perlu menjawabnya kan? Karena kau pasti sudah mengetahuinya," ujarnya yang langsung membuat wajah Bakugou memerah padam karenanya.
Kelihatannya Kirishima lebih peka daripada yang di kira. Apakah kelakuan Bakugou di depan Aizawa sungguh aneh sampai ada orang lain menyadarinya? Bisa gawat kalau banyak orang selain Kirishima yang mulai mencurigainya.
"Tutup mulutmu!" seru Bakugou dengan setengah dari kekuatannya. Kepalanya kembali pusing. "Urusanmu sudah selesai kan? Sudah sana pergi sebelum kehabisan makanan kantin....." ujarnya seraya mengibaskan tangannya untuk mengusir temannya yang di rasa terlalu cerewet itu.
"Iya iya. Kau juga cepat makan. Bagaimana kalau nanti kau pingsan di tengah perjalanan pulang?" Kirishima bangkit berdiri. Cengiran lebar masih senantiasa menghiasi wajahnya yang kekanakan. "Apa mau ku gendong sampai asrama?" godanya lalu menahan tawanya.
"SUDAH SANA PERGII!!!" Tali kesabarannya putus. Bakugou berteriak dengan satu kaki yang sudah menginjak lantai. Ia mengambil ancang-ancang untuk menonjok Kirishima namun sebelum tinjunya menyentuh pemuda bersurai merah itu. Kirishima berhasil menghindarinya dan lari kabur keluar ruangan.
"Bye Bakugou!!" seru Kirishima dari luar. Bakugou mendegus kasar seraya kembali duduk di ranjangnya. Barusan adalah kunjungan terburuk yang pernah ia dapatkan.
To be Continue
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top