28. Merasa Lebih Baik
28. Merasa Lebih Baik
"Mulai besok kau harus berhenti bekerja." Daniel menatap Liora yang berdiri di depan mejanya. Setelah kakeknya dan Carissa pergi, ia langsung memanggil Liora ke ruangannya. Sebelum kakeknya yang turun tangan dan mengendis sesuatu yang tak beres antara hubungannya dan Liora. Sebagai bos dan sekretaris, juga sebagai kedua orang tua Xiu.
Setidaknya hanya ini yang bisa dilakukannya untuk membantu Liora dari ikut campur kakeknya.
Liora tersentak dan tatapannya melebar. "Apa?"
Daniel menatap raut kecewa wanita itu sejenak dan melanjutkan. "Kau tahu kakek tak menyukaimu, kan. Dia menyuruhku memecatmu."
"Atas permintaan Carissa?" sengit Liora mulai emosi. Bukan karena ia menginginkan pekerjaan ini, tetapi kesal jika Carissa benar-benar ikut campur dalam rencana ini. Seringai wanita itu sebelum masuk ke dalam ruangan Daniel memperjelas kelicikan wanita itu.
"Ini tidak ada hubungannya dengan Carissa, Liora. Kakekku …"
Liora semakin kesal dengan kalimat Daniel yang terkesan membela Carissa. "Ya, lakukan saja sesukamu, Daniel."
Daniel hanya mendesah pelan. Menatap punggung Liora yang menghilang di balik pintu ruangannya. Dari balik dinding kaca ia melihat Liora yang berdiri di balik meja, memasukkan barang-barang ke dalam tas dan melangkah pergi.
Lama ia termenung di kursinya. Ponselnya bergetar pelan dan sebuah pesan singkat dari Carissa tentang jadwal pertemuan mereka dengan dokter. Sekali lagi ia mendesah dengan lebih keras. Kenapa begitu merepotkan sandiwara ini.
Tak ingin tenggelam dengan kedua wanita yang membuatnya pusing, Daniel memilih dipusingkan dengan berkas di depannya. Mengambil tumpukan paling atas dan mulai membukanya.
***
Liora menggeram rendah dalam kedongkolannya. Pemecatan ini hanyalah pertunjukan Carissa. Bahwa wanita itu sepenuhnya memegang kendali Daniel, juga dirinya.
Ia menarik napas dalam-dalam dan mengembuskannya secara perlahan. Butuh dua kali mengulang agar perasaannya merasa lebih baik. Kenapa pula ia harus kesal Daniel memecatnya? Bukankah ini yang diinginkannya ketika pertama kali tahu Daniel akan menjadi atasannya? Hanya saja, ia kesal karena Carissalah yang mengendalikan nasibnya.
Tak ada tempat yang ingin ditujunya, jadi ial langsung ke apartemen. Menghabiskan sisa hari bersama Xiu hingga Daniel pulang.
Makan malam di meja makan berlangsung dalam keheningan. Daniel selesai lebih dulu dan menghabiskan cangkir kopinya sambil bicara pada Liora. "Kau masih marah padaku?"
Liora yang tengah mengunyah suapa terakhirnya berhenti sejenak, mengangkat wajah perlahan dan menampilkan raut ketenangannya. "Karena?"
Pertanyaan balik Liora yang terdengar lebih dingin menunjukkan kemarahan wanita itu yang masih besar. "Aku tak punya …."
"Jangan salah paham, Daniel," penggal Liora masih dengan ketenangan yang terjaga. "Aku tak punya alasan untuk marah. Responku tadi siang hanyalah kesalahan yang tidak kuketahui." Liora meletakkan sendok dan meneguk minumannya. Kemudian bangkit berdiri dan sekali lagi berkata, "Aku akan menidurkan Xiu."
***
Ponsel Liora bergetar menampilkan deretan nomor tak dikenal. Ia mengabaikannya, tetapi rupanya si pemanggil memang keras kepala.
"Jadi, dia sudah memecatmu?" Suara Carissa bicara dari seberang. Tepat ketika pintu kamar terbuka dan Daniel melangkah masuk.
"Jadi memang kau yang melakukannya?" desis Liora dengan bibir yang nyaris tak bergerak. Pandangannya bertemu dengan Daniel yang melangkah naik ke tempat tidur.
"Ya, tentu saja. Kakek Daniel sangat khawatir karena aku tak bisa tenang setiap kali Daniel harus pergi ke kantor. Kau tahu, tidak boleh membuat cucu menantu kesayangan satu-satunya sedih. Kau tahu …."
"Siapa yang menghubungimu?" tanya Daniel sambil menyelipkan tubuh ke balik selimut.
"Apakah itu Daniel?" Suara Carissa berubah, terdengar penuh keterkejutan yang berusaha disembunyikan.
Liora menangkap perubahan tersebut sambil menurunkan ponsel dari telinga tanpa mematikan panggilan tersebut. "Bukan siapa-siapa?" jawabnya meletakkan ponsel di nakas dengan posisi terbalik.
Kening Daniel berkerut dengan curiga. "Bukan siapa-siapa hanya menunjukkan bahwa itu panggilan dari …"
"Jangan membuatku salah paham dan berpikir kalau kau cemburu, Daniel."
Daniel seketika terdiam. Keduanya saling tatap.
"Kau sudah bermalam di sini sejak pulang dari bulan madumu bersama istri sahmu. Kenapa kau tidak kembali ke rumahmu?"
Ada sindiran yang terselip di antara suara Liora. Pandangan Daniel menyipit, mencoba membaca lebih dalam emosi di wajah Liora.
"Aku tak mau dia membuat keributan hanya karena kau lebih sering tidur di tempat istri simpananmu?"
"Kau tak perlu memikirkan hal itu jika memang mengkhawatirkan tentang Xiu. Kau tak lebih peduli dariku jika itu tentang Xiu, Liora. Seperti yang kau bilang, Carissa akan menjadi urusanku."
"Hm, baguslah."
"Kau sudah selesai bicara?"
Liora tak langsung mengangguk ketika merasakan tatapan Daniel yang mulai intens. Keinginan pria itu terlalu jelas di kedua bola mata gy tersebut.
Daniel menggeser tubuhnya lebih dekat, tangannya terulur dan menarik lengan Liora ke arahnya. "Sekarang giliranku."
"A-apa yang ingin kau bicarakan?" Liora bertanya bukan karena tak tahu.
Daniel semakin memangkas jarak di antara mereka. "Ini," jawabnya sambil menempelkan bibirnya di bibir Liora. Melumat kelembutan bibir wanita itu dan tak melepaskan lumatannya ketika membaringkan tubuh Liora di bawahnya.
Sedikit terheran kali ini Liora tak menolak, bahkan cenderung pasrah dan rileks menerima setiap sentuhannya. Tetapi Daniel tak ingin ambil pusing dan menganggap ini sebagai perkembangan dalam hubungan mereka. Ke arah yang lebih baik.
Sementara Liora, ujung bibir wanita itu menyeringai. Di siang hari Carissa tak perlu khawatir setiap kali Daniel berada di kantor. Tapi ia tak yakin malam ini wanita itu akan tidur dengan nyenyak setelah mendengarkan percintaannya dan Daniel.
Di seberang, dengan ponsel yang masih menempel di telinga, wajah Carissa merah padam dengan genggamannya pada ponsel yang semakin menguat. Mendengar suara erotis dari seberang dengan emosi yang semakin memuncak.
Tak tahan mendengarkan suara yang semakin panas lebih lama lagi, Carissa memutus panggilan tersebut dan berteriak kesal.
Ia tahu Daniel tak menginginkan pernikahan ini, dirinya, bahkan tubuhnya. Tetapi tetap saja mendengarkan percintaan pria itu dengan Liora membuatnya kesal bukan main. Membuat gemuruh di dadanya semakin menjadi.
Dan beraninya Liora menantangnya? Apakah sekarang wanita itu ingin bersaing dengannya untuk meraih apa pun dalam pernikahan segitiga ini, hah?
***
Arata Saito menatap lembaran foto di tangannya dengan amarah yang memenuhi dadanya. Kemudian meremasnya dalam genggamannya yang semakin menguat.
"Jelaskan," desisnya dengan bibir yang menipis tajam.
"Wanita itu tinggal di apartemen milik tuan Daniel. Saya mengecek CCTV dan rupanya sudah tinggal di sana sejak hari pernikahan tuan dengan nona Carissa."
Wajah tuan Saito yang mengeras semakin menggelap oleh amarah yang berusaha ditahan. "Apa yang sebenarnya terjadi?"
"Sejak pulang dari Maldives, setiap malam tuan Daniel bermalam di sana."
Mata tuan Saito terpejam. Lama dan saat terbuka, ia berkata, "Di mana Carissa sekarang?"
"Di kediaman tuan Daniel."
"Katakan aku akan makan malam di sana besok."
***
"Apa saja rencanamu hari ini?" Daniel melangkah masuk kamar mandi dan bertanya pada Liora yang baru saja selesai mencuci tangan di depan wastafel.
Liora hanya memberi jawaban satu gelengan singkat tanpa menoleh ke arah Daniel. Ya, hari ini ia menjadi pengangguran. Tak ada rencana selain berdiam diri menghabiskan waktu di apartemen bersama Xiu.
Daniel mendekat, menyelipkan lengannya di pinggang Liora dari belakang dan mendaratkan wajah di cekungan leher wanita itu.
Liora menggeliatkan tubuhnya. "Lepaskan, Daniel."
Daniel semakin merapatkan tubuh mereka, menghirup dalam-dalam aroma sabun di tubuh Liora yang sangat harum. "Semalam kau menikmatinya," bisiknya dalam gumaman yang lirih, tanpa melepaskan bibir dari kulit telanjang di leher Liora. Ciumannya merambat naik ke rahang Liora, sementara kedua tangannya memutar tubuh wanita itu menghadapnya. Sehingga ia bisa menangkap bibir Liora dan melumatnya.
Wajah Liora memerah. Ia sama sekali tak berniat menikmati semua sentuhan itu meski pada akhirnya tubuhnya tak bisa lepas dari pusara gairah Daniel. Daniel mengenali setiap inci tubuhnya dengan sangat baik, bahkan jauh lebih dalam dari yang ia perkirakan.
Namun kali ini Liora berusaha menyadarkan diri dari godaan tersebut. Telapak tangannya menahan dada Daniel dan mendorongnya menjauh. Menciptakan jarak sebisa yang bisa. "Semalam Carissa yang menelpon," ucapnya dengan tatapan lurus pada kedua mata pria itu. "Aku hanya membiarkannya mendengar semuanya."
Keterkejutan melintasi kedua matanya. Menggeram dalam hati tetapi menangkap rona di wajah wanita itu yang berusaha di sembunyikan. Jadi semalam Liora hanya ingin membuat Carissa merasa kesal?
'Atas permintaan Carissa?'
'Ini tidak ada hubungannya dengan Carissa, Liora. Kakekku …'
'Ya, lakukan saja sesukamu, Daniel.'
Tentu saja Daniel juga merasa kesal Liora memanfaatkan hal tersebut, tetapi kemudian teringat kelicikan Carissa terhadap Liora, ia pun tersenyum tipis. "Begitu?"
Kepuasan di mata Liora segera membeku. Bukannya tersinggung atau marah, Daniel malah terlihat menahan tawa geli. "Ya."
Daniel sedikit mengurai pelukannya dan mengedikkan bahu. "Ya, lakukan saja sesukamu. Selama kau senang."
Kening Liora berkerut, terheran dengan respon Daniel. "Hanya ya?"
"Kenapa? Kau ingin aku marah dan … menidurimu di sini?" Salah satu alis Daniel terangkat dengan ketertarikan yang lebih besar. "Percayalah, aku juga menginginkannya. Tapi kau masih ingat aku ada pertemuan penting pagi ini. Betapa pun aku ingin melakukannya." Tangan Daniel terangkat, menaikkan kerah jubah mandi Liora yang ia turunkan hingga membuat belahan dada wanita itu terlihat lebih jelas dengan tubuhnya yang lebih tinggi dari Liora. Begitu pun jejak gairah yang ia tinggalkan di sana tadi malam. Kedua ujung bibirnya melengkung puas dengan hasil karyanya.
Wajah Liora memerah. Menahan malu sekaligus geram karena tak berhasil membuat Daniel marah dengan alasannya. Seolah ia terjebak dengan permainannya sendiri.
"Siapkan pakaian untukku. Kau sudah memutuskan untuk menunjukkan pernikahan kita bukan sekedar cangkang kosong di hadapan Carissa, kan. Jadi lakukanlah dengan totalitas." Daniel mengakhiri kalimatnya dengan senyuman paling lebar. Berjalan ke bilik shower sambil menurunkan celana karetnya di depan Liora.
Liora segera berpaling dengan wajah yang lebih merah padam. Daniel jelas sengaja telanjang di depan kedua matanya. Menggeram kesal, ia melangkah keluar kamar mandi dan membanting pintu tertutup dengan keras.
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top