Bonus 02: Forever Happy Ending

Sesaat setelah murid-muridnya lulus, mereka semua langsung terjun ke dunia kepahlawanan. Pada era itu, paska kepensiunan sang simbol keadilan dan kedamaian. Setelah itu di susul dengan insiden yang mencoreng reputasi pahlawan peringkat-1. kehadiran seorang pahlawan jadi di ragukan oleh masyarakat kebanyakan. Populasi pahlawan berkurang drastis namun kenyataannya dunia masih membutuhkan pahlawan profesional.

Bocah-bocah yang baru saja lulus dari sekolah mau tak mau harus di lemparkan ke jurang kejamnya para villain. Sebagai mantan guru ataupun sebagai seorang pahlawan senior, Aizawa Shouta hanya bisa mengawasi mereka dari kejauhan.

Pada tahun-tahun berikutnya reputasi pahlawan kembali bangkit. Namun tak menutup kemungkinan hausnya media terhadap skandal. Para pahlawan generasi muda yang kini menjadi bintang di era baru ini merupakan target empuk mereka.

Jaman modern sudah menganggap pamor seorang pahlawan jauh lebih penting daripada artis ataupun selebriti terkenal. Semuanya yang bergerak dalam bidang pekerjaan tersebut harus ekstra hati-hati agar kehidupan pribadinya tidak tercampur dalam kehidupan kerjanya. Sekali lagi, semua itu di karenakan media yang lapar akan sensasi sekaligus masyarakat yang terlalu buas dalam menghakimi.

Maka karna itulah, di setiap sekolah yang mempunyai jurusan kepahlawanan slalu di ajarkan cara bagaimana menanggapi media. Kurang lebih anak-anak didiknya dulu mempunyai nilai baik dalam bidang tersebut---sekalipun itu Bakugou Katsuki.

Namun ada satu hal yang membuat Aizawa paling mencemaskan pemuda tersebut. Semuanya berawal dari Aizawa yang memergoki Bakugou sedang berjalan bersanding dengan seorang pria dewasa yang terlihat asing. Sekilas memang tidak ada yang janggal sebelum kau menyadari ke arah mana tujuan mereka berdua.

"......apa itu kekasihmu?" tanya Aizawa di suatu kesempatan. Saat mereka berdua kebetulan di pasangkan demi menjalankan suatu misi yang melibatkan pasar gelap di ibukota Tokyo.

Bakugou mematung sesaat, sangat terkejut oleh pertanyaan tersebut---atau mungkin dia lebih terkejut karena Aizawa lah berhasil memergokinya pergi ke hotel bersama dengan seorang pria.

"Ah...." Hero bertopeng hitam-merah itu menggosok tengkuknya canggung. "Bukan," jawabnya singkat setelah itu. Dari gelagatnya terlihat jelas kalau dirinya enggan untuk menjelaskan lebih lanjut. Pahlawan muda itu menoleh ke arah yang sebaliknya, menolak untuk bertemu tatap dengan mantan wali kelasnya. Sekali anak bermasalah tetaplah anak bermasalah. Mungkin saat itu ia mengira Aizawa akan kecewa padanya atau mungkin akan menceramahinya mengenai tindakan sembrononya.

"Kudengar dari hero Deku. Tipe mu adalah lelaki bersurai gelap khususnya hitam." Begitu nama teman masa kecilnya itu di sebut, Bakugou lantas mendecak kesal seraya menggerus giginya. Namun pemuda itu tidak berusaha menyangkalnya.

"Apa kau senggangur itu sampai-sampai punya waktu untuk menggali informasi tidak berguna seperti ini. Eraser Head?" balas Bakugou penuh penekanan seraya melirik tajam pada pria di sebelahnya.

"Yaah....entah kenapa selalu aku bersedia menyisihkan waktu untukmu," balas Aizawa yang pasti terdengar sangat ambigu di telinga lawan bicaranya. Karenanya Bakugou mengernyitkan dahi lalu beranjak dari posisinya. Pembicaraan tersebut berhenti di sana karena tak ada satupun diantara mereka yang ingin membahasnya lagi.

Dan begitulah. Beberapa hari kemudian, tidak lama setelah misi usai. Tanpa alasan yang jelas Aizawa menghubungi Bakugou dan entah mengapa tiba-tiba menawari mantan muridnya itu untuk tinggal seatap dengannya di apartemen baru.

OXO

Setahun telah berlalu semenjak mereka tinggal bersama. Walau di bilang tinggal bersama, pada kenyataannya mereka jarang bertemu satu sama lain. Dunia yang masih kekurangan jumlah pahlawan menuntut keduanya untuk tetap sibuk tertelan dunia karir.

Hari itu Aizawa baru saja pulang dari menjalankan misi. Ia begitu lelah, sampai kalau tidak fokus bisa saja ia pingsan di tengah jalan. Pria itu berjalan guntai masuk kedalam rumahnya. Jujur saja selama seminggu tidak melihat Bakugou membuatnya merindukan pemuda tersebut.

Meskipun tidak pernah saling berbagi info jadwal. Aizawa yang selalu perhatian sudah menghafal betul jadwal Bakugou. Hari ini teman seatapnya itu sedang libur setelah sekian lama.

Karena termakan kesibukan. Biasanya Bakugou menghabiskan waktu luangnya untuk beristirahat. Hari masih terlalu pagi jadi pastinya pemuda itu masih tertidur lelap di kamarnya. Jadi menyapa Bakugou bisa di lakukannya nanti saja, apalagi Aizawa sendiri pun juga butuh beristirahat.

Kamarnya terletak tepat di sebelah kamar Bakugou. Dia harus melewatinya terlebih dahulu untuk sampai ke kamarnya sendiri. Kebetulan saat Aizawa berdiri di depan kamar dengan pintu yang sedikit terbuka itu. Tak sengaja ia mendengar suara derap kaki dari dalam sana.

OXO

Sebelum Aizawa pulang. Bakugou remaja terbangun di sebuah ruangan asing bergaya tradisional. Kepalanya terasa pening dan pundak kirinya terasa nyeri dan hampir mati rasa. Ia menemukan dirinya sedang berbaring di atas futon sambil menghadap ke arah langit-langit kayu yang asing pula.

Samar-samar ia kembali mengingat apa yang sudah terjadi padanya. Dalam hatinya Bakugou mengutuk nama Hatsume Mei dan alat misterius yang berniat mencelakainya itu.

Tak ada gunanya apabila ia tidak memeriksa sekelilingnya terlebih dahulu. Bakugou memang sempat khawatir akan situasi yang dialaminya saat ini. Tapi akan lebih rasional kalau saat ini ia terlebih dahulu mengesampingkan pikiran buruknya dan memilih untuk memahami situasi ini lebih lanjut.

Matanya mengedar ke seluruh ruangan yang lumayan luas itu. Interiornya terasa sangat amat asing dan sama sekali tidak sesuai dengan seleranya---ruangan bergaya tradisional lebih mengingatkannya akan kediaman keluarga Todoroki.

Walau demikian, anehnya ruangan tersebut juga memiliki aura yang familiar. Bakugou menemukan beberapa barang pribadinya. Bingkai foto keluarga yang terpasang di atas meja kerja, peralatan tulis dengan merk yang biasa di pakainya, dan buku catatan yang berisi tulisan tangannya. Ia juga menemukan ponsel lipat yang memiliki nomor kontak orang-orang yang di kenalnya termasuk keluarganya juga.

Saat ia iseng mengotak-atik alat komunikasi tersebut. Bola matanya melebar sesaat setelah menyadari tanggal yang tertera di layar ponselnya.

Bakugou tidak bisa mempercayai apa yang baru saja di temukannya. Rasanya seperti mimpi di siang bolong bahwa dirinya sekarang sedang berada di masa depan---lebih tepatnya tujuh tahun kemudian dari masanya.

Ada perasaan takut bercampur penasaran yang berkecampuk dalam hatinya. Kalau dia harus menilai hanya dari ruangan ia berada sekarang, 100% diyakininya bahwa dirinya di masa depan/masa ini adalah seorang pahlawan profesional. Bisa di lihat dari folder-folder yang tertata apik di dalam laci meja dan kostum hero yang terpajang terang-terangan di dinding ruangan.

Namun ada yang lebih penting daripada semua itu. Bakugou jadi mulai bertanya-tanya akan situasi di luar sana. Seperti: Bagaimana nasib Jepang setelah pensiunnya All Might? Atau apakah Endeavor mampu mempertahan keadilan negara sekaligus menggantikan sang simbol kedamaian?

Jantungnya berdebar kencang. Semua itu membuatnya benar-benar ingin mengintip jawaban dari semua pertanyaannya. Bakugou hendak keluar kamar tapi di tengah jalan langkahnya cepatnya terhenti. Ia memutuskan untuk mengurungkan niat. Mengintip masa depan hanya akan berakhir menjadi bertanda buruk.

"Ba....kugou?" Pada saat dirinya di telan kegalauan. Suara yang terlampau familiar langsung membasmi semua kegundahan hatinya. Bakugou segera menoleh ke sumber suara-----dan sesuai dugaannya ia menemukan Aizawa yang berdiri di ambang pintu kamarnya.

"Tapi....aku sudah memastikan ruangan ini adalah kamarku. Bagaimana bisa sensei ada di sini?" Spontan ia mengutarakan rasa penasarannya. Bakugou sama sekali tidak menyangka akan bertemu dengan pujaan hatinya di masa ini---masa setelah dirinya lulus dari SMA.

Tidak ada yang berubah dari penampilan sang wali kelas---atau sekarang bisa di sebut mantan wali kelasnya. Bahkan kostum hero yang di kenakan pria tersebut masih memiliki desain yang sama, persis seperti yang diingatnya.

Bakugou tidak berani mendekat, dia hanya bisa melihat pria itu dari kejauhan. Walau dengan Aizawa sekalipun tetap saja dirinya saat ini sedang berada di situasi yang kurang menguntungkan.

Reaksi Aizawa juga kurang lebih sama dengannya. Mereka berdua sama-sama terkejut. Namun, tak lama kemudian pria dewasa tersebut sepertinya mengingat sesuatu.

"Oh benar juga. Kau Bakugou yang datang dari tujuh tahun yang lalu kan?" tanya Aizawa yang anehnya malah bersantai-santai kemudian.

"Bagaimana bisa aku melupakannya? Waktu itu aku cukup panik di buatnya...dan sekarang aku harus mengalaminya lagi huh?" gumamnya sendiri yang tengah sibuk dengan dunianya, meninggalkan Bakugou yang menatapnya binggung.

"Umm.....aizawa-sensei," panggil Bakugou bernada segan. "Setidaknya tolong jelaskan sedikit padaku," mintanya seraya melangkah untuk mendekat.

Aizawa tersenyum miring. "Singkat cerita. Saat ini kau sedang bertukar tempat dengan dirimu di masa ini," jelasnya tak mau repot. Dia masih terlalu lelah untuk mengurusi masalah yang datangnya terlalu tiba-tiba ini.

"Tenang saja. Setelah beberapa hari semuanya akan kembali normal. Kau tidak perlu mencemaskan apapun," tambahnya kali ini memasang senyuman kalem yang berusaha menenangkan. Melihat Bakugou remaja mengingatkannya akan masa lalu. Tanpa pikir panjang ia melangkah mendekat dan mengulurkan tangannya hendak menjangkau pemuda tersebut.

Bakugou terdiam di tempat. Remaja itu membiarkan Aizawa menyentuhnya sesuka hati. Sentuhan itu berlahan menjadi lebih intim saat jemari Aizawa mulai mengelitik belakang telinga Bakugou yang sensitif.

"Se-sensei....." panggil Bakugou seraya memejamkan matanya erat dengan kulit wajah yang sudah semerah buah tomat. Aizawa terkekeh kecil, nampak jelas bahwa pria dewasa itu terlihat sangat menikmati reaksi menggemaskan tersebut.

Lalu Aizawa meraup wajah Bakugou, memaksa remaja itu untuk menatap matanya. "Kita tinggal bersama di sini," ujarnya sembari tersenyum penuh arti. "Apa kau bisa menebak alasannya?" tanyanya.

"Eh?" Demikian reaksi remaja tersebut. Bakugou tidak tahu harus lagi memasang wajah seperti apa. "Ke--kenapa?" Ketimbang menjawabnya, ia malah bertanya balik.

Aizawa tidak langsung menjawabnya dan malah meringkus tubuh kecil remaja tersebut ke dalam dekapan erat.

"Melihat dirinya yang masih remaja membuatku teringat akan keberadaan Midoriya baginya. Alasanku mengajaknya tinggal bersama? Cukup memalukan memang karena aku melakukannya hanya kerena sebatas cemburu buta."

Bakugou yang terjebak dalam pelukan nyaman tersebut memejamkan matanya, diam-diam menikmati kehangatan tubuh Aizawa. Remaja itu membalas pelukan, mencengkram erat ujung baju pria tersebut.

Tiba-tiba terbesitlah ide aneh di dalam kepalanya.

"Bakugou," panggilnya masih dalam posisi yang sama. Lantas yang di panggil berdehem pelan menanggapi "Kau tahu? Di jaman ini......" Ia bersandar pada pundak remaja tersebut dan berbisik kepadanya.

Lantas Bakugou tercenga oleh informasi yang terdengar terlalu ajaib baginya. Mustahil! demikian sorot matanya yang membulat sempurna berbicara. Namun apa gunanya Aizawa menipunya? Keuntungan apa yang akan di dapatkan pria itu karena membohongi bocah sepertinya?

Di tengah kebingungan, Bakugou lebih memilih untuk mengembalikan jarak di antara mereka. Remaja itu mendorong keras pundak sosok pria yang di yakininya adalah sang wali kelas.

"Aku tidak tahu apa yang terjadi diantara mu dan diriku di masa ini. Namun akan lebih baik kalau kau tidak menganggapku sebagai diriku yang masa ini," ujar Bakugou seraya memasang wajah cemberut. Terlihat bimbang dan binggung, sebagaimana anak kecil yang tersesat bertingkah.

Tanpa sepengetahuan yang lebih muda. Aizawa terdiam, menatapnya penuh arti. Pria itu berdehem kecil dan sekali lagi menjulurkan tangannya untuk menyentuh pipi Bakugou yang bersemu merah muda bagaikan persik di musim semi.

"Apa yang kukatakan padanya adalah sebuah kebohongan besar dan mungkin bisa merubah total masa depannya. Termakan ego ku. Aku mengabaikan perasaan diriku di masa lalu dan berharap agar anak itu tidak menyerah akan perasaannya sendiri."

OXO

Tak seperti pada saat tujuh tahun yang lalu. Aizawa pada jaman ini tidak mendapatkan anugrah liburan atau hak mengawasi Bakugou dari sang atasan. Oleh sebab itu ia sering membuat Bakugou remaja sering sendirian di dalam rumah----tapi setidaknya. Aizawa berhasil membujuk atasannya untuk sementara waktu tidak mengirimnya ke misi berkelas atas. Dan dia bisa menolak semua misi luar kota ataupun luar provinsi kapanpun.

Pada jaman kapanpun. Bakugou Katsuki adalah seorang pemuda yang sangat menyayanginya. Si pirang itu selalu menjaga kebersihan dan kerapian rumah, menyiapkan bahan makanan dan memasak untuknya. Setiap kali mendapatkan semua perhatian tersebut. Aizawa selalu menyalahkan dirinya yang dulu tidak peka terhadap perasaan sang remaja.

"Terutama dari caranya memandangku. Sorot matanya selalu mengikuti gerak-gerakku, ekpresinya bisa berubah-ubah mengikuti semua kegiatanku. Biasanya dia gampang meledak dan susahnya minta ampun kalau di ajak berkompromi. Namun hanya denganku seorang dia menjadi lebih toleran."

Walaupun Bakugou remaja melakukan semua itu namun beda lagi dengan Bakugou dewasa. Si pirang pada jaman ini selalu memasang wajah jutek dan giat menyoroti orang dengan tatapan sedingin kutub utara. Tabiat marah-marahnya masih ada namun sekarang dia lebih suka untuk menahan emosinya.

"Siapa sangka aku akan berakhir jatuh cinta pada bocah bengal sepertinya?" batin Aizawa seraya mendudukan diri di sofa ruangan tengah. Di sana pula Bakugou tertidur, begitu lenggah sampai tak menyadari kehadiran orang lain di dekatnya.

Wajah tidur yang damai tapi juga menggemaskan itu membangkitkan hasrat Aizawa yang selama ini terpendam. Pria itu membungkuk, mendekatkan wajahnya. Kening mereka saling bersentuhan, merasakan hembusan nafas satu sama lain. Ibu jarinya mengusap pipi Bakugou namun perhatiannya jatuh pada bibir mungil yang setengah terbuka itu.

"Ukh....sensei....." Bakugou melantur di tengah tidurnya. Entah apa yang di mimpikan remaja tersebut. Begitu polos, membuat Aizawa tak tega untuk melakukan niat awalnya. Pria dewasa itu hanya tersenyum simpul lalu mengambalikan jarak di antara mereka.

"Padahal aku sudah bilang padanya kalau di jaman ini.....kita adalah sepasang kekasih. Walaupun aku memahami perasaannya. Tapi bagaimana bisa anak ini begitu mempercayaiku? Sama sekali tidak ada rasa curiga ataupun waspada. Apa yang dipikirkannya?"

Aizawa menghela nafas panjang. Keberadaan Bakugou remaja lebih membuatnya galau daripada yang dikiranya.

Pada saat ia masih dalam keadaan setengah melamun, Bakugou terbangun oleh guncangan kecil di permukaan sofa yang mereka berdua tempati.

"Aizawa sensei?" panggil Bakugou begitu membuka matanya. Remaja itu menyungingkan senyuman kalem seraya mengulurkan kedua tangannya, menggapai wajah Aizawa yang hendak membalas sapaannya.

"Selamat datang," ucapnya setelah itu. Masih dengan senyuman hangat yang sama, masih dengan tatapan sayu yang melelehkan pula.

".....aku pulang," balas Aizawa seraya memejamkan kedua matanya, menikmati tangan Bakugou yang mengusap wajahnya.

"Benar. Bakugou di hadapanku saat ini adalah Bakugou yang masih belum menyerah akan perasaannya sendiri. Aku menyesal karena dulunya tidak menyadari keberadaan Bakugou yang ini. Dan sekarang aku berharap agar Bakugou di jamanku memperlakukanku seperti ini."

OXO

Beberapa hari kemudian Bakugou remaja telah pulang kembali ke jamannya. Kini di hadapan Aizawa adalah Bakugou di jamannya yang sedang memelototinya sambil bersedekap dada.

"Pantas saja aku merasa ada yang aneh dengan ingatanku!! Rupanya kau berbohong pada diriku di masa lalu dan membuatnya mempercayai informasi palsu yang sama sekali tidak terjadi di era ini!!!??" ujar Bakugou geram seraya menggerus gigi. Dari gelagatnya terlihat jelas apabila pemuda tersebut sudah gatal ingin meledakan sekelilingnya---gelagat familiar yang sudah lama tidak di saksikan Aizawa secara langsung.

"APA KAU SUDAH GILA!!?" Teriakan itu menandakan tali kesabaran Bakugou yang sudah putus lalu terbakar oleh api kemurkaannya.

"Jangan kau kira aku tidak akan membuat perhitungan denganmu. Hanya karena mentang-mentang namamu bukan Midoriya Izu---" ocehnya yang mulai tak masuk di akal. Kenapa pula dia selalu membahas nama teman masa kecilnya di saat-saat random seperti ini?

Dan hal itu membuat Aizawa kesal setengah mati. "Baiklah sampai di situ saja," ujarnya menyerobot kalimat. Lantas mulut Bakugou di bungkam bersamaan dengan Aizawa yang tibu-tiba menubruknya sampai membuat kepala kuning Bakugou terbentur keras ke lantai tatami.

"Aduh duh...." keluh Bakugou meringis kesakitan sambil mengosok belakang kepalanya yang mungkin benjol karenanya. "APA YANG KAU LAKUKAN!!?" Tak perlu waktu sedetik untuk membuatnya kembali murka ke pria yang sekarang ini sedang menindih tubuhnya. Wajah tampannya kini di penuhi guratan siku-siku imajiner----dia benar-benar marah. Posisi telapak tangannya pun sudah terbuka lebar. Kapanpun siap meledakan sekelilingnya. Andai quirk yang di miliki Aizawa bukan penghapusan quirk, entah apa yang akan terjadi pada rumah mereka.

"Apa kau juga melakukannya dengan Midoriya?" tanya Aizawa yang mengabaikan kelakuan bar-bar mantan muridnya itu. Namun pertanyaan tersebut berhasil membuat Bakugou membeku di tempatnya.

"HAH??" Masih dalam posisi tangan yang sama Bakugou menaikan satu alisnya. Ekpresi wajah marahnya sedikit melembut bercampurkan keheranan. Sorot matanya yang masih setajam pisau seolah memerintahkan pria di atasnya untuk segera menjelaskan pertanyaan omong kosongnya.

"Kau selalu Midoriya ini Midoriya itu. Sekilas kalian berdua seperti musuh bebuyutan namun sebenarnya kalian sangat memahami satu sama lain kan?" terang Aizawa tanpa menyadari kemurkaan Bakugou yang kembali, bahkan lebih parah. "Apalagi sebelum kau tinggal bersamaku. Kau tinggal bersamanya bahkan kalian satu agensi...." Ia meneruskan ocehannya dan baru berhenti setelah *BOOOM!!! yang terdengar dashyat di sebelahnya---tanpa aba-aba apapun Bakugou sudah membuat ledakan dari satu telapak tangannya.

"Jangan bilang kau....cemburu pada Deku!?" tanya Bakugou sambil menggerus giginya. "Dari semua orang kau memilih mencurigainya!? Kalau kau memang serius SANA CARI OTAK BARU!!!!" ujarnya berujung teriakan hebat yang memekakkan telinga.

Aizawa menghela nafas panjang. "Mau bagaimana lagi.....kurasa kau terlalu...dekat dengannya," jawabnya lirih sembari menghindari tatapan Bakugou. "kau mau berdekatan dengan orang lain tapi kau menjaga jarak denganku. Wajar saja kalau aku....." Karena Bakugou mencubit pipinya. Ia jadi tidak sempat menyelesaikan kalimatnya.

"Karena itu kau membohongi diriku yang remaja?" tanya Bakugou. "Berkatmu, setelah ia kembali ke jamannya. Selama di SMA dia terus-terusan gugup dan kebingungan. Secara tidak langsung kau juga sudah menyengsarakanku bodoh," terangnya dengan suara yang terdengar jauh lebih kalem.

"Aku menyalahkan sikapmu padaku," balas Aizawa yang terdengar di luar karakternya. Sekali ini saja pria itu ingin bersikap egois dan kekanakan.

"Cih...." Bakugou mendecih namun kali ini sembari menyeringai jenaka. "Kalau begitu. Aku juga menyalahkan sikapmu di masa lalu padaku," balasnya balik.

Lalu mereka berdua saling bertukar senyuman lebar, kemudian tertawa bersama. Keduanya sama-sama melupakan kebohongan yang seenaknya saja di buat Aizawa.

Setidaknya pria itu tidak sepenuhnya berbohong. Karena saat ini mereka sudah berhasil memberi nama pada hubungan mereka----bukan lagi guru dan murid, juga bukan lagi sekedar teman seatap. Sedikit memalukan dan penuh perjuangan. Namun akhirnya mereka berhasil menyatukan perasaan mereka dan menjadi sepasang kekasih yang selalu diidamkan dan di anggap mustahil oleh Bakugou di tujuh tahun yang lalu.

Entah bagaimana kebohongan Aizawa merubah kehidupan SMA Bakugou. Cerita itu adalah cerita lain yang hanya di ketahui keduanya yang sudah mengalaminya. Dan mereka tahu betul bahwa cerita tersebut akan selalu berakhir bahagia seperti yang dialami mereka saat ini.

END

A/n:

Yap!! seperti judulnya Happy ending dan kali ini benar-benar ending. Buku ini akhirnya sudah complete. Sengaja chapter terakhir yang paling panjang, semoga aja gak binggung karena di dalam flash back ada flashback lalu loncat lagi ke masa sekarang yang sedikit membahas masa lalu. Ukhh.....ribet sekali ya? Yah pokoknya gitulah. Bakal lebih baik kalau kalian pakai perasaan Aizawa ketika baca chapter ini.

Terima kasih sudah membaca dan mengikuti buku ini sampai selesai berserta dukungan-dukungan yang kalian berikan. Sungguh tidak di sangka pairing dan book ini di sambut dengan cukup baik. Mulanya aku buat cuma karena memang lagi kesemsem sama pair ini hahaha...... simply because Romance teacher x student itu memang sesuatu ya kan?

Well this is really the end. Once again thank you for reading and see you on the next story!!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top