After Love Part 23
Jangan lupa vote dan comment^^
***
"The True Feeling."
***
Saat aku hilang ingatan, saat kenangan tentangmu terhapus, aku tetap jatuh cinta padamu lagi. Jadi apabila kamu khawatir di masa depan aku akan hilang ingatan lagi, aku akan menemukanmu dan jatuh cinta lagi padamu. -K Drama/Louis.
Ini mungkin terdengar gila, tapi suka padamu. Aku suka padamu bukan karena aku tak apa suka padamu. Tapi karena aku suka padamu, maka semua jadi tidak apa-apa. -K Drama/Aluna
****
"Selamat malam, Lou. Aku mencintaimu."
"Apa?"
Seketika Aluna yang masih merebahkan kepalanya sembari memejamkan matanya, terbelalak kaget menyadari apa yang baru saja ia katakan. Tubuhnya pun hanya bisa menegang saat pertanyaan itu terdengar dari Louis. Berada di dalam gendongan Louis, membuat Aluna tak bisa menghindar dari pertanyaan itu.
"Apa?" tanya Aluna balik seolah-olah dia sendiri tak tahu apa yang baru saja ia katakan.
"Tadi kau bilang apa? Aku tak terlalu mendengarnya tadi. Apa kau baru saja bilang kau mencintaiku? Apa aku salah dengar?" tanya Louis yang tertap berdiri di tempatnya, ingin memastikan apa yang baru saja di katakan perempuan yang berada di punggungnya. Ia sendiri juga tak yakin apa benar ia mendengar kata itu atau itu hanyalah halusinasinya.
"Apa?! Aku bilang begitu?! Aku tadi bilang 'Maaf, merepotkanmu'," kilah Aluna sembari tertawa kaku.
"Kau yakin?" tanya Louis lagi, ia sendiri tak yakin bahwa itu memang kalimat yang dikatakan Aluna.
"Tentu saja!" jawab Aluna cepat sebelum akhirnya menghela nafas lega secara diam-diam saat ia merasa, Louis kembali berjalan.
Perjalan di dalam mobil itu pun berlangsung cukup hening. Entah kenapa suasana menjadi semakin canggung untuk Aluna. Ia hanya masih merasa malu akan kata-kata yang meluncur begitu saja dari mulutnya jadi. Ia hanya terbawa suasana dan kenangan sehingga membuat hatinya mengambil alih bibirnya hingga mengatakan hal-hal itu.
"Terima kasih sekali lagi, kau sudah dua kali mengantarku. Padahal kali ini kita berlawanan arah. Maaf, merepotkanmu," kata Aluna sebelum turun dari mobil itu dan sedikit menunduk berterima kasil pada Louis yang juga masih duduk di kursi pengemudinya.
"Sama-sama. Kau yakin bisa masuk ke rumah sendiri. Kakimu masih sakit, kan?"
"Ah, aku tidak apa-apa, sungguh. Ini hanya terkilir biasa. Ini akan sembuh dengan sendiri. Sekarang saja aku sudah merasa baikan. Aku hanya butuh sedikit istirahat," kata Aluna cepat, entah kenapa ia merasa begitu salah tingkah, ia merasa kembali menjadi remaja labil yang sedang berhadapanya dengan gebetannya.
"Kalau begitu beristirahatlah," kata Louis dan Aluna hanya tersenyum merespon.
"Oh, tas tanganku di mana?" kata Aluna yang menyadari tas tangannya sudah tak berada di pangkuannya lagi, sambil menengok ke sisi duduk kanan dan kirinya.
"Itu!" seru Louis—yang juga ikut mencari di sekitar mereka—saat ia melihat tas Aluna jatuh di antara kaki mereka.
"Akhh!" pekik keduanya saat Aluna dan Louis menunduk bersama-sama untuk mengambil tas itu, membuat kepala keduanya mau tak mau saling berbenturan dengan cukup keras.
"Kau tak apa-apa?" tanya Louis sambil mengusap-usap kepalanya yang berbenturan dengan kepala Aluna.
Ia menatap tak tega pada Aluna yang terus meringis sambil memegangi kepalanya dengan kedua tangan, sepertinya perempuan itu benar-benar kesakitan. Bagaimanapun kepala mereka berbenturan cukup keras tadi.
Louis pun meraih kepala Aluna dan mengusapnya lembut. Ia semakin tak tega saat ia melihat mata Aluna berkaca-kaca, berusaha menahan tangisnya, sehingga Louis dengan perlahan namun pasti, meniup kepala Aluna, berusaha meredakan rasa sakit dan nyerinya.
"Masih sakit?" tanya Louis yang terdengar begitu lembut dan cemas melihat wajah Aluna yang memerah di beberapa tempat karena menahan sakit. Benturan itu memanglah cukup menyakitkan, Louis saja sedikit pusing karenanya, apalagi dengan kepala mungil Aluna.
Aluna yang sedari tadi menunduk hanya terdiam tanpa menjawab, ia kemudian sedikit mengangguk sambil meringis kecil sebelum menatap wajah Louis untuk menjawabnya lebih melalui suaranya agar lebih sopan.
Namun, suara Aluna tenggelam begitu saja di tenggorokannya saat menyadari jarak wajah mereka yang begitu dekat, bahkan sangatlah dekat, membuat Aluna bisa merasakan hembusan nafas lembut Louis yang beraroma mint menggoda, persis seperti dulu. Dan tampaknya Louis juga kaget dengan posisi wajah mereka tersebut.
Aluna dan Louis sama-sama terdiam hingga beberapa detik. Saling menyelami mata masing-masing. Bahkan Aluna sangat tertegun saat ia merasakan nafas Louis mulai memburu, seolah menahan sesuatu sehingga membuat pria itu sesak nafas. Tampak sedikit tapi terjadi, Louis memajukan wajahnya ke wajah Aluna. Membuat Aluna yang melihat ketidaksadaran Louis segera menghindar, membuat Louis terdiam dengan pandangan mata yang masih menatap lekat Aluna.
Helaan nafas memburu dari Louis itu pun menyadarkan Aluna bahwa mereka seharusnya tak berdekatan seperti ini, ini berbahaya! Mengingat mereka sekarang tak sama lagi dengan yang dulu. Mereka sekarang hanyalah orang asing yang memiliki kehidupan masing-masing yang saling bertolak belakang. Jangan sampai suasana mengendalikan mereka.
"Maaf," kata Aluna cepat sembari meraih tasnya yang masih berada di dekat kakinya lalu segera menarik tubuhnya menjauh dari Louis.
Ia hendak membuka pintu mobil untuk segera keluar dari suasana aneh di mobil itu saat sebuah tangan kekar meraih pergelangan tangannya, menariknya lalu sebuah tangan kekar lainnya menangkap leher belakangnya membawa kepalanya mendekat ke arah pria itu.
Detik berikut yang Aluna sadari, bibirnya menempel erat dan ketat di atas bibir Louis yang sedang memejamkan matanya, menikmati bibir manis Aluna yang sejak tadi menghantuinya. Bahkan Aluna semakin menegang saat merasakan pergerakan dari bibir Louis yang melumatnya dengan tak sabaran, seolah ia sudah lama menantikan ciuman hangat itu.
Aluna terbuai, ini bukanlah ciuman pertamanya dengan Louis. Bahkan ia tak bisa menghitung berapa kali mereka sudah berciuman bahkan lebih jauh dulu, tapi tetap saja Aluna merasa berdebar bahagia setiap kali ini merasakan bibir mint Louis yang tak pernah berubah. Ciuman manis itu masih terasa sama.
Aluna secara perlahan membalas ciuman bibir Louis dan ikut memejamkan matanya, ia tak bisa menampik, dia juga begitu merindukan dan mendambakan ciuman Louis. Ia mungkin masih mencintai Louis.
Tepat saat Aluna menutup matanya dan membalas ciuman itu, mata Louis langsung terbuka lebar seolah kaget akan lumatan balasan Aluna sekaligus ciuman itu, membuat Louis langsung menghentikan ciuman itu.
Bukan karena tak suka, melainkan karena suka itulah, Louis takut ia tak bisa menahan dirinya lebih lama sehingga pada akhirnya akan membuatnya melakukan hal yang tidak-tidak pada Aluna, yang mungkin akan membuat mereka menyesal nantinya dan ia tak mau Aluna menyesal entah kenapa.
Pelepasan paksa ciuman itu membuat Aluna sedikit ikut terkejut sekaligus sadar bahwa ciuman itu memanglah salah untuk mereka lakukan dan sudah tak harusnya dilanjutkan. Ia mulai meruntuki hatinya yang sekali lagi mengambil alih tubuhnya.
"Maaf, anggap itu tak pernah terjadi, ini hanyalah kesalahan yang tak terduga," kata Louis tak berekspresi membuat Aluna tak bisa berbohong bahwa ia sedikit sedih.
Aluna seharusnya tak sesedih dan sesakit ini. Bagaimana pun dia adalah pihak yang pergi meninggalkan bukan pihak yang ditinggalkan—walau secara tak langsung Louis juga dulu meninggalkannya dalam artian yang berbeda—jadi, ia tak seharusnya merasa kecewa seperti ini. Apalagi Louis mempunyai tunangan yang sangat pria itu cintai. Aluna tidak ingin menyakiti Sophia yang selama ini baik padanya.
"Ya, ini kesalahan. Maafkan aku juga." kata Aluna final sebelum pergi secepat mungkin, sambil menahan sakit pada pergelangan kaki serta dadanya. Dan ia tak punya keberanian lagi untuk berbalik kebelakang, kepada Louis, apalagi dengan mata yang berkaca-kaca seperti ini.
Ia hanya tak ingin Louis melihat wajah terlukanya. Ia tak mau dikasihani oleh pria itu. Sekarang ia hanya berharap bahwa ia takkan pernah bertemu dengan Louis Hendrick lagi.
***
Aluna yang baru saja turun dari bus itu pun segera berjalan ke kafe tempatnya bekerja dengan lunglai. Ia hampir tak tidur sama sekali semalam. Mungkin bahkan tak sampai sejam ia tidur karena terus melamun. Ia terus memikir ciuman itu. Ciuman bersama Louis.
Ia memikirkan ciuman itu seakan-akan bahwa ia adalah seorang remaja yang baru saja mendapatkan ciuman pertama dari cinta pertamanya. Jadi tak heran jika Aluna sedikit berpenampilan kusut dengan rambut yang diikat asal-asalan, serta kantung mata yang sedikit menghitam meminta tidur lebih.
Aluna berjalan sambil menyampirkan sweaternya di pundaknya, ia bahkan begitu malas memakainya. Hingga matanya membulat sempurna saat melihat sebuah pasangan yang tengah berciuman di depan pintu mereka. Namun yang membuatnya kaget bukanlah itu, melainkan karena sang pria itu adalah sosok Louis.
Aluna pun menggeleng tak percaya sambil mengucek matanya yang membulat sempurna, dan ia kemudian bernafas lega saat kembali membuka matanya saat sosok yang berupa Louis berubah menjadi seorang pria yang tak ia kenali. Ternyata mereka sepasang suami istri dan Aluna hanya berimajinasi melihat seolah sang pria itu adalah Louis.
Setelah menghela nafas panjang, Aluna pun kembali berbalik dan hendak berjalan, sebelum tumbuhnya terpental ke belakang karena menabrak seorang lelaki.
"Akh," pekik Aluna kemudian membersihkan telapak tangannya yang sedikit kotor oleh tanah.
"Maaf, Anda tak apa-apa?" kata lelaki sembari mengulurkan tangannya.
"Ya, aku tidak..." kata Aluna terhenti begitu ia melihat lelaki yang menabraknya. Louis?!
Aluna berkedip berkali-kali sembari menggelengkan kepalanya, mengetahui bahwa ia kembali berhalusinasi melihat Louis sebagai orang lain. Dan benar saja, sosok Louis yang mengulurkan tangannya, berubah menjadi seorang lelaki paruh bayah.
Aluna pun tersenyum bodoh sambil meruntuki kebodohannya sendiri di dalam pikirannya. Ia menyalahkan otaknya yang terus berhalusinasi melihat Louis hanya karena ciuman semalam. Ia pun menerima uluran tangan lelaki paruh baya itu dan mengangguk sebelum kembali melanjutkan jalannya. Berharap ia tidak berhalusinasi lebih.
"Noona dari mana?! Kenapa wajah Noona kusut sekali?!" tanya Jun yang sedang menyapu di bagian depan kafe, tepat setelah melihat kedatangan Aluna yang seperti mayat berjalan.
"Dari rumah," jawab Aluna tanpa ekspresi dan terus memasuki kafe itu hingga ke bagian ruang karyawan, membuat Jun yang melihatnya semakin bingung dengan perempuan cantik itu.
Dengan langkah gontai, Aluna berjalan ke meja kasir kafe dan duduk di sana sambil menatap lalu lalang kafe yang mulai sedikit ramai menjelang waktu yang semakin siang.
"Minumlah."
Aluna yang sedang bertopang dagu dengan malas di kasir pun akhirnya melirik Jun yang ada di depan maja kasirnya, memberikan segelas air lemon berwarna kuning kabur dengan beberapa kotak kecil bongkahan es batu yang terlihat begitu menyegarkan serta beberapa potong tipis buah lemon berwarna kuning sempurna. Minuman itu cukup menarik perhatian Aluna yang sejak tadi hanya terus melamun.
"Untukku?"
Jun yang telah duduk di kursi tinggi dekat kaca etalase toko itu pun mengangguk dengan senyuman mempesonanya yang manis. Ia kemudian menatap binar, melihat Aluna yang mulai menyesap minuman buatannya itu.
"Bagaimana? Enak? Menyegarkan, kan? Itu lemonade khusus buatan chef Jun," tanya dengan percaya diri.
Aluna hanya mengangguk mengiyakannya dengan sedikit senyuman di sudut bibirnya. Membuat senyuman percaya diri Jun menghilang dengan tidak puasnya.
"Hanya itu respon, Noona?" protes Jun mengernyitkan dahinya.
"Ini enak. Terima kasih, Jun," kata Aluna kali ini dengan senyuman lebar membuat Jun kembali tersenyum puas dan bangga.
"Semangat, Noona. Jangan sampai kau menakuti pelanggan dengan wajah tidak berkehidupanmu itu. Kau tahu, kau terlihat sepuluh tahun lebih tua jika cemberut seperti tadi," goda Jun yang langsung berlari masuk ke dalam dapur saat ia mendapatkan delikan tajam dari Aluna.
Aluna pun kembali menyesap lemonade itu sambil membuka-buka majalah yang sedikit tertumpuk di meja kasir itu, sembari menunggu pelanggan yang akan membayar.
"Permisi."
Braakk!
Kedua lutut Aluna langsung berbenturan dengan permukaan bawah meja karena terlonjak kaget saat kepalanya mendongak menatap pelanggan yang seperti hendak membayar itu. Membuat beberapa pulpen yang ada di atas meja berjatuhan.
Braakk!
Sekali lagi Aluna membuat keributan membuat beberapa pasang mata menatap penasaran sekaligus bingung saat Aluna memungut pulpen-pulpen yang jatuh di bawah meja dan kepala Aluna terbentur saat hendak bangkit dari posisinya yang membungkuk memungut pulpen itu.
Dan sekali lagi Aluna terkejut, merasa bodoh dengan dirinya sendiri saat ia melihat pria itu untuk kedua kalinya. Ia kembali meruntuki dirinya yang sudah berhalusinasi berkali-kali dalam sehari ini, melihat bahwa pria itu benar-benar ada di hadapan. Bagaimana bisa ia melihat pria kurus berjenggot itu sebagai Louis?! protes batinnya.
"Maaf, Anda perlu sesuatu?" tanya Aluna setelah meredakan roma wajahnya yang memerah karena malu.
Bahkan Yuri yang ada di kafe itu menggeleng-geleng melihat tingkah Aluna yang seolah bukan dirinya sendiri hari ini. Aluna tampak tidak fokus dan sering melamun. Akhirnya Yuri pun memutuskan menghampiri sahabatnya yang tampak kacau itu, setelah pelanggan yang tadi telah membayar pesanannya pada Aluna.
"Ada apa denganmu? Kau sakit?" tanya khawatir Yuri yang melihat Aluna mengusap kedua wajahnya dengan gusar, seolah perempuan itu mencobanya menyadarkan dirinya sendiri.
"Entahlah, mataku sedikit berkunang-kunang dan aku kurang konsentrasi sejak pagi tadi?" kata Aluna jujur namun minus tentang halusinasinya tentang kehadiran Louis yang selalu muncul kapan dan di mana pun.
"Kau sepertinya kelelahan. Lebih baik kau pulang lebih awal," saran Yuri sembari mengusap punggung sahabatnya itu. "Mungkin kau perlu sedikit istirahat."
"Bisakah? Tapi ini bahkan belum jam makan siang," tanya Aluna tak enak. Ia merasa perkataan Yuri ada benarnya, mengingat ia hampir tak tidur semalaman kemarin. Mungkin dengan mendapatkan tidur yang cukup, ia akan menghilangkan bayangan pria itu dari kepalanya.
Yuri mengangguk sambil tersenyum, seolah mengatakan 'tentu saja'.
Aluna pun melepas apron kafe itu dan menyiapkan barang-barangnya. Menurutnya ia lebih baik pulang lebih awal saja dari pada harus terus membuat masalah dan keributan di sekitarnya. Bagaimanapun Aluna tak ingin membuat yang lain merasa tak nyaman hanya karena tingkah anehnya hari ini.
Aluna pun akhirnya terduduk sendirian di halte, menunggu bis selanjutnya datang dan membawanya ke kawasan rumahnya agar ia bisa sedikit beristirahat. Sambil menyadarkan sisi samping kepalanya di tiang tempat duduk halte, Aluna menatap lalu-lalang sekitarnya. Hingga beberapa kali kelopak mata Aluna jatuh tertutup lalu kemudian terbuka tiba-tiba, sedetik setelah Aluna menyadari ia hampir jatuh tertidur. Begitu terus selama beberapa menit.
Hingga kemudian kelopak matanya terjatuh selama lima detik hingga kemudian kembali terbuka, dan tubuh itu kembali terlonjak kaget saat matanya terbuka dan langsung menampilkan sosok tampan Louis tengah tersenyum kepadanya. Membuat Aluna kembali berkedip berkali-kali hingga sosok halusinasinya kembali menghilang seperti asap.
Namun, tak berhenti di situ. Mata Aluna kembali terbelalak saat ia melihat papan billboard sebuah gedung perbelajaan yang tak jauh dari tempatnya menampilkan sebuah adegan yang sangat ia kenali, yaitu adegan ia berciumannya dengan Louis, bahkan ia mendengar sebuah musik cinta yang mengalun seolah menjadi soundtrack dari adegan yang terpampang di papan besar billboard jernih itu.
Ia kembali menutup matanya dengan dalam dan kembali membukanya kemudian ia menatap billboard itu kembali. Dan sekarang billboard itu menayangkan model-model yang sedang mempromosikan pakaian yang mereka pakaian. Aluna sampai dibuat mengerjap beberapa kali karena tak percaya bahwa halusinasinya akan sehebat itu.
Tak berhenti sampai di situ, matanya kemudian melirik ke sebuah penjual balon gas dan kembali terbelalak dengan terkejut karena balon-balon itu bertuliskan 'Aluna mencintai Louis', lalu tulisan-tulosan itu seperti biasa akan kembali menghilang saat Aluna mengedipkan matanya berkali-kali agar membuat dirinya sadar.
Hingga sebuah kenyataan menabrak keras pikirannya, membuatnya berdiri dari kursi halte itu, menatap sekeliling dengan tak percaya. Semua halusinasinya berkumpul menjadi satu, mulai dari orang-orang yang terlihat seperti Louis, billboard yang menayangkan adegan ciumannya semalam, serta balon-balon yang seolah menatapnya dengan tulis aneh-aneh itu tak berhenti.
Dan saat bus tiba, ia kembali menganga melihat tulisan yang ada di samping bus yang bertuliskan 'Katakan Aluna, katakan bahwa kau mencintai Louis!'. Ia pun sadar, halusinasi itu muncul bukan karena kekurangan tidur, melainkan karena hati Aluna sedang mengalami keguncangan yang harus ia selesaikan.
Aluna pun sadar, bukan tidur yang ia butuhkan. Bukan istirahat yang perlu ia lakukan. Ia kemudian melirik tulisan halusinasi yang berada di badan samping bus itu kemudian tersenyum.
Ia mengabaikan panggil supir bus yang kebingungan karena Aluna bukannya masuk ke dalam bus, perempuan itu malah berlari pergi. Berlari arah berlawanan datangnya bus itu. Satu-satu yang ia pikirkan sekarang adalah menyembuhkan halusinasi hebatnya.
***
Braakk!
Louis yang sedang merapikan berkas-berkas kantornya, langsung mengadah ke arah pintu yang terbuka dengan tak sabaran. Ia sedikit mengerutkan dahi saat melihat Aluna, tengah berdiri sambil terengah-engah, menatap langsung kepadanya. Sedangkan sekertaris pria Louis berada di samping Aluna dengan pandangan memohon maaf.
"Maaf pak, aku tak bisa menghentikan wanita ini," kata sekertaris itu. Sekretaris yang tampak berbeda dengan yang dulu Aluna kenal.Sepertinya, Louis sudah mengganti sekertarisnya atau mungkin melakukan pertukaran sekertaris.
"Tidak apa, kau bisa keluar," kata Louis, pandangan kemudian beralih kepada Aluna yang sedikit tampak kacau namun anehnya tetap terlihat cantik, tepat setelah sekertarisnya itu keluar dan menutup pintu ruangan Louis. "Ada apa, Aluna? Kau perlu sesuatu..."
"Aku mencintaimu," sela Aluna tanpa melepaskan tatapannya dari Louis sejak memasuki ruangan itu. "Aku datang kesini hanya untuk mengatakan kalau aku mencintaimu. Dan Aku juga mau bilang kalau tak perlu membalasnya. Aku hanya ingin mengeluarkannya agar hidupku lebih tenang. Jadi dengar dengan baik-baik! Louis Hendrick, aku masih mencintaimu! Aku mencintaimu hingga kau tak bisa keluar dari pikiran dan halusinasiku karena aku mencoba menyangkal perasaanku. Aku... aku mencintai..."
Suara Aluna menghilang tiba-tiba saat ia mengalihkan pandangannya ke arah lain ruangan dan tertegun saat melihat seorang perempuan yang duduk di sofa empuk sudut ruangan, terdiam menatapnya, seolah ikut syok dengan penuturan Aluna.
"Sophia..."
"Kak Aluna..."
To be continue...
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top