036 - Cold War
Aku adalah salah satu gadis yang membenci bus akibat beberapa hal; Satu, pewangi bus biasanya beraroma apel atau jeruk, menurutku sangatlah tidak cocok jika berada pada transportasi umum dengan kapasitas manusia seperti sekarang. Dua, aku kurang suka suasana bising dari bis khusus liburan sekolah yang mengganggu momen tidurku. Tiga, Aiden duduk di sampingku dan selalu menawariku camilan, seolah perutku memiliki kapasitas ruangan super tinggi untuk menampung makanan. Dan empat, kurasa aku akan muntah sebentar lagi.
Perutku benar-benar melilit, dada terasa berat, dan setiap kali mengembuskan napas melalui mulut aromanya sungguhan pahit. Jadi dalam hitungan detik, bisa kusimpulkan bahwa asam lambungku meningkat, menandakan bahwa hal memalukan akan terjadi di hadapan Aiden.
Sembari bersandar pada sandaran kepala, aku menoleh ke arah Aiden lalu menarik salah satu pergelangan tangannya. Persetan, dengan pandangan iri dengki dari setiap netra para gadis saat melihatku.
"Apa kau punya kantung plastik?"
Kedua alis Aiden mengerut. "Untuk apa?"
"Mabuk darat. Demi Tu--" Aku menutup mulutku rapat-rapat menggunakan tangan kanan, memberikan isyarat agar Aiden segera memberikan apa yang kubutuhkan.
Namun, Aiden memang sungguh membuang-buang waktu sehingga secara tidak sengaja dan aku benar-benar tidak menginginkannya. Muntahan itu pun berlomba-lomba keluar dari mulutku, bagaikan musibah banjir bandang di jaket foot ball Aiden.
Hingga ketika banjir bandang beraroma daging, susu cokelat, keju, dan sayur-sayuran berhasil keluar tanpa bisa dikontrol, aku segera mengelap sisa muntahan dengan punggung tanganku. Namun, belum sempat menyentuh cairan menjijikan tersebut, Aiden justru menahannya di mana aku bahkan tidak berani menatapnya.
Aku menunduk. Diam-diam menatap cairan berwarna cokelat dan sekarang berbau khas muntahan di jaket Aiden, sambil berpikir bagaimana cara meminta maaf sekaligus bertanggung jawab untuk membersihkannya.
"Sir! Can you stop? I need to clean my jacket and my friend need to wash her face because she threw up."
Aku mengangkat wajah, sambil menyembunyikan separuh wajah menggunakan satu tangan dan menatap bagaimana sikap Aiden, yang sungguh di luar dugaan. Sayup-sayup aku bisa mendengar, bagaimana para murid mulai membicarakanku sekaligus mengejek keadaanku saat ini.
Bisa dikatakan sebagian besar dari mereka mengumpatku dan sisanya berharap, Aiden akan membuangku kemudian kembali pada Aubrey. Namun, lagi-lagi Aiden membuat geram para penggemarnya karena setelah meminta bus dihentikan sebentar, lelaki itu pun kembali sambil membawa tissue di tangannya.
"Aku tidak menemukan tissue basah, tapi kau bisa membasahinya dengan air mineral untuk membersihkannya," kata Aiden sembari menyerahkan tissue ke arahku dan dia melepaskan jaket football-nya.
Demi Tuhan, tidak ada satu kata pun yang berhasil lolos dari bibirku. Sikap Aiden barusan, sungguh berhasil menghipnotis karena dia sangat berbeda dari lelaki kebanyakan. Bahkan, sebagai pengagum rahasianya, aku sendiri beranggapan bahwa Aiden akan marah atas kebodohanku ini.
"Apa?" Dia melirikku, sambil membersihkan jaketnya. "Kita tidak bisa berhenti sekarang, katanya setelah--"
"What the fuck, Aiden!?"
Kami sama-sama menoleh saat Aubrey, menarik tangan Aiden kemudian membuang tissue bekas muntah itu ke arahku. Netra Aubrey seperti memiliki kobaran api imajiner, dia menatap kami secara bergantian dengan napas yang sangat kuat.
Aku tahu dia sedang marah besar, tetapi aku lebih memilih untuk pura-pura tidak tahu dan membersihkan mulutku menggunakan tissue pemberian Aiden.
"Berhentilah bersikap idiot, Aiden!" Nada suaranya benar-benar keras, hingga menarik perhatian seisi bus. "Kau sungguh merendahkan diri, dengan bersikap selayaknya budak cinta."
Kedua alis Aiden mengerut dan Aubrey mendecak.
"Just ... take off that jacket," kata Aubrey, sambil berusaha melepaskan jaket Aiden. "Shit! Kau hanya akan menjadi seorang idiot jika--"
"Aubrey, bisa kau hentikan cara bicaramu?"
"What?" Aubrey menatap Aiden dengan tatapan tak percaya lalu melempar jaket tersebut ke arahku. "You are so fucking insane, Aiden!"
"Actually, is not your--"
"Just stop it!" Aku berdiri di antara mereka dan sengaja memotong ucapan Aiden. Terlalu mengesalkan karena menjadi bahan mereka bertengkar, karena apa yang terjadi padaku pun bukanlah keinginanku.
"Aku sungguh minta maaf, jika perlakuanku terhadap pacarmu terlihat sangat menyebalkan." Aku berbicara sambil menoleh ke arah Aubrey kemudian beralih pada Aiden. "Dan untuk semua perhatianmu, ini sungguh berlebihan karena semua akan menjadi baik-baik saja, jika kau tidak banyak bicara."
Lalu ketika bus berhenti di pemberhentian sementara, aku pun segera pergi meninggalkan mereka berdua sembari membawa jaket kotor Aiden. Persetan dengan suara Aiden yang memanggilku dari arah belakang, aku hanya memikirkan betapa menyebalkannya Aiden hari ini.
***
"Pastikan barang-barang kalian tidak ada yang tertinggal, karena bus tidak akan kembali meski sebongkah berlian kalian tertinggal di dalam."
Miss Pamela berbicara menggunakan toa, berdiri tepat di sisi pintu depan bus sambil melakukan absen. Nama kami disebut satu per satu dan memberikan reaksi tertentu, pada kelompok yang stok mengejeknya tidak pernah habis.
Bersama Alma dan Jackson, aku keluar bus sambil membawa kantung laundry berisi jaket Aiden. Ini adalah bentuk tanggung jawabku, tetapi belum sempurna karena bus tidak terparkir cukup lama di tempat pemberhentian sementara.
"Kau baik-baik saja dengan semua itu?" Alma bertanya saat kami bertiga berjalan beriringan dan melihat Aiden tengah bersama Aubrey. "Jika kalian melakukan aksi perang dingin karena kau muntah, kurasa itu sangat kekanakkan."
"Kurasa kita tidak termasuk di dalam kelompok itu."
"Memang benar, Jackson." Hal yang cukup mengejutkan, Alma melingkarkan lengannya di lengan Jackson, lalu menyandarkan tubuhnya pada Jackson. "Karena kita adalah pasangan paling pengertian di dunia."
"Please, jangan terlalu lebay, Alma." Jackson menyatukan kedua alisnya dan segera menarik lengannya. Namun, tidak bermaksud benar-benar melepaskan karena dia hanya menyentaknya dengan sangat perlahan.
Alma menekuk wajah karena menerima penolakan, sedangkan aku melihat tingkah mereka dengan reaksi serupa dengan Jackson.
"Ew, kau ... menjijikan, Alma." Aku bergidik membenarkan ucapan Jackson. "Memang sejak kapan kalian berkencan?"
Alma memutar mata. "Di saat kau sendiri bingung dengan perasaanmu."
"Apa--"
"Minggir, Manusia cupu." Aku menggeser tubuh saat seseorang mendorong bahuku. "Kau sangat dilarang menghalangi langkahku."
"Oh, ya?" Alma langsung berdiri di memunggungiku, demi melihat siapa yang mendorong kami barusan. "Kau bahkan bukan anak sultan."
Aubrey memutar tubuhnya, menatap ke arah kami dengan kedua lengan yang dia lilit di bawah dada. "Whatever you say, I just don't want your dirty hands to touch me," ujarnya sambil menunjuk ke arahku dengan ekspresi penuh dendam.
Well, sebenarnya aku tahu mengapa dia harus sebenci itu denganku. Apalagi setelah melihat siapa yang datang padanya sambil memeluk pinggang Aubrey.
Demi Tuhan, amarahku langsung mencapai ubun-ubun saat melihat pemandangan tersebut. Beruntung, Jackson dan Alma langsung menarikku perg meninggalkan mereka karena jika tidak, aku pasti sudah menendang bokong lelaki sialan itu.
Yaitu Aiden Kowalsky, sejak perkelahian kami di bus serta Aubrey datang untuk ikut campur lalu aku memutuskan pergi sebagai bentuk tanggung jawab mencuci jaket Aiden, dan ketika aku kembali dengan kepala yang benar-benar dingin ....
... sesuatu telah berubah seluruhnya.
Aku tidak tahu apa yang terjadi selama aku pergi, tetapi Aiden secara jelas duduk bersama Aubrey--mengambil tempat dudukku--dan pacarku diam saja, saat Aubrey mencium bibirnya.
Sayangnya, kedua sahabatku pun tidak tahu apa yang terjadi di antara mereka karena kabar burung yang hinggap di telinga kami hanyalah, tentang Aiden mencampakkanku karena masih mencintai Aubrey.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top