Prolog
[READ PLEASE]
Hi, everyone. After Love and I are back! Do you guys miss us? hehehe. I'm so sorry for After Love's readers. I promised you to revise this story for couple months but the fact is I need almost a year hahaha. It's because my reality kept me busy. Thanks for everyone who had been waiting this long.
Sebenarnya cerita ini belum selesai revisi sih. Masih di tengah-tengah aku revisinya tapi karena udah bejibun yang teror dari berbulan-bulan lalu jadi aku tdk punya pilihan lain. Apalagi aku mikirin beberapa revisi buat AL ini yang membuatku menambah beberapa halaman cerita ini. Bahkan kemungkinan nanti aku akan menambah karakter hehehe. Hope, you guys wait for it.
Sebelum aku jelasin kapan jadwal updatenya, aku cuma mau bilang kalau aku membagikan TRAILER (yang sudah lama sebenarnya aku buat saat ngk ada kerjaan tapi baru aku perbaharui dikit hehehe)AFTER LOVE yang ada di media part ini. Trailernya aku buat dari MV-MV kpop yang menginspirasiku membuat cerita After Love ini. Just for info, cerita ini bukan k-iyagi(alias cerita korea jika kalian melihat trailernya) malah cerita ini lebih ke barat. Tapi aku emang punya kebiasaan lebih suka mendengar lagu-lagu kpop(terutama ost drama) buat nulis karena emosi dalam lagu/ost membuat emosiku lebih main saat nulis(paling parah aku malah sering juga dengar lagu-lagu india biasanya lol), So I'm so sorry for putting korean song in this story (but I also put some west song for sure later hehehe). Anyway, you guys can check out the trailer that I've made. And please leave comment and like on that video if you want, I'll really appreciate it.
Youtube trailer link in my 'percakapan' (bukan bio)
Dan jadwal updatenya adalah hari SABTU & RABU (MALAM). Jadi updatenya dua kali seminggu, guys. Remember it and I'll remember it too. If I forget please remind me hahaha. Btw, I always post story in night/midnight.
Without any further due, enjoy this story and don't forget to give VOTES and COMMENTS. Karena setiap dukungan kalian sangat berarti ehe.
ENJOY~
***
Falling in Love To Wrong Person
***
"Aluna!"
"Iya, Bu?!" sahut sebuah suara dari arah lantai atas rumah minimalis itu, diikuti langkah seorang perempuan yang bergegas turun dari kamarnya yang berada di lantai dua untuk memenuhi panggilan ibunya.
Wajah polos dan manis terlihat dari perempuan itu. Penampilan rumahannya yang terlihat sederhana sekaligus anggun itu benar-benar menambah kesan cantik nan lembut perempuan tersebut. Raut wajah menunjukkan bahwa perempuan itu selalu tersenyum setiap harinya. Seolah mensyukuri semua hidup yang ia punya tanpa keluhan berarti.
"Kau sibuk, Nak?" tanya Dana, ibu Aluna sambil memasang apron pada pinggulnya. Wanita setengah baya itu tampak bersiap dengan peralatan dapur.
Aluna menggeleng "Tidak. Ada apa? Apa Ibu butuh bantuan?"
"Bisakah kau membeli beberapa bahan untuk kue? Besok pagi sekali ibu ingin menjenguk tetangga kita yang masuk di rumah sakit. Jadi ibu mau bikin kue," kata Dana dengan wajah tak tega menyuruh Aluna yang pasti masih kelelahan karena banyaknya tugas kuliahnya. "Apa tak apa-apa kau membelinya di tengah malam begini? Tapi jika kau takut atau lelah, tidak apa. Biar Ibu saja yang pergi."
"Aku tidak apa-apa,Bu. Biar aku saja. Lagipula, aku juga memang ingin membeli beberapa jus saset," sahut Aluna merespon.
"Terima kasih, Nak."
"Tidak masalah, Bu."
***
Langit malam yang terlihat cerah begitu indah menyelimuti langit kota. Walau awal malam itu sempat hujan deras, sekarang langit malah tampak begitu cerah dengan beberapa bintang yang berkerlip. Tampak beberapa bintang itu berlomba untuk memancarkan kerlipnya setelah beberapa jam dihalangi oleh awan-awan gelap yang mendung.
Seorang perempuan tengah berjalan santai di atas trotoar dengan tangan kiri yang terus mengayun-ayunkan belanjaannya dengan santai ikut menikmati cuaca segar-walau dingin-sehabis hujan, sedangkan mulutnya tersumbat oleh minuman saset berwarna oranye.
Terpaan angin malam yang sejuk menyapa bagian kulitnya yang tak terlapisi kain. Kedua pipi dan daun telinga sudah memerah karena hawa dingin yang rasanya cukup ingin membekukan darahnya di beberapa tempat. Namun, suasana itu tetap benar-benar nyaman baginya.
Untung saja dia memakai gaun rumah yang panjang dengan sweater rajut tebal berwarna broken white yang cukup hangat, sehingga hanya wajahnya saja yang merasakan dingin dari angin malam. Apalagi hujan cukup lebat baru saja selesai membasahi kawasan itu sehingga aroma air bercampurna tanah masih terasa diindra penciumannya. Aroma itu jauh lebih menyegarkan dibandingkan aroma debu jalanan atau aroma teriknya matahari. Ia cukup menyukai aroma sehabis hujan deras.
Bawaan belanjaannya tidak terlalu banyak atau berat, membuat malam santai itu benar-benar terasa sempurna. Namun, langkah Aluna perlahan melambat seiring sesuatu menangkap perhatian dari indra pendengarannya.
Aluna mengernyit bingung saat ia mendengar sebuah suara yang terdengar sangat aneh. Suara itu benar-benar mengerikan, suaranya terdengar merintih kesakitan, sedih, dan juga marah bercampur satu menjadikannya seperti igauan dengan sedikit geraman. Tapi dari mana datangnya?
Aluna membalikkan kepalanya ke sana ke mari, berusaha mencari di antara semua sudut jalan kecil yang sepi itu, untuk menemukan asal datangnya suara itu.
Suara aneh itu sebenarnya cukup membuat Aluna merinding apalagi jam sudah menunjukkan tengah malam. Namun, Aluna menepis pikiran mengerikannya. Tidak mungkin ia sedang mendengar suara dari makhluk tak kasat mata.
Lama tertegun menatap sekitar, kedua bola mata berwarna gelapnya kemudian menemukan sebuah sosok yang setengah terbaring di tanah dengan punggung atas yang sedikit menyandar di salah satu tiang lampu jalanan. Pria itu hanya memakai jins, kets, kaos serta jaket kulit hitam yang membungkus tubuh sempurna pria itu. Dan kedua tangan pria itu seperti berusaha melilit tubuhnya sendiri untuk melindunginya dari dinginnya malam.
Aluna tahu pria itu kedinginan dan berusaha menghangatkan dirinya dengan panas tubuh sendirinya. Melihat itu, Aluna tak dapat menahan dirinya untuk hanya sekedar melihat orang yang sedang menderita itu. Menjadi mahasiswa jurusan keperawatan membuatnya tak bisa hanya diam karena sifat alaminya.
Dengan perlahan Aluna berjalan mendekati tubuh pucat itu lalu tertegun. Dia dapat melihat wajah tampan nun rupawan itu tengah melawan ketersiksaan dari hawa dingin malam yang menusuknya. Apalagi Aluna melihat tubuh pria itu basah kuyup dari atas kepala hingga ujung sepatu bermereknya, sehingga sudah pasti rasa dinginnya bertambah beberapa kali lipat.
Aluna melihat ekspresi pria itu dengan tatapan menyedihkan setelah melihat bahwa ada raut aneh di wajah pria itu, seakan memberitahukan bahwa dingin ini bukanlah apa-apa dari pada sakit di hatinya. Aluna dapat merasakan sebuah kepedihan dan kecewa di dalam raut wajah yang meringis tersiksa itu. Aluna bisa melihatnya melalui air mata yang terus mengalir dalam diam tanpa henti seakan ia begitu terluka.
Entah kenapa Aluna merasa bahwa itu bukanlah air mata kesakitan, itu adalah air mata kesedihan. Dan entah kenapa pula, Aluna serasa dapat merasakan kesedihan itu menjalar ke rongga dadanya. Menurutnya, pria itu terlalu tampan untuk menunjukkan raut kesedihan seperti itu. Wajah tampan itu harus terus tersenyum agar tetap memancar penuh pesona.
"Permisi..." Aluna berusaha berkomunikasi dengan pria itu sambil terus menyentuh-dengan waspada-sedikit bahu pria itu dengan telunjuknya. "Permisi, kau bisa mendengarku?! Sadarlah! Di sini dingin!" Aluna kembali menoel bahu pria itu. Berharap ada respon. "Apa kau tak punya rumah?"
Pertanyaan bodoh apa itu, Aluna? Tentu saja pria itu pasti memiliki rumah. Aluna sedikit meringis mengetahui bahwa ia sedikit kelabakan menghadapi pria itu.
"Di mana rumahmu?" tanya Aluna sekali lagi.
Tak ada jawaban dari pria itu.
"Kau mau ke rumahku? Kurasa kau harus diobati atau setidaknya dikeringkan. Di sini sangat dingin"
Aluna semakin kelabakan, ia belum resmi menjadi perawat sesungguhnya seperti ibunya, sehingga ia masih sedikit gugup dihadapkan dengan masalah seperti ini. Apalagi pria itu tampak setengah sadar dengan mata yang tertutup. Ia menjadi bingung sendiri.
"Tenang saja, aku orang baik-baik. Aku hanya mau menolongmu jika kau mengizinkanku."
Aluna dapat melihat pria itu dengan enggan perlahan membuka kelopak matanya yang tampak saling menempel dengan kuat sejak tadi. Kemudian semakin lama semakin terbuka hingga mata abu-abu gelap yang indahnya, memandang sayu tanpa kekuatan pada Aluna.
Aluna tertegun melihat sorot mata yang tajam namun indah dari pria itu itu. Tatapan itu begitu sayu serta juga lemah tapi memberikan kesan tajam yang sangat mengintimidasi. Seakan tatapan itu bisa melelehkan tulang Aluna dalam sekejap.
Mata tajam itu terus menatap Aluna langsung dengan begitu dalam. Tatapannya begitu sulit untuk dibaca atau diartikan. Tak ada pula raut yang muncul di wajah tampan pria itu, sehingga Aluna semakin kalut, dia terbius untuk menjadi salah tingkah oleh mata itu.
Tak ada senyuman, hanya tatapan tajam yang malah terlihat menakutkan sekarang. Seakan tatapan itu tidak menginginkan keberadaan Aluna di hadapannya.
Aluna pun membeku seketika mengetahui bahwa tatapan pria itu seperti mengintrogasi sekaligus mengusirnya. Sepertinya keberadaannya tidak diinginkan oleh pria itu. Mungkin pria itu akan merasa lebih baik jika Aluna tak di sana. Mungkin pria itu akan baik-baik saja jika Aluna meninggalkannya.
"Maaf, kurasa aku telah mengganggumu. Kalau begitu aku akan pergi...," Aluna menjeda kalimatnya. Ia benar-benar merasa terintimidasi oleh tatapan tajam pria itu. Persetan dengan kenyataan ia harus menolong pria itu, pria itu sepertinya benar-benar tak suka dengan kehadirannya. Jadi, sebaiknya ia pergi saja. "Ehm, kalau begitu... jaga dirimu. Aku akan pergi."
Tatapan pria itu berubah ketika mendengar kalimat kikuk dari sang perempuan. Tatapannya tidak setajam sebelumnya, tapi tatapan itu masih tetap datar.
Aluna hendak berbalik pergi dari tempat itu sebelum sebuah telapak tangan yang kekar menangkap pergelangan tangannya, sehingga membuat Aluna sedikit terlonjat kaget. Namun, sebenarnya bukan hal itu yang membuat perempuan itu kaget, melainkan tangan pria itu yang begitu panas seakan darah yang mengalir di tangan pria itu adalah lava api, padahal melihat wajah pucat pria itu, Aluna bisa tahu bahwa sebenarnya pria itu merasa mengigil kedinginan.
Tidak salah lagi, dia demam tinggi dan parah, simpul Aluna.
Aluna menatap pria tampan yang sebenarnya sedari tadi membuat jantungnya berdetak cepat itu. Ia menunggu, ia tahu bahwa pria itu akan mengatakan sesuatu. Entah apa kalimat itu, Aluna menunggunya.
"Rumahmu..."
Suara bass yang serak dan terpatah-patah itu mengalun di telinga Aluna. Suara itu terdengar maskulin, berat, dan juga indah, persis seperti pemiliknya. Membuat kerja jantungnya semakin lebih cepat lagi. Menanti kalimat selanjutnya, entah kenapa seperti menunggu pengumuman lotere. Lotere yang berisikan takdir yang indah.
"...di mana?"
To be continue...
See you in Wednesday Night. Good night~
p.s : thanks to HGRESYA yang selalu menawarkan diri untuk membuat cover buat ceritaku setiap aku ngk ada waktu or ide buat model cover. Mulai dari FTG dan sekarang AL. Thankies~
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top