1. Affair

Kedua tangannya meremas kuat kain seprai yang menjadi pijakannya. Kedua tungkai kakinya yang jenjang dan kurus membuka lebar dan bertopang menggunakan kedua lututnya. Rambutnya yang basah karena peluh semakin berantakan saat kepalanya terangkat tinggi ketika sesuatu memasukinya dengan cepat dan kuat dari belakang tubuhnya. Sesuatu yang besar dan menegang.

Erangan lepas dari mulutnya sementara seluruh otot tubuhnya menegang karena serangan barusan.

"Jangan berhenti, bitch, puasin aku," kata pemilik dari sesuatu yang besar, menegang dan kini sudah memasukinya dari belakang itu dengan suara berat.

Gadis itu menurutinya. Dia meliukkan pinggul rampingnya, membuat lelaki dibelakangnya berdesis menikmatinya. Kemudian dia menggerakkan pinggulnya maju dan mundur dengan cepat, membuat mereka berdua menikmati sensasi pergesekkan di dalam organ inti mereka bersamaan.

Lelaki itu menyaksikan tubuh kurus yang sudah telanjang bulat di ranjang depannya itu penuh gairah. Dia sudah ingin menerkamnya semenjak tadi walau dia tetap menahan diri. Mengawasi pergerakan lincah tubuh ramping itu saja sudah bisa menaikkan gairahnya. Tulang-tulang yang menonjol di sepanjang puncak punggungnya membuat gadis itu terlihat sangat seksi baginya. Dia memang sakit.

Posisi ini memang selalu menjadi favoritnya untuk berhubungan dengan gadisnya. Gairahnya naik dengan sangat cepat setiap melihat tubuh kurus itu menungging di depannya dan menghimpit inti tubuhnya dengan kehangatan.

"Mas.. Reza.." lirih gadis itu dalam gerakan berulangnya dengan nada memohon.

Lelaki itu tersenyum puas mendengar namanya disebut dengan tambahan embel-embel sapaan 'Mas'. Permohonan kepadanya itu terdengar sangat seksi. Gadis itu ingin dipenuhinya.

Reza, lelaki itu, menarik kedua tungkai kaki kurus didepannya dengan kasar. Dia menahan dengan kedua lengannya yang kokoh. Kini giliran dia yang menggerakkan pinggangnya maju mundur, memasuki gadis itu dengan kuat sebelum menarik tubuhnya lagi, berkali-kali tanpa ampun walau gadis itu memekik meneriakkan namanya.

Kedua kaki yang ditopangnya mengelijang kehilangan kendali. Kedua lengan penopang tubuh gadis itu bergetar dan otot pinggulnya mengencang menjepit tubuh Reza yang masih berada di dalam gadis itu. Gadis itu klimaks.

Reza mendesah puas. Mereka mencapai puncaknya bersamaan dan cairannya memenuhi gadis itu. Dia menunggu sebentar sebelum memisahkan diri dan membiarkan gadis itu terkapar di atas ranjang.

Dia berjalan ke kamar mandi untuk membersihkan organnya sebelum kembali mengaitkan kancing celana dan resletingnya.

Reza tersenyum puas saat keluar dari kamar mandi dan menemukan gadis itu masih meringkuk dalam posisi yang sama. Kedua tungkainya masih terbuka lebar sementara cairannya masih menetes dari organ intim gadis itu.

Pemandangan itu tidak pernah mengecewakannya. Gadisnya terkapar lemah setelah dipenuhi cairannya. Reza tersenyum miring.

***



Matanya mengerjap berusaha membuka. Tubuhnya terasa lemah, namun gadis itu tetap berusaha menegakkan tubuhnya untuk bangkit karena panggilan alam. Pangkal di antara kedua kakinya terasa nyeri saat dia berusaha merapatkannya. Selalu begitu setiap lelaki itu memasukinya dengan kasar. Sakit namun membuatnya ketagihan.

Gadis itu berjalan dengan sedikit terseok ke dalam kamar mandi. Dia buang air sambil kemudian membersihkan organ intimnya. Lelaki itu memenuhi dirinya tadi.

"Sini," panggil lelaki itu lagi setelah dia keluar dari kamar mandi.

Gadis itu tidak menyadari ternyata Reza duduk di samping ranjang semenjak tadi, masih dengan kemeja putih yang dilipat di bagian lengannya dan celana bahan hitamnya. Berlawanan dengan dirinya yang sudah telanjang bulat semenjak masuk ke kamar ini.

Gadis itu berjalan pelan dan duduk di sisi ranjang, berhadapan dengan Reza yang masih menatapnya intens tanpa berkedip.

Reza sekali lagi menelanjanginya dengan tatapannya. Matanya menyisiri tubuh ramping gadis itu. Tulang di bagian selangka, pundak dan belikatnya yang menonjol selalu berhasil menaikkan gairah lelaki itu.

Dia menyentuhkan jari telunjuknya dengan puncak dada berukuran A cup dan memainkan ujungnya.

Gadis itu mulai bergerak sedikit maju dengan gelisah. Telunjuk lelaki itu seolah hanya mempermainkannya karena tidak melakukan lebih dari mengusap ujung puncak dadanya.

"Mas.." panggil gadis itu lagi lirih.

"Yes my bitch?" Tanya Reza menunggu sambil menarik garis bibirnya.

Gadis itu menaikkan kedua tangannya sendiri, hendak meremas kedua puncak dadanya sendiri karena tidak kuat.

Dan Reza menghalanginya. Ditahannya kedua tangan gadis itu, sementara dibiarkannya tubuh gadis itu terpampang di depan wajahnya. Lelaki itu menjulurkan lidahnya dan menyentuhkannya sedikit ke ujung dada kiri gadis itu yang kini sudah mengeras.

Gadis itu mendesis. Gemas dan kecewa.

"Mas Reza.." desisnya lirih.

"Kamu mau apa?"

"Gigit, Mas Reza.."

"Bukan gitu cara memohon yang aku ajarin ke kamu."

"Aku mohon gigit punyaku, Mas.." lirihnya memohon.

Reza tersenyum miring dan mengabulkannya. Digigitnya kuat ujung dada gadis itu yang sudah mengeras karena gairah, membuat gadis itu menjerit kuat. Dia mengisap-isap daging kenyal mungil itu bergantian sambil menahan kedua tangan gadis itu yang masih berusaha meronta di belakang tubuhnya.

Desisan kenikmatan gadis itu berhasil membuatnya tegang kembali. Apalagi pinggul gadis itu meliuk-liuk di depannya tidak berdaya karena kedua tangannya terkekang di balik tubuhnya. Reza membayangkan nikmatnya saat pinggul itu memasukinya perlahan-lahan dalam liukannya. Dan Reza akan merasakannya sebentar lagi, dia hanya tinggal melepaskan pengait celananya.

Kalau ponsel sialannya tidak berbunyi.

Reza melepaskan tangan gadisnya dengan tidak rela untuk mengambil ponselnya. Gadis itu terduduk di pangkuannya.

Aline, tunangan sialannya menelepon.

"Ya, Aline?" Tanyanya lembut berbicara kepada ponselnya yang sudah tersambung, "Sekarang?"

Reza mengawasi wajah yang merona karena gairah di hadapannya. Ekspresinya mengeras walau tetap sulit dibaca.

"Oke, aku ke sana. Bye." Katanya masih sama lembutnya sambil mematikan sambungan dan membantingnya kesal.

Reza mengusap puncak dada yang basah karena liurnya dengan ibu jarinya.

"Aku pulang ke rumah dulu. Aline mau makan malam di rumah sama keluargaku."

Gadis itu mengangguk patuh, mengangkat tubuhnya dari pangkuan Reza.

"Jangan lupa minum pil kb kamu," perintahnya, "besok kamu ke kantor sendiri, kita ketemu di kantor langsung."

Reza merapikan kemejanya dan menyisir rambut dengan jari-jarinya.

"Iya, Mas." Jawabnya sambil mengawasi kepergian lelaki yang tidak menunggu jawabannya sama sekali.

Gadis itu menjatuhkan tubuh rampingnya ke atas ranjang, tidak berniat melakukan apa-apa lagi. Dia lega lelaki itu meninggalkannya malam ini, karena selangkangannya perih dan dia tidak yakin dia kuat dimasuki lagi setelah ini. Dia harus berterima kasih kepada Aline, tunangan lelaki itu, yang secara tidak langsung menyelamatkannya.

***



"Ma, Pa, Reza pulang." Sapanya sambil tersenyum memasuki rumahnya sendiri.

Seorang wanita yang sedang duduk berhadapan dengan kedua orang yang disapanya kini menengok antusias mendengar suaranya.

Aline, wanita cantik itu berdiri dari kursinya dan berjalan mendekati Reza dan bergelayut manja memeluknya. Dia mengecup pipi lelaki itu dan Reza merangkul pinggang moleknya.

Wanita itu nampak serasi dan sempurna di dalam rangkulan Reza. Sedikitnya itu yang dirasakan kedua orang tuanya.

"Kok nggak bilang-bilang mau makan malam di rumah?" Tanya Reza padanya sambil menambahkan, "Kan aku bisa jemput kamu."

Aline menggeleng manja, "Udah keburu kangen kalo nunggu kamu jemput, Sayang."

Mamanya nampak puas mengawasi pemandangan di hadapannya.

"Udah aku bilang kan Pa? Mana ada perempuan lain yang lebih serasi dari Aline buat Reza?" Tanyanya bangga tanpa menunggu jawaban.

Sementara Papanya hanya tersenyum tipis sambil ikut mengamati putra dan tunangannya.

"Reza ganti baju dulu ya, Pa, Ma, gerah masih pakai baju kantor." Katanya seraya melepaskan rangkulannya ke tubuh wanita itu dan berjalan naik ke lantai dua menuju ke kamarnya.

Reza menghilangkan senyum ramah yang sedari tadi menghiasi wajahnya semenjak memasuki teras rumah. Dia berjalan ke kamar mandi sambil melepaskan kancing kemejanya.

Dia memandang datar bayangan wajahnya di cermin di hadapannya. Bekas lipstik hasil kecupan wanita itu masih tersisa di bagian ujung bibirnya. Reza menyeka dengan ibu jarinya sambil berdecak kesal. Dia selalu benci dengan bau parafin dari lipstik yang digunakan wanita itu.

Kemudian Reza mencuci tangannya sambil menyernyitkan keningnya. Dia jijik membayangkan sudah menyentuh tubuh wanita itu dengan tangannya.

Dia heran kenapa orang tuanya menyukai wanita itu dengan sangat berlebihan dan selalu mengatakan wanita itu sangat serasi dengannya. Untuknya Aline terlihat sama seperti produk plastik kimia.

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top