15 : Cantik :


2,6k words, dan ternyata chapter terakhir adalah chapter depan.

-;-

15

: c a n t i k :



Tidak perlu ada yang tahu bahwa sepanjang perjalanan, Bara menghindari menatap Leia karena silau dengan kecantikan perempuan itu.

Oke, itu barangkali terkesan berlebihan. Hanya saja, sungguh, ini Leia. Tanpa make-up, bahkan jika Leia mengenakan pakaian butut pun, dia akan tetap terpancar kecantikannya. Dan sekarang, Leia yang sudah dari sananya secantik bidadari menambah kecantikannya dengan dress brokat merah jambu dan penampilan yang lebih menawan. Bagaimana caranya Bara bisa tidak jantungan melihat perempuan itu?

Ditambah lagi, Bara bisa mencium wangi parfum pemberiannya di tubuh Leia. Wangi parfumnya itu sangat menenangkan, tidak tajam, lembut, dan bisa membuat Bara betah mencium wanginya seharian. Seandainya dia memeluk Leia, rasa-rasanya mungkin dia takkan melepas perempuan itu. Entah Bara harus bersyukur karena Leia memakai parfum itu, atau justru merutuk karena sedari tadi yang dia bayangkan adalah bagaimana rasanya memeluk Leia. Yang jelas, wangi tubuh Leia enak sekali untuk dihidu. Namun, otaknya terus mengingatkan untuk fokus.

Fokus, Bar. Fokus.

Akhirnya, setelah sampai di rumah Hizraka-Satya, Bara menyalakan paket data, membuka chat grup "Republik Jomblo Raos" untuk mengetahui siapa saja yang sudah datang. Ketika membukanya, Bara spontan beristigfar dengan isi chat yang malah membicarakan dirinya.


Nolan Prasetya: Teman2, aku ada kisah balu, loh.

Hizraka Bayuaji: Tokoh utamanya siapa?

Nolan Prasetya: Nama tokoh utamanya Bara Langit Hadiwinata.

Nolan Prasetya: Sinopsis: Pd suatu pagi, Bara menelepon temannya yg bernama Nolan. Bara bertanya apa yg hrs dia lakukan agar seorang gadis mau menyetujui ajakannya utk mendatangi acara teman Bara. Dia takut gadis itu menolak ajakannya karena sang gadis tidak terlalu kenal dg penghelat acara dan para tamunya. Atas saran Nolan, Bara pun ttp mengajak sang gadis utk datang dg iming2 akan dpt kenalan baru, siapa tau bisa jadi relasi bisnis sang gadis. Dan, ternyata berkat saran Nolan, sang gadis menerima pinangan Bara.

Hizraka Bayuaji: "menerima pinangan"?

Hizraka Bayuaji: Typo?

Nolan Prasetya: *menerima ajakan.

Mahesa Silalahi: Mana ada typo sejauh itu.

Aksel Hadiraja: Itu doa abang2qu sekalian.

Hizraka Bayuaji: Gue baru inget Nolan suka improvisasi di kalimat akhir sinopsis dia.

Nolan Prasetya: It will happen. Just wait and see.

Nolan Prasetya: Eh ini Maz Bar beneran jadi ngajak Leia ke acara Satya, sodara2.

Nolan Prasetya: Trus diterima sama Leia ea ea

Aksel Hadiraja: Alhamdulillah ya Allah.

Aksel Hadiraja: Engkau mengabulkan doa Dede Acel untuk ke sekian kalinya.

Hizraka Bayuaji: Wah, Bara 'gerak'.

Hizraka Bayuaji: Saya tercengang.

Mahesa Silalahi: Tumben Bara inisiatif.

Mahesa Silalahi: Biasanya Bara itu: "Gak, ah. Palingan dia nolak kalo gue ajak."

Nolan Prasetya: HAHAHA Mahesa sama Zraka suka benar ya.

Aksel Hadiraja: Eh bro, sori. Gue izin dateng rada telat yak.

Hizraka Bayuaji: Gpp. Santai.

Aksel Hadiraja: Yg udh sampe siapa aja?

Hizraka Bayuaji: Ortu gue, Nolan, sama tmn2 Satya.

Hizraka Bayuaji: Bara msh di jalan.

Nolan Prasetya: Masih di jln pun Maz Bar akan tetap senang.

Nolan Prasetya: Sebab ada Leia menemani di sisinya.

Nolan Prasetya: Mazqu hatinya jadi taman mekarsari ya.

Nolan Prasetya: Hatinya berbunga2.

Nolan Prasetya: Semekar cinta Mazqu terhadap Leia

Hizraka Bayuaji: Mekarsari kan taman buah dan bunga -_-

Nolan Prasetya: Yauda nanti taman hati mazqu ada buahnya juga.

Nolan Prasetya: Buah hati mazqu dan Leia

Aksel Hadiraja: ALLAHUAKBAR SI KAMPRET INI HAHAHAHA.

Hizraka Bayuaji: Setan gelo.

Aksel Hadiraja: Abang gue belum nikah, oi!

Mahesa Silalahi: Istigfar, Lan.

Nolan Prasetya: Aselole jos!

Aksel Hadiraja: HAHAHA TAELAH NOLAN DANGDUTAN.

Nolan Prasetya: Ya lo kalo mau ikut dangdutan bilang aje, bor.

Nolan Prasetya: Kudangdut sebab hasrat mazqu untuk mempersunting wanita sudah tak tertahankan.

Nolan Prasetya: Maju terus mazqu.

Nolan Prasetya: Kuduqung dirimu cllu.

Nolan Prasetya: Tp jgn tinggalin adeq ya maz.

Nolan Prasetya: Leia jd istri kedua saja.

Nolan Prasetya: Adeq ttp yg pertama.

Hizraka Bayuaji: Lan, lo gak mikir Mbak Kartini bakal ilfeel apa? -_-

Nolan Prasetya: Gak dumz.

Nolan Prasetya: BiniQ cllu pengertian.

Bara L. Hadiwinata: Sekolah lg sana, Lan. Mata gue sakit liat tulisan lo.


Bara membalas isi chat itu ketika Leia sudah turun duluan dari mobil. Setelah parkir, Bara menyusul Leia ke pintu depan. Mulutnya menahan rutukkan ketika melihat Nolan yang membuka pintu.

"EHH, ADA LEIA!" seru Nolan seperti ibu-ibu arisan. Kepalanya melongok ke dalam rumah. "Saudara-Saudara! Maz Bar dan temannya sudah datang!" lanjut Nolan, memberi penekanan tertentu pada kata 'temannya'.

Bara menarik napas. Mulut sampah, emang. "Zraka mana?" tanya Bara datar.

"Ada di dalam sama bini aing, lagi bantuin Satya." Nolan membuka pintu lebih lebar, tersenyum iblis kepada Bara. "Aww, Maz Bar pakai jas jadi kelihatan makin suami-able, ih. Adek nggak kuku, Maaaz," ujar Nolan sambil mengangkat tangan, ingin mengelus-elus dada Bara.

Bara segera mundur tiga langkah, sebab dia tahu hal menggelikan macam apa yang akan Nolan lakukan. "Lo berani nyentuh, sepatu gue bakal melayang," ujar Bara, sarat ancaman.

Leia tertawa melihat interaksi itu, sementara Nolan malah menyengir-nyengir. "Mentang-mentang bawa teman, ya. Maz jadi ja'at sama adek," ujar Nolan dengan nada manja. Dia tetap mendekati Bara sambil merentangkan tangan. "Peluk adek dong, Maz! Adek mau ngerasain otot Maz Bar yang kekar ini!"

"ALLAHUAKBAR, LO TAHU KATA TOBAT, NGGAK SIH?" teriak Bara sambil menahan tubuh Nolan agar tidak memeluknya. "Gue jijik, Nol—ASTAGFIRULLAH, MBAK KARTINI, TOLONG SAYA!"

Seolah menjawab permintaan tolong Bara, sosok mungil Kartini pun datang dengan maxi dress warna khaki agak keemasan, senadar dengan jas Nolan. Alis tebalnya menyatu melihat suaminya yang memeluk erat pria bertubuh menjulang yang memasang raut jengkel. "Ada apa ini ribut-ribut?"

Bara dengan menahan keki pun menjawab, "Tolong suaminya diikat dulu, Mbak."

"Bini, jangan ikat aku," ujar Nolan, menatap Kartini dari sudut matanya. "Aku nggak suka BDSM. Satu-satunya ikatan yang aku mau dari kamu cuma ikatan cinta dan pernikahan."

"Geli. Dangdut abis omongannya," komentar Bara.

Nolan pun melepas pelukannya dari Bara dan mendengus. "Jomblo sirik aja."

"Udah, udah!" seru sosok mungil dari belakang tubuh Nolan sambil tertawa. Kartini lalu mengelus punggung suaminya. "Udah, Sayang. Acaranya kan, bentar lagi mulai. Ayo masuk!"

"Bini...," panggil Nolan. Dia segera memeluk Kartini. "Maz Bar masa tadi ja'at sama aku."

"Oh, iya? Jahat kenapa?" tanya Kartini dengan nada perhatian. Leia yang mendengarnya tak bisa membedakan apakah ini dibuat-buat atau sungguhan.

"Tadi masa Maz Bar nggak mau kupeluk. Padahal, aku mau merasakan tubuh kekar Maz Bar...." Nolan melirik Bara yang menatapnya dengan geli. Bibir Nolan menyeringai. "Coba aja kalau tadi yang minta peluk Leia. Pasti langsung dikasih. Maz Bar pilih kasih ih, sama dedek."

Ini mau ngerjain gue, ceritanya? pikir Bara. "Acaranya udah mau dimulai, kan?" tanyanya dengan wajah datar. Tak ada gunanya juga meladeni godaan Nolan. "Ayo masuk."

"Ya udah, aku peluk Bini aja," ujar Nolan, menyelipkan tangannya melingkari pinggang Kartini. "Badan Maz Bar terlalu keras dan kekar buatku. Kalau bini aing kan, empuk."

Kartini tertawa. "Udah, ayo, masuk aja."

Mereka berempat pun memasuki rumah Hizraka. Interior di dalamnya sudah didekorasi sedemikian rupa seperti acara prom night SMA layaknya di film-film barat. Penerangan agak redup, tetapi ada lampu warna-warni yang bergerak menerangi seluruh ruangan. Terdapat beberapa banner pita yang dipajang sebagai dekorasi. Tulisan-tulisan di pita itu berupa "Welcome To The Prom Night, Kings And Queens" serta beberapa tulisan untuk mendukung suasana prom night-nya. Leia terlihat berseri-seri melihat dekorasi ruangannya. Berhubung tidak ada sekat antara ruang makan dan ruang tamu, barang-barang pun dipojokkan untuk menciptakan kesan bahwa mereka memasuki ballroom dansa—walau ini adalah versi mininya. Nolan dan Kartini sudah pergi entah ke mana, sementara Leia masih asyik melihat-lihat interior rumah ketika ada perempuan yang mendekatinya dan Bara.

"Wah, siapa ini?" seru seorang wanita paruh baya. Bibirnya menyunggingkan senyum ramah. "Kamu cantik sekali! Ini temannya Bara, kah?"

Leia ikut tersenyum, canggung. "I-iya, Tante," jawab Leia. Dia tidak tahu siapa perempuan ini. Ibu Satya atau Ibu Hizraka?

"Ya ampun, Bar! Kamu tuh, ya, punya teman secantik ini malah diumpetin," ujar wanita itu kepada Bara. Sementara itu, Bara hanya meringis terkekeh. Wanita itu pun mengangkat tangannya kepada Leia. "Saya Hilmiya, ibunya Zraka. Kamu udah tahu anak saya, kan?"

"Oh, tahu, Tante. Temannya Nolan, Aksel, sama Kak Bara," jawab Leia, lalu menyalimi tangan Hilmiya. "Saya Leia, Tante."

Hilmiya menatap sosok Leia dengan takjub. "Wah, kamu sama Bara kompak, ya? Bajunya sampai serasi gitu. Sengaja couple-an, ya?"

Leia mengerjap bingung. Setahu dia, tadi Bara berkata bahwa memang ada dresscode untuk pakaian couple bagi yang datang dan mengajak teman. Matanya melirik Bara di sampingnya dengan pipi memanas. Apa Bara sengaja?

"Si Zraka minta kalau kita bawa teman, disuruh pakai baju couple, Tan," ujar Bara dengan tenang.

"Ah, masa, sih?" tanya Hilmiya. "Kamu kali Bar, mengada-ada. Sengaja biar serasi sama Leia buat difoto, ya?"

Allahuakbar, gue beneran dikerjain. "Zraka bilang sendiri ke saya sih, Tan."

"Ya udah, kalau emang mau serasi sama Leia, kamu ngaku aja, Bar. Leia cocok kok, sama kamu."

Si kampret Zraka beneran ngerjain gue! Bara pun hanya tersenyum agak meringis menanggapinya. Habis, dia mau menjawab apa?

"Lei, si Bara ini baik kok, anaknya. Kamu kenalin dia lebih dekat aja. Siapa tahu, cocok. Bara selama ini baik, kan, sama kamu? Kalau nggak baik, laporin ibunya aja."

Leia tersenyum agak terpaksa, sebenarnya juga menahan malu. Aku emang udah deketin dari awal, Tante, batin Leia. "Kak Bara baik kok, Tan."

Alis Hilmiya terpaut. "Lei, kok, kamu manggil Bara pakai 'kak'? Dia sama Nolan dan Zraka kan, seangkatan," ujar Hilmiya.

"Ehm... udah kebiasaan, Tante. Kan, saya seumuran sama Aksel. Jadi, manggil Kak Bara udah kebiasaan pakai 'Kak'."

"Tapi, manggil Zraka sama Nolan biasa aja, ya?" Hilmiya tersenyum penuh arti, lalu melirik Bara. "Tuh, dispesialkan kamu, Bar. Hati-hati, dipanggil 'Kakak' nggak tahunya beneran dianggap 'kakak' loh, Bar."

"Mama!" seru seorang lelaki dari belakang, menyelamatkan Bara dari keharusan menanggapi ucapan Hilmiya itu. Tetapi, melihat Hizraka mendekat dengan seringai di bibirnya, perasaan Bara mulai tidak enak. Nih anak mau ngerjain gue lagi? batin Bara sambil menatap Hizraka yang tersenyum kepada Leia dengan penuh arti. "Ohh, temannya Bara udah datang, ya."

Lah, kampret, beneran masih mau ngerjain, ternyata. "Iya, Ka. Lo mungkin udah tahu Leia dari nikahannya Nolan," ujar Bara.

"Udah tahu sebelum itu, sih," Hizraka masih mempertahankan senyum miringnya. Dia merangkul pundak ibunya sambil menunjuk ke arah Leia. "Ini, Ma, kenalin. Namanya Leia. Kalau kata Aksel, Leia itu cewek tercantik yang pernah dia lihat di seantero kantornya dulu." Kemudian, dia menambahi, "Tapi, lo masih jomblo kan, ya, Lei?"

Leia hanya menjawab dengan anggukan kecil.

"Wah, pas, dong." Hilmiya tersenyum penuh arti kepada Bara. "Yang di sebelah lo juga jomblo kok, Lei. Coba aja kenalan. Siapa tahu, cocok."

Bara merutuk dalam hati, sementara Leia berusaha tersenyum sopan walau pipinya sudah memerah dan gemuruh jantungnya meliar. Leia jelas tahu apa maksud dari ucapan-ucapan itu. Mereka mau jodohin aku sama Kak Bara? tanya Leia dalam hati. Apa mereka beneran menganggap aku cocok mendampingi Kak Bara? Bukan karena mereka anggap aku cantik aja?

"Eh, Tante ke dapur dulu, ya. Mau bantuin Satya buat makanannya," ujar Hilmiya, melepaskan rangkulan anaknya dengan lembut.

"Eh, maaf, Tante. Ada yang bisa kubantu?" tanya Leia, menawarkan. Dia merasa tidak enak, karena Kartini saja tadi dia lihat pergi ke arah dapur, mungkin untuk membantu sang tuan rumah juga.

"Boleh, boleh," ujar Hilmiya dengan senang. "Wah, calon istri idaman sekali ya temanmu ini, Bar. Sayang kalau disia-siakan," ujar Hilmiya kepada Bara dengan senyum menggoda. Kemudian, wanita itu membawa Leia ke arah dapur untuk ikut membantu Satya.

Setelah melihat dua perempuan tadi pergi, Bara melirik Hizraka dengan tajam. "Lo mau ngerjain gue tadi?" tanyanya datar.

"Nggak ngerjain itu mah. Biar si Leia peka aja," ujar Hizraka. "Dia malu tuh."

"Ya udah tahu Leia jadi malu. Lo nggak kasihan? Nggak enak jadinya gue sama dia."

"Santai aja kali, Bar." Hizraka merapikan dasi garis-garis diagonal hitam-ungunya. "Leia aja kelihatan biasa aja."

"Dia malu, Zraka. Dia tuh nggak kayak kita, yang kalau nggak suka, bisa langsung bilang nggak suka. Dia tuh tipe yang lebih sering merasa sungkan, takut menyakiti orang kalau dia terlalu blak-blakan. Dia nggak bisa jadi bodo amatan kayak kita."

Alis Hizraka meninggi. "Did you do a research on her or something? Kayaknya udah kenal amat sama Leia."

"Ya kan, gue emang kenalan sama dia," ujar Bara. "Dan, dia emang orangnya pemalu, Ka. Kalau lo mau ledekin gue ya terserahlah. Asal jangan godain dia. Nggak enak gue. Dia datang ke sini buat menikmati acara, bukan buat digodain."

"Oke, oke." Hizraka mengangkat tangan. "Gue nggak akan godain dia. Janji."

"Gaes, Mahesa udah sampai!" seru suara Nolan dari arah pintu masuk. Di belakangnya, ada sosok Mahesa mengenakan kemeja garis-garis dan setelan jas hijau gelap.

"Lucu amat jasnya," komentar Hizraka. "Lo sendiri yang beli?"

Mahesa menggeleng. "Mamakku yang beli, Ka. Tak enaklah aku kalau jasnya tak dipakai."

"Tapi, cocok, Sa," ujar Bara. Tak melihat ada siapa pun di belakang Mahesa, dia pun bertanya, "Ke sini sendiri, Sa?"

Mahesa mengangguk. "Tak masalah, kan?"

"Nggak apa-apa. Tapi, lo nggak ngajak si tetangga apartemen lo itu?"

Mahesa menggeleng. "Dia sudah pindah."

"Seriusan?" Nolan spontan bertanya, kaget. "Gue kira lo emang sengaja datang sendiri."

"Datang sendirinya memang sengaja aku, Lan," jawab Mahesa. "Mau ajak siapa lagi memangnya? Saudara-saudaraku di Medan semua. Cemanalah bisa kuajak?"

"Lo nggak apa-apa?" tanya Hizraka. "Lo udah deketin tetangga dari lama, kan?"

"Dia sudah punya pacar," ujar Mahesa. "Kayaknya, dia hanya merasa cocok denganku sebagai kawan diskusi. Ya sudah."

"Kok, sedih?" ujar Nolan. Lalu mengelus pundak Mahesa. Matanya menatap Mahesa, agak prihatin. "Sabar, ya. Cowok sabar badannya makin kekar."

"Bodo amat, Lan," ujar Hizraka, kemudian tertawa. "Mentang-mentang Bara sekarang badannya kayak atlet, ya."

"Dan lo sekarang udah kayak papa buncit ya, Ndut," ujar Nolan, beralih menatap Hizraka. "Dari dulu gue pengin banget manggil lo 'Ndut', tapi elonya kagak gendut-gendut. Padahal, lo masalah makan ngegares mulu. Alhamdulillah keinginan gue sekarang kesampaian. Doa gue diijabah sama Allah."

"Betul." Mahesa tersenyum. "Kemajuan perut Zraka sudah mendahului kemajuan kariernya."

Hizraka terbahak-bahak. "Kampret kalian!"

Bara ikut tertawa. "Eh, tapi iya, sih," ujar Bara. "Lo kenapa bisa gendutan gitu dah, Ka? Perasaan dari dulu lo makannya udah banyak, dan nggak gendut-gendut."

"Nggak tahu," ujar Hizraka yang mengangkat bahu. "Masakan Satya enak-enak, sih. Salahin dia aja."

"Enak amat lo ngomong," seloroh Nolan. "Bini lo masak enak, terus giliran lo gendut, yang disalahin dia. Kurang kampret apa lo jadi suami?"

Hizraka terbahak. "Bercanda. Tapi, Satya emang masakannya enak, sih."

"Curiga gue," ujar Bara. "Satya nawarin makanan terus ya, ke elo?"

Hizraka mengangguk. "Iya. Dia kan, emang demen banget masak."

"Dan, lo nggak pernah nolak tawarannya?"

"Ngapain gue tolak? Orang masakan dia enak semua."

"Gares terus ieu, Ka," Nolan mendesah. "Ya panteslah lo tambah gendut."

"Ya masa, istri udah capek-capek masak, terus gue anggurin makanannya?" tanya Hizraka, retorik. "Jahat amat gue kalau setega itu."

"Alesan, elah," ujar Nolan. "Lo kan, bisa kasih makanan ke tetangga, atau kasih ke Bu Yahya, atau minta Satya masak dalam porsi kecil. Elo mah, semua porsi digares."

"Zraka sudah tak olahraga lagi," ujar Mahesa dengan nada seolah sedang mengucapkan fakta. "Kau tak mau ikut kami Thai Boxing, Ka? Biar kalau olahraga, kau pun ada kawan."

"Kapan-kapan aja," jawab Hizraka. "Gue sedang menikmati hidup gue sebagai papa buncit."

"Ya lo emang nggak pernah gendut, sih," komentar Bara. Ketika dia ingin mengucapkan sesuatu lebih lanjut, ada suara derum mobil terdengar dari luar. Matanya pun menatap ketiga temannya yang lain bergantian. Dari derum mesin mobilnya, Bara sudah hafal bahwa itu adalah mobil Aksel. Dia pun berjalan ke luar rumah. Mencari tahu apakah Aksel hanya datang sendiri, atau....

Setelah mobil sedan Aksel mati, pemuda itu turun dari mobil dan berjalan cepat ke arah pintu di seberangnya. Pintu di seberang pintu kemudi sudah terbuka dari dalam dan memunculkan seorang gadis ramping dengan balutan dress selutut berwarna merah marun—senada dengan kemeja yang Aksel kenakan. Gadis itu langsung menutup pintu duluan sebelum Aksel sempat melakukannya untuk sang gadis. Ketika melihat sosok Bara di depan pintu rumah, gadis itu tersenyum. "Halo, Kak Bara," sapanya halus sambil melambaikan tangan.

Agak canggung, Bara membalas lambaian tangan itu. "Halo, Virga."

"Udah mulai dari tadi ya, acaranya?" tanya Virga setelah mendekati Bara. "Maaf ya, kalau telat banget. Tadi mampir dulu ke toko buat ambil kado pesananku buat Kak Satya."

"Nggak apa-apa," ujar Bara. "Acaranya aja belum mulai. Ngaret, haha."

Virga mengangguk, masih tersenyum, lalu menatap Aksel. "Kak Aksel, ayo masuk."

Aksel mengikuti Virga dari belakang, disusul oleh Bara. Ketika melihat makanan-makanan sudah tersaji di meja makan yang sudah diletakkan di ujung ruangan, Bara pun tahu bahwa acaranya akan dimulai.

Tanpa mengetahui bahwa ada 'bom' yang akan datang kepadanya malam itu.

[ ].




A/N (rada kejam)

Gue mau nanya dah, buat kalian yang merasa lebih suka cerita Konstruksi daripada Aberasi. Kalian sebenarnya lebih suka Konstruksi karena apa? Karena ceritanya lebih bikin baper dan 'gausah banyak mikir' kayak Aberasi? Baper karena Zraka begitu suami-able? Baper karena Zraka begitu idaman? Ganteng, ga banyak omong jadi kelihatan cool, mapan, tegas, dsb?

Satu hal yang paling gue sesali setelah menulis Konstruksi adalah; gue lupa menunjukkan kekurangan Hizraka dan hanya fokus membangun kelebihan-kelebihan dia yang bikin dia mudah dicintai kebanyakan pembaca cewek. Gue dulu mikirnya bakal susah bikin tokoh cowok yang lovable. Eh, ternyata gak susah. Tinggal bikin si cowok mapan, ganteng, pinter, dan jago ngebaperin cewek, kelar. Tapi, itu bikin lo halu, gaes. Jauh lebih susah bikin tokoh cewek yang bisa jadi panutan daripada bikin tokoh cowok lovable.

Gaes, jangan tersinggung. Gue cuma mau ngingetin. Kalau lo pikir lo bisa 'menggantikan' Satya untuk mendampingi Hizraka, gue cuma bisa kasih tahu satu hal: ngaca. Kualitas apa yang lo punya sampai-sampai lo merasa lo layak mendapatkan cowok kayak Hizraka? Lo mau bilang gue jahat, kejam, sok tahu, terserah. Gue cuma ngingetin. Kalau lo memang merasa punya kualitas yang sama dengan kualitas yang Hizraka punya; tampang rupawan, mapan, cerdas, berpendidikan bagus, secara kepribadian dia juga lelaki yang menarik, atau minimal lo udah baik banget walau nggak punya kualitas yang sebelum-sebelumnya dah; maka lo nggak perlu merasa tersinggung dengan ucapan ini. Percaya sama gue. Cowok kayak Hizraka ada, sebagaimana cowok kayak Hamish Daud itu ada, sebagaimana Gong Yoo itu ada, sebagaimana Fransisco Lachowski itu ada, dan sebagaimana cowok bad boy dan cowok baik-baik itu exist di dunia ini. Yang jadi masalah kan, kalaupun cowok baik-baik atau yang kayak Zraka itu ada, emangnya mereka bakal mau gitu, sama kita? Belom tentu. Balik lagi ke epigraph Afirmasi, kan? Kualitas apa yang kita punya, sampai-sampai merasa kita sudah layak mendapatkan jodoh sempurna dalam otak kita? Kenapa manusia sering bertanya-tanya kapan mereka diberi kebahagiaan, tetapi lupa bertanya sudah sejauh apa dia membuat Tuhan bahagia?

Sekali lagi, kalau lo merasa udah berkaca diri, harusnya lo nggak perlu merasa tersinggung. Mohon maaf banget ini adalah A/N terkejam yang pernah gue tulis (etapi lebih kejam kalau gue nulis A/N Afirmasi di-discontinued gak sih? LOL). Gue bukan nganggep Aberasi lebih hebat daripada Konstruksi. They both are my 'children' and I love them equally. Tapi ya itu tadi. Gue menyayangkan diri gue yang lupa menunjukkan kekurangan fatalnya Hizraka (karena waktu itu emang masih belajar pembuatan karakter sih). Semoga aja di versi cetak (entah berapa tahun lagi itu) udah diperbaiki.

p.s.

Menurut kalian, isi acara Satya-Zraka nanti bakal ada apa aja? (selain berdoa untuk kelancaran persalinan Satya kelak, LOL)

p.p.s.

Baik kalian yang fansnya Aksel ataupun yang bukan, saran gue, cintailah Akselsecinta-cintanya, sejatuh-jatuhnya, segila-gilanya, karena gue nggak yakin diceritanya si Aksel nanti kalian masih cinta atau justru muak dan mau bakar diahidup-hidup. Detail tentang ceritanya Aksel ntar bakal dijabarin di A/N chapterdepan. Chapter depan gatau kapan di-post,soalnya gue udah mulai ada praktikum (hari Sabtu praktikum dari jam 1 sampaijam 10 malam coba, belom laporannya).  

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top