After Love part 31

Don't forget to Vote and Comment.

Enjoy ^^

***

"Louis, apa besok kau sibuk?"

"Besok hari minggu. Memangnya kenapa?"

"Jemput aku besok pagi. Ada yang ingin aku tunjukkan padamu."

"Kemana? Ke tempat romantis?"

"Hei, jagalah jarakmu denganku! Kita hanya teman sekarang, awas kau menyosorku seperti tadi!"

"Baiklah, aku tak masalah dengan status teman tapi mesra ini... akh! kenapa kau memukulku lagi?!"

"Otakmu itu perlu diperbaiki! Ingat, jangan lupa besok, atau kau sendiri yang menyesalinya!"

Louis terus bersiul sembari memakai kaosnya di depan cermin besar itu. Ia tak bisa menghilangkan rasa bahagianya semalam saat Aluna mengajaknya keluar pagi ini. Sekali lagi ia merasa ini adalah lampu hijau dari tuhan untuknya memperjuangkan Aluna kembali.

Louis yang hendak menyisir rambutnya dengan rapi seperti saat ia selalu ke kantor, terhenti. Entah kenapa tiba saja Louis ingin mengembalikan model rambutnya yang keren saat ia masih kuliah dulu. Saat rambut depannya terjatuh begitu saja menutupi sedikit dahinya.

Louis juga bahagia karena dirinya merasa kembali ke masa lalu. Saat-saat ia dan Aluna masih sepasang kekasih baru. Di mana Louis suka menggoda Aluna hingga merona, dan Aluna yang sering memukuli Louis dengan kepalan tangan mungilnya jika Aluna merasa bahwa godaan Louis melewati batas aman.

"Tunggu aku, Luna," bisiknya pada dirinya sendiri sembari mengedipkan sebelah matanya melalui kaca yang ada di hadapannya.

***

"Pemakaman?" Louis mengernyitkan dahinya tak mengerti saat rute yang dikatakan Aluna mengarah ke pemakaman kota. Louis mengira itu hanya perasaannya saja, tapi ternyata Aluna benar-benar menyuruhnya berhenti di depan pemakaman yang tampak sangat sepi itu.

"Ayo, aku ingin kau bertemu dengannya. Sudah lama dia ingin bertemu denganmu," kata Aluna antusias turun dari mobil Louis.

Louis sendiri hanya bergidik ngeri mendengar kalimat Aluna. Ia hanya bisa mengekor dengan ragu di belakang Aluna yang tampak begitu tak sabar memasuki area yang di penuhi tubuh yang sudah tak bernyawa di bawah tanahnya. Aluna tidak punya indra keenam, kan? Aluna takkan memperkenalkan hantu teman Aluna padanya, kan? batin Louis merinding.

Namun pikiran-pikiran Louis hilang begitu saja saat ia Aluna berhenti melangkah dan langsung berjongkok serta mengucapkan sapaan yang membuat tubuh Louis meremang bahkan sedikit bergetar.

"Hai, sayang. Bunda datang lagi. Apa kau merindukan bunda, nak?" kata Aluna dengan senyum yang mengembang di wajahnya. Ia senang ia mempunyai waktu luang untuk menemui anaknya itu.

Louis menatap pusara mungil itu, membuat siapa pun yang melihatnya sangat yakin bahwa yang terkubur di bawah sana adalah raga yang sangatlah kecil. Louis pun perlahan semakin menumpuk air matanya seiring kalimat-kalimat manis yang terdengar dari bibir Aluna, tak mengalihkan pandangan lembutnya sedikit pun dari pusara itu.

Louis pun tak bodoh, ia bahkan begitu mengerti akan siapa dan apa hubungan dirinya dengan si kecil yang berada di bawah tanah itu.

"Bunda bawa kejutan." Aluna kemudian berdiri memberi tanda untuk Louis mendekat dengan cara menggerakkan kepalanya.

Dengan langkah kaku namun pasti, Louis berdiri beberapa langkah di samping Aluna. Tak mengalihkan pandangan elangnya yang sendu dari gundukan kecil tanah itu sedetik pun.

"Ini Ayah! Kau pasti sudah lama ingin bertemu dengannya, kan?" tanya Aluna seolah yang ada di hadapannya sekarang adalah anaknya yang masih hidup. "Hari ini Bunda berhasil membawa ayahmu kemari. Bunda senang akhirnya kalian berdua bisa bertemu."

Aluna kemudian menoleh dan tersenyum lembut menenangkan kepada Louis, seolah mengatakan 'tak apa-apa' pada Louis. Aluna pun kembali memberi kode agar pria itu lebih mendekat.

"AL?" suara serak Louis yang sekarang benar-benar tepat di samping tubuh Aluna. Ia bertanya dengan penasaran saat dirinya membaca dua huruf di nisan mungil itu.

Alun sendiri menyinggungkan senyuman kecil.

"Karena dia tak punya nama, jadi aku hanya menaruh dua huruf disana. A dan L yang merupakan singkatan nama kita, yang berarti dia adalah anak dari Aluna dan Louis. Tapi Kak Ryan suka mengatakan bahwa kepanjangan AL juga adalah After Love, yang berarti ia hadir setelah perasaan cinta telah usai atau habis. Lebih tepatnya perasaan cinta kedua orang tuanya telah tidak ada lagi karena saat itu kau berpaling. Kak Ryan sedikit menyebalkan, kan?" jelas Aluna dengan gamblang dan terkekeh kecil menatap nisan bertuliskan dua huruf itu.

Hati Louis seperti teriris dengan menyakitkan mendengar kalimat terakhir itu. Batin Louis ingin berteriak mengatakan bahwa rasa cintanya sejak dulu kepada Aluna tidak pernah selesai apalagi sampai habis. Rasa cintanya pada Aluna hanya tertimbun oleh obsesi tidak bermoralnya.

Rasa cinta itu tak pernahlah hilang, rasa itu hanya menunggu untuk Louis sendiri menyingkirkan penghalang sinar cinta Aluna.Dan sekarang perasaan cintanya untuk Aluna sudah bersinar semakin terang di dalam jiwanya, hingga membuat Louis yakin, sudah tak ada yang bisa meredupkan cahaya cintanya untuk Aluna lagi.

"Tapi aku lebih menyebutnya sebagai Always Love. Tidak perduli ia hadir tanpa cinta ataupun hadir tanpa sempat diketahui, ia tetaplah akan dilimpahi dengan cinta setiap saatnya. Karena bagiku, dia ada untuk cinta... Muncul untuk dicintai. Baik jika ia berhasil lahir atau tidak, ia tetap akan selalu dicintai," tambah Aluna dengan senyum khas seorang ibunya.

Louis semakin terdiam. Sialnya, Louis tak menyangka bahwa Aluna terlihat semakin mempesona seperti sekarang. Kata-kata Aluna, tatapan teduh matanya, serta kasih sayang tulus yang ditunjukkan perempuan itu membuat Louis sekali lagi menjadi semakin menginginkan Alunanya kembali ke dalam pelukannya, dan menyingkirkan status sial yang selalu Aluna sebut sebagai 'teman' ini.

"Nah, apa kau ingin mengatakan sesuatu padanya?" tawar Aluna menatap Louis.

"Bisa tinggalkan kami berdua?"

Sejenak Aluna tampak ragu. Ia sendiri tak bisa menebak perasaan Louis. Ia tak tahu apakah Louis senang, sedih, atau kecewa bertemu dengan anak mereka. Mimik seorang Louis Hendrick terlalu sulit untuk diterka.

Namun pada akhirnya Aluna mengangguk mengerti sehingga ia berjalan kembali lebih dahulu ke mobil setelah berpamit pergi. Ia pikir, sepertinya Louis butuh waktu untuk menelaah keadaan mereka.

Sedangkan Louis? Air mata pria itu sudah jatuh meleleh tepat setelah Aluna berbalik pergi. Ia bahkan sudah bertekuk lutut di samping pusara itu dengan pandangan bersalah sekaligus penuh kerinduannya ke gundukan kecil itu. Dia meninggal karena dirinya. Karena ayahnya yang bodoh! runtuk Louis pada dirinya sendiri.

"Sayang, maafkan ayah," lirih Louis dalam isakannya.

Hampir satu jam lamanya pun, Louis hanya berdiam diri di samping pusara itu dengan kepala tertunduk. Sesekali ia mengucap maaf dan janji untuk membahagiakan sang ibu yang pernah mengandung bayi yang sangat mungil itu.

Melihat semua ini, membuat tekad Louis semakin membara. Ia harus memiliki Aluna kembali! Ia takkan membiarkan akhir cinta mereka seperti ini terus. Aluna harus bahagia dan pria yang akan membahagia perempuan itu hanyalah dirinya!

***

Semenjak dari pemakaman itu, Louis menjadi sedikit pendiam selama mengantar Aluna kembali untuk pulang. Aluna yang sekarang duduk di samping jok tempat duduk Louis sedikit merasa aneh sekaligus canggung. Sejak kembali ke mobil, Louis menjadi tak bergairah untuk bicara. Seolah ada begitu banyak hal yang tertampung di kepala Louis.

Aluna pun hanya memakluminya. Pria itu mungkin masih terkejut bertemu dengan buah hati mereka dulu.

"Apa kau yakin, tidak ingin makan siang bersama dulu?" tanya Louis akhirnya setelah mereka tiba di depan rumah Aluna.

Sebenarnya, sejak awal pagi, Louis memang ingin makan siang bersama Aluna, menghabiskan waktunya bersama perempuan itu. Namun, di jalan tadi, Aluna membatalkannya. Aluna tahu bahwa pria itu sedang dilanda kesedihan—persis seperti dirinya dulu—karena bagaimana pun Louis adalah sang ayahnya. Louis pasti tetap merasakan macam emosi. Perasaan seorang Ayah juga pasti sedang melanda kegundahan Louis.

Aluna menggeleng. "Kau pulanglah lebih awal. Kau tampak tidak sehat."

"Kalau begitu, apa besok kau mau jalan denganku lagi?" tanya Louis penuh harap. Ia juga membenarkan perkataan Aluna yang menyuruhnya beristirahat di rumah. Pikiran Louis sekarang dipenuhi rasa bersalah pada buah hatinya itu.

"Besok aku kerja."

"Kalau begitu aku akan main ke kafe," jawab Louis cepat, tak kehabisan akal agar bisa melihat Aluna lagi.

"Kau harus kerja," protes Aluna.

Aluna bahkan masih ingat betul bagaimana saat awal pernikahan mereka. Louis suka membolos dari perusahaan dan lebih memilih bersama Aluna di rumah mereka. Sehingga saat itu, ayah Louis sering menjewer Louis dan mengancamnya akan membawa Aluna ke rumah Rachel dan Joan untuk memisahkan mereka selama beberapa hari jika Louis masih saja membolos.

Mengingat itu membuat Aluna ingin terkikik geli. Itu adalah kenangan yang manis.

"Kalau begitu jam makan siang," kata Louis cepat.

"Terserah kau saja," jawab Aluna menyerah. Ia pun hendak membuka pintu mobil itu sebelum Louis mengintrupsinya.

Dengan cepat, Louis turun dari mobilnya dan membuka pintu di samping Aluna. Sedangkan Aluna yang melihat tingkah sopan dari si angkuh dan si dingin Louis Hendrick hanya bisa terkekeh.

"Kalau begitu, aku masuk. Sampai jumpa, " kata Aluna begitu ia turun dari mobil Louis dan berjalan pergi setelah ia tersenyum sebentar pada Louis.

"Tunggu sebentar."

"Ada apa?" tanya Aluna bingung saat tangannya dicekal oleh Louis untuk berhenyi.

Louis tampak menggaruk tengkuknya dengan tangannya yang satu. Ia sedang memikirkan, harus mengatakannya sekarang atau tidak. Tapi bagi Louis, jika ia memendamnya lebih lama, itu malah akan membuatnya semakin gila memikirkannya.

"Aku tahu memang ini sangat cepat. Kita bahkan baru saja berteman kembali semalam. Namun, aku benar-benar harus mengatakannya," kata-kata Louis terhenti sejenak, tangannya yang mencekal tangan Aluna semakin mengerat, seolah takut kehilangan tangan itu lagi. "Aku mencintaimu."

Aluna terdiam. Badannya menjadi kaku dan matanya sekarang terbelalak.

"Perkataanku yang di kafe beberapa hari yang lalu, saat aku mengatakan kita tidak mungkin menjadi pasangan termasuk suami istri itu tidaklah tulus dari hatiku. Aku berbohong saat itu untuk menyelamatkan ego priaku yang juga sebenarnya sudah tertarik padamu sejak awal, sejak pertama aku melihatmu berdiri dengan mempesona di balik kaca etalese kafe, memperlihatkan punggung indahmu padaku, sejak itu aku menepis bahwa kau sangat cantik dan aku tertarik padamu. Aku mengatakan semua itu agar menepis kenyataan bahwa aku adalah pria brengsek yang mencintai perempuan lain sedangkan saat itu aku mempunyai seorang tunangan," jelas Louis dengan sendu. Semakin ia mengingat hari itu, semakin ia merasa bersalah.

"Louis..."

"Walaupun saat itu aku masih kehilangan ingatanku, aku tetap ingat bagaimana perasaanku saat setelah mengatakan semua itu hingga kau menunduk sedih. Saat itu aku merasa bahwa dadaku menangis sedih mengatakan semua itu kepadamu. Tapi aku menyembunyikannya di balik ekspresi dinginku untuk membangun dinding kokoh agar tidak semakin terjerat dengan pesonamu. Aku tidak ingin kembali menjadi brengsek jika mengakui perasaanku dan meninggalkan Shopia. Bahkan, di malam hari setelah mengatakan semua itu, kepalaku terus terpikir akan dirimu yang menangis sedih saat itu. Malam itu aku bahkan histeris karena rasa sakit yang menderaku... dan sepertinya, karena itulah alasan kenapa aku bisa kembali mendapatkan ingatanku. Semua proses hidupku terjadi karena kau. Seolah kau yang memegang kendali hidupku, Aluna. Aku sangat mencintaimu," lirih Louis.

Aluna sendiri hanya bisa terdiam di tempatnya. Ia serasa ingin menangis mendengar semua itu. Bahkan saat melihat wajah tampan Louis yang menyendu sedih, membuatnya tak berkutik.

"Aku ingin kembali seperti dulu. Kembali ke masa bahagia kita. Kau yang berstatuskan istriku. Dan aku sebagai suamimu, satu-satunya pria yang memilikimu." Louis kembali menegakkan bahunya yang sempat bergetar menahan tangis. Ia menatap mata Aluna yang sudah berkaca-kaca. "Jadi, Aluna... menikahlah denganku... kembali. Dan aku berjanji,... ah, tidak! aku bersumpah aku akan membahagiakanmu hingga akhir khayatku kali ini."

Air mata Aluna pun sudah jatuh perlahan, menyusuri pipinya hingga kemudian jatuh ke tanah. Tangan Aluna kemudian menggenggam erat tangan Louis yang tadinya memegang pergelangan tangan Aluna. Aluna menggenggam tangan Louis itu dengan kedua tangannya. Membuat Louis menutup mata Aluna sejenak, merasakan hangat tangan perempuannya.

"Aku masih mencintamu Louis dan kau pun tahu itu. Karena aku pernah mengatakannya." Pipi Aluna kembali merona mengingat saat ia menerobos masuk di ruangan pria itu dulu dan mengatakan cintanya untuk menghentikan halusinasinya. "Tapi, menjadi istrimu kembali, aku belum yakin. Modal cinta bukanlah segala. Dulu aku menikah denganmu dengan semua modal cintaku, tapi yang kupelajari saat itu, modal cinta tidak menjamin semuanya. Pernikahan bukan hanya tentang cinta, tapi juga ketulusan, kepercayaan, juga kesetiaan. Walaupun aku sudah tidak trauma lagi. Tapi aku butuh waktu. Walau ini sudah tujuh tahun berlalu, tapi bagiku ini tetaplah terlalu cepat."

Seketika kaki Louis serasa lemas. Dadanya kembali dihujam untuk sekian kalinya hari ini. Ia senang mengetahui bahwa hati Aluna masih menjadi miliknya, tapi mengetahui Aluna belum bisa menerimanya seratus persen, membuat Louis kembali jatuh di jurang yang dalam dan menyakitkan.

"Aku sekarang nyaman dengan status perteman kita. Pernikahan kita yang sebelumnya gagal, masih sedikit membekas di pikiranku. Aku hanya takut semuanya terulang kembali," tambah Aluna semakin menjatuhkan air matanya. "Beri aku waktu hingga aku benar-benar siap kembali ke pernikahan Louis."

"Aku berjanji, Aluna! Aku berjanji tidak akan ada kesalahan yang sama! Bahkan aku hidup selama tujuh tahun dengan kekosongan yang tidak kuketahui tanpamu. Tidak pernah aku meratapi seorang wanita hingga tujuh tahun lama selain ka," Louis pun semakin merasa terpuruk. Walau Aluna menyuruhnya menunggu, baginya sekarang, itu adalah penolakan.

"Ya, aku percaya itu. Kau juga sudah semakin dewasa dan Louis yang bodoh seperti dulu sudah tergantikan dengan Louis yang mulai dewasa. Tapi maafkan aku, aku tak bisa sekarang," kata Aluna begitu perempuan itu melepaskan tangan Louis dan dengan cepat memasuki rumahnya. Meninggalkan Louis yang sekarang menunduk tanpa nyawa.

"Baiklah." Louis merasa bahwa ia baru saja kembali kehilangan separuh nyawanya. Itu salahnya sendiri, terlalu terburu-buru ingin mendapatkan Aluna kembali.

***

Aluna kembali kerja di kafe dua hari kemudiannya. Entah kenapa ia merasa takut bertemu dengan Louis di kafe keesokkannya setelah penolakkannya pada lamaran Louis yang baginya sebenarnya sangatlah menyentuh. Saking terharunya, Aluna bahkan merasakan dorongan untuk melompat masuk ke pelukan Louis dan mengangguk bersedia akan ajakkan saat itu. Bagaimanapun ia juga sekarang masih sangat mencinta Louis.

Namun, sekali lagi ia masih sedikit takut. Walau ia bisa merasakan ketulusan yang besar di kalimat Louis, ia masih sedikit takut. Ia sendiri berjanji, aku benar-benar kembali ke sisi Louis saat dirinya benar-benar siap.

Sekarang, satu-satunya harapan Aluna sekarang. Louis tak bosan atau sampai menyerah menunggunya. Ia takut bahwa saat dirinya sudah siap kembali bersama Louis, pria itu malah akan berbalik pergi darinya. Ia tahu,itu pikiran yang bodoh karena Louis sudah menunggunya selama tujuh tahun secara taklangsung, tetepi Aluna masih butuh waktu untuk kembali ke pelukan pria itu.

"Dasar bocah itu!"

Lamunan Aluna yang berada di meja kasir, terhenti begitu saja saat sebuah suara mengintrupsinya. Suara itu adalah Yuri yang menahan rasa sebalnya.

"Kau kenapa?" tanya Aluna heran.

"Si bocah itu! Jun!"

Aluna kemudian menghela nafas. Kali ini, apalagi yang dilakukan pria berkulit sangat putih itu? Apa Jun membolos? Atau Jun baru saja mengeluarkan ejekannya pada Yuri? Yang penting, bocah itu selalu punya cara membuat orang-orang di sekitarnya sebal sekaligus terpesona.

Aluna kemudian menyadari sesuatu. Bocah itu tak terlihat sejak tadi. Padahal jam seperti ini, Jun akan mulai melancarkan aksinya menggoda para perempuan pelanggan hingga membuat mereka menjerit kecil. Tapi kenapa sekarang, batang hidung bocah itu tak terlihat sama sekali?

"Oh iya, Jun di mana? Tadi aku ingin menyuruhnya membuatkanku lemonade, tapi dia tak ada di dapur," kata Aluna penasaran.

"Huh, bocah sialan itu baru saja mengirim email padaku bahwa aku tak boleh mengeluarkan surat pemecatan resmi untuknya. Katanya ia menyuruhku menunggunya kembali karena ia berjanji akan kembali bekerja di sini. Bocah itu bilang kafe ini adalah rumah keduanya jadk aku tak boleh memecatnya," kata Yuri sebal namun matanya malah menyiratkan kerinduan. Walau Yuri juga merupakan salah satu perempuan yang sering dibuat kesal oleh tingkah Jun, tapi Yuri sudah menyayangi bocah itu layaknya adik kandungnya sendiri.

"Memangnya di ke mana?" tanya Aluna sekali lagi, semakin penasaran dengan keberadaan bocah itu.

"Oh iya, kemarin kau izin," kata Yuri menyadarinya. Tidak aneh jika Aluna sekarang tak tahu apa-apa.

"Sebenarnya ada apa dengan bocah itu?" tanya Aluna semakin was-was. Ia sudah terbiasa dengan sikap anak ayam Jun padanya, jadi tidak aneh kalau Aluna juga mengkhawatirkan pria itu. Ia juga tak bisa berbohong bahwa Jun benar-benar sosok adik yang hangat sekaligus tengil.

"Kemarin saat dia menjaga kafe, tiba-tiba banyak segorombolan pria berjas hitam yang menakutkan mengelilinya. Dan mengejutkannya ternyata Jun putra keluarga kaya!" pekik Yuri membuat Aluna ikut melongo tak percaya. Posisi mereka sekarang persis seperti ibu-ibu yang sedang gosip.

"Benarkah?"

Yuri mengangguk pasti. "Saat mereka ingin membawa Jun, aku hendak menahannya karena Jun sepertinya enggan dan terpaksa ikut. Lalu salah satu pria itu berbicara dalam bahasa inggris dan mengatakan bahwa Jun dipanggil orang tuanya kembali ke Korea. Kau tahu? Ayahnya adalah seorang jendral sekaligus pemilik perusahaan yang bergerak dalam bidang keamanan seperti perusahaan yang menyediakan bodyguard terbaik, jadi tidak aneh kalau badan pria-pria kemarin menakutkan. Dan ibunya adalah seorang presenter terkenal di Korea Selatan. Wah, sekarang aku benar-benar bangga karena mempekerjakan bocah itu," kata Yuri dengan kagum membuat Aluna sedikit mengenyit heran, karena baru saja perempuan itu mengumpat bocah itu sekarang Yuri malah memujinya. "Pria itu juga mengatakan bahwa Jun kabur dari rumah karena tak ingin menggantikan ayahnya di perusahaan keamanan itu, sedangkan Jun sangat ingin masuk di dunia entertaint seperti ibunya sebagai penyanyi dan penari."

"Lalu apa yang terjadi?" tanya Aluna lagi.

"Dia kembali ke Seoul setelah dipaksa kembali. Kudengar ayahnya memberinya pilihan. Entah apa itu. Dan baru saja ia mengirim email bahwa ia berjanji akan segera kembali kafe ini," tambah Yuri. "Dasar bocah itu, ia kira ini tempat sauna bisa datang dan pergi begitu saja. Awas saja jika ia sudah kembali, aku akan menyuruhnya membersihkan semua toilet pelanggan!"

Aluna hanya terkekeh melihat kemarahan itu. Ia tahu Yuri hanya sebal karena Jun pergi dengan tiba-tiba. Bagaimanapun Jun adalah mood-booster kafe ini sehingga ketidak-hadirannya sedikit berpengaruh.

"Di mana si tiang itu?!!" pekikan kesal lainnya yang mengumpat pria yang sama, mulai terdengar. Kali ini berasal dari pintu masuk kafe.

"Sophia?" Yuri dan Aluna terperangah di tempatnya melihat Sophia yang berjalan masuk dengan hentakkan kakinya dengan kesal, membuat semua pelanggan kembali menatap heran.

Yuri sekarang mulai heran dengan kafenya. Kafenya itu seolah selalu memiliki kehebohangan tersendiri sehingga hampir setiap hari pelanggan menatap mereka.

"Kak Aluna! Kak Yuri! Apa benar pria menyebalkan itu kembali ke negaranya?! Kudengar ia pulang ke Seoul!" kata Sophia berapi-api. Cukup membuat Aluna tertegun, melihat perempuan yang selama ini anggun dan lembut menjadi ibu-ibu yang bawel seperti sekarang.

Aluna dan Yuri pun hanya mengangguk dalam keterkejutan mereka melihat Sophia yang marah untuk pertama kalinya.

"Tiang sialan itu!" Yuri dan Aluna semakin terperangah. Sophia ternyata pintar mengumpat. "Setelah ia mencuri ciuman pertamaku, sekarang ia kabur begitu saja! Akan kubunuh dia saat kembali nanti! Ah tidak! Akan kususul bocah tengik itu! Ia pikir akan lolos begitu saja setelah mencuri hal berhargaku! Ia harus bertanggung jawab! Bocah itu harus menikahiku!"

"APA?!" pekik Yuri dan Aluna bersama.

***


To be continue...

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top