27. Mencoba Meluaskan Hati

Setelah bertahun-tahun, Liora belum pernah terbangun dengan tubuh remuk redam seperti ini. Mengerang pelan, ia merasakan ketelanjangan tubuhnya di balik selimut. Ingatannya berputar bagaimana ia berakhir seperti ini sebelum tertidur. Gairah seks Daniel benar-benar tak berkurang sedikit pun, bahkan semakin menjadi terhadapnya.

Liora segera menggelengkan kepalanya mengingat semua itu. Dulu ia akan selalu terbangun dengan pelukan hangat pria itu yang membuat perasaannya nyaman. Sekarang jelas semua itu tak akan ia dapatkan. Ia menoleh ke samping, sisi tempat tidur sudah kosong dan suara gemericik air terdengar dari balik pintu kamar mandi. Ia meraih jubah tidurnya dan bergegas mengenakannya ketika suara dari kamar mandi mulai berhenti. Tapi kemudian digantikan oleh dering ponsel milik Daniel yang tergeletak di nakas.

Liora melirik dan nama Carissa muncul di layar tersebut. Ia mengabaikannya dan bangkit berdiri. Sama sekali bukan urusanya, kan?

Setelah melihat Xiu yang masih terlelap dan mencium kening putri kecilnya, seolah beban di dadanya terangkat hanya dalam sekejap mata. Tersenyum menatap wajah mungil Xiu lekat-lekat. Semua deritanya berlalu begitu saja saat mengingat wajah putrinya.

“Kau selalu bisa tersenyum selebar itu setiap kali melihatnya.” Suara Daniel memecah keheningan di kamar tidur Xiu.

Senyum Liora seketika membeku, wajahnya terangkat dan sekilas terkejut dengan keberadaan Daniel. Berdiri bersandar di kusen pintu dengan kedua tangan bersilang dada. Entah sejak kapan pria itu berdiri mengamatinya.

Daniel melangkah mendekat dan berhenti di samping boks Xiu. Senyum tergores di bibirnya melihat wajah sang putri yang penuh ketenangan. Membuatnya ikut tenang. “Sekilas dia memang memiliki wajahmu. Tapi … seharusnya aku menyadari warna matanya yang sama sepertiku. Kupikir dia benar-benar milik Jerome.”

Liora tak menjawab. Ya, warna mata Daniel hitam. Sama dengan Jerome.

Setelah merasa puas menatap wajah polos sang putri, kepala Daniel terangkat dan menatap wajah Liora. “Jadi, kau sudah memutuskan menerima semuanya dengan perasaan yang lebih baik.”

Meski jawaban itu ya, ia tak akan mengatakannya pada Daniel. Ya, memang tak ada pilihan baginya selain menerima pernikahan mereka seperti yang diinginkan Daniel. Mencoba meluaskan hati menerima semuanya dengan kepasrahan. “Aku ingin mandi,” ucapnya singkat dan berjalan pergi.

Daniel membiarkannya. Merasakan suara Liora yang lebih lunak, ia tahu jawaban itu adalah ya. Seringai tersamar di ujung bibirnya.

***

Liora menatap iba pada tas pemberian Samuel yang teronggok di tempat sampah, merasa bersalah dan menghela napas singkat sebelum berjalan ke kamar mandi untuk bersiap ke kantor.

Setengah jam kemudian di meja makan, Liora makan sambil membantu pengasuh menyuapi Xiu makan. Daniel selesai lebih dulu dan mengambil alih pekerjaannya karena Xiu yang mendada sulit makan. Tetapi begitu Daniel yang turun tangan, tiba-tiba Xiu menjadi lebih riang dan isi mangkuk putrinya tandas tak bersisa.

“Katakan pada koki, lain kali buat aroma seafoodnya tersamar dengan sayuran atau apa pun. Sepertinya dia tidak suka bau amis seafood,” ucap Daniel sambil memberikan mangkuk kosong Xiu ada pengasuh. Sekilas melirik ke arah Liora ketika membersihan mulut putrinya dengan tisu. Tak hanya wajah, bahkan ketidak sukaan Liora pada seafood pun diturunkan pada putri mereka. Dan Liora memang sedikit rewel dalam hal makanan.

Liora yang mendengar perintah itu hanya bergeming. Tak berani mengangkat wajah ke arah Daniel. Ya, Daniel memang tahu semua hal tentangnya. Setelah ia selesai makan, barulah ia manatap Daniel yang menggendong Xiu di samping dinding kaca. Entah apa yang dikatakan Daniel ketika menunjuk keluar, kemudian Xiu akan tergelak dan tersenyum lebih lebar.

Liora masih bergeming. Kelembutan dan kehangatan di wajah Daniel jelas berbanding terbalik ketika pria itu berhadapan dengannya. Namun, mendadak kelembutan dan kehangatan ekspresi itu memenuhi benaknya. Daniel pernah memperlakukannya selembut itu. Pernah menatapnya sehangat itu. Dulu. Dulu sekali. Dalam ingatan yang sudah ia kubur dalam-dalam di masa lalu.

“Kau sudah selesai?” Pertanyaan Daniel memecah lamunan Liora.

Liora mengerjap dan melihat Daniel yang sudah berdiri di samping meja. Memberikan Xiu pada pengasuhnya. Tanpa menjawab, Liora mengambil tasnya di meja dan bangkit berdiri. Daniel menyusul di belakangnya.

“Mulai hari ini kau akan berangkat bersamaku,” ucap Daniel ketika keduanya masuk ke dalam lift dan Daniel menekan tombol basement.

Liora mendesah pendek. “Jangan membuat semuanya rumit untuk kita semua, Daniel. Semua orang tahu kau suami Carissa.”

“Dan semua orang tahu Samuel adalah tunangan Alicia, tapi kau sama sekali tak keberatan bermesraan dengannya di depan umum.”

“Kami tidak bermesraan.”

Daniel mendengus keras. “Jangan membodohi dirimu sendiri, Liora.”

“Kami hanya berteman. Kau tahu itu.”

“Teman tapi mesra?”

Liora membuka mulut, tapi kembali menutup. “Berpikirlah sesukamu.”

“Ya, aku juga akan melakukan apa pun yang kusuka, kan?”

Mata Liora terpejam. Menahan kegeraman di dadanya.

“Jika kau tak bisa menjaga sikapmu dan Samuel, jangan buat diriku tergoda menggunakan Xiu untuk mengontrol sikapmu.”

“Xiu bukan alat, Daniel. Dia putrimu.Darah dagingmu sendiri.”

“Aku tak mengatakan sebaliknya,” jawab Daniel meski ada kebanggaan ketika Liora mengaku Xiu adalah putrinya.

Liora menipiskan bibirnya, menahan luapan amarah yang sudah di ujung lidah. Beruntung kesabarannya masih tersisa, yang membuatnya merapatkan mulut untuk menghentikan perdebatan ini.

Denting lift berbunyi dan pintu lift bergeser ke samping. Daniel memegang pinggang Liora dan membawa wanita itu keluar. Liora tak menolak. Tetapi bukan berarti menerima semua sikap Daniel kepadanya.

“Semua sikap ini tak akan mengubah apa pun, Daniel,” ucapnya ketika Daniel membukakan pintu untuknya.

Daniel hanya tersenyum. “Memangnya kau ingin aku mengubah apa pada dirimu? Aku tahu hatimu sudah tertutup rapat untukku. Juga untuk siapa pun.”

Liora menangkap keyakinan di kedua mata Daniel yang seketika membuatnya khawatir. Entah apa tujuanh pria itu mengatakan kata-kata yang sepenuhnya benar itu.

Daniel maju satu langkah dan mendekatkan wajah mereka. Liora tak berkedip dengan kedekatan itu, begitu pun dengannya. “Kau sudah kembali ke pelukanku. Tak ada lagi yang ingin kuubah untuk semua keadaan ini.”

Daniel mengakhiri kalimatnya dengan satu kecupan di bibir yang terlambat Liora tolak.

Liora pun menarik dirinya menjauh, kemudian memutari tubuh Daniel dan naik ke dalam mobil.

Sepanjang perjalanan, Liora sama sekali tak membuka mulutnya. Keduanya turun di area parkir khusus, yang sepi sehingga tak ada siapa pun yang memergokinya keluar dari mobil Daniel. Ia sudah terbiasa keluar dari mobil Samuel sewaktu pria itu masih menjadi CEO perusahaan ini. tetapi bersama Daniel adalah hal yang berbeda.

Di dalam lift pun Liora masih membisu. Hingga kesunyian tersebut akhirnya terpecahkan oleh suara ponsel Daniel. Pria itu mengabaikannya dan pintu lift terbuka, Liora melangkah keluar lebih dulu.

“Ada apa, Carissa?” Daniel akhirnya menjawab panggilan tersebut ketika baru saja menutup pintu ruangannya. Ketika berbalik, dari dinding kaca ia melihat Liora yang duduk di balik meja dan mulai menyibukkan diri.

“Aku dalam perjalanan ke kantormu. Bersama kakek.”

“Apa? Kenapa begitu mendadak?”

“Aku sudah menghubungimu sejak semalam. Sepertinya kakek ingin memeriksa sesuatu. Tentang perkembangan proyek di Maldives kemarin.”

Daniel mengerang pelan. Ya, semalam Carissa beberapa kali menghubunginya tetapi ia mengabaikannya karena Xiu yang mendadak ingi digendong. Setelah berhasil menidurkan putri kecilnya, ia bertemu Liora dan melupakan panggilan juga sekilas pesan singkat tentang kakeknya. “Di mana kau sekarang?”

“Kakek baru saja keluar dari toilet. Kami akan naik lift.”

Daniel pun memutus panggilan tersebut dan melangkah keluar. “Di mana kau meletakkan laporan berkas Mega proyek Maldives?”

Liora mencoba mengingat sejenak dan membungkuk untuk mencari di antara tumpukan berkas di bawah meja. “Belum selesai sepenuhnya.”

Daniel mengambil empat berkas yang cukup tebal tersebut dan hendak membawanya masuk ke dalam ruangannya ketika pintu lift di ujung lorong bergeser terbuka. Kedua sekretarisnya dan Liora bangkit berdiri, menyambut kedatangan Arata Saito dengan senyum ramah.

“Kakek,” sapa Daniel dengan satu anggukan lembut.

Arata Saito tersenyum, tetapi senyumnya membeku ketika menangkap keberadaan Liora di balik meja. Ketidak sukaan terlihat jelas di kedua matanya sebelum berkata, “Kita bicara di dalam.”

Daniel mengangguk, membukakan pintu untuk sang kakek dan Carissa, yang menyeringai tipis pada Liora. Tak lupa juga keduanya saling mencium pipi kanan dan kiri untuk menampilkan kemesraan di depan sang kakek.

“Kenapa wanita itu ada di sini?” Arata Saito bertanya bahkan sebelum duduk di kepala meja. Langsung mengarah pada Daniel dengan kecurigaan yang pekat.

Daniel terdiam, melirik ke arah Carissa yang berpura tak ikut campur dalam perbincangan tersebut. “Sebelumnya dia memang sekretaris utama Marsello.”

“Jangan kau bilang ini hanya sebuah kebetulan atau takdir, Daniel. Kakek tak percaya omong kosong itu.”

Daniel tak menjawab.

“Pecat dia.”

Daniel berusaha keras tak menunjukkan ekspresi apa pun atau malah membuat kakeknya mengendus sesuatu.

“Pasti ada banyak sekretaris yang jauh lebih kompeten dan cerdas darinya. Kau ingin kakek yang mendapatkan penggantinya untukmu?”

Daniel menggeleng. “Daniel akan mengurusnya.”

Arata Saito mengangguk puas. “Sebaiknya kau tak terlibat apapun dengan wanita itu. Seseorang rendahan seperti dia biasanya tak tahu cara berterima kasih dan menjadi serakah ketika merasakan sedikit kebaikan.”

Daniel tak mengatakan apa pun. Mulai mengalihkan pembicaraan tentang bisnis, sedikit menggunjing tentang rencana program kehamilannya dan Carissa. Beruntung Carissa rupanya sudah mempersiapkan jawaban yang membuat Daniel merasakan firasat yang buruk tentang hal ini. Entah sejauh mana kebohongan Carissa akan berakhir. Tampaknya wanita itu benar-benar memerankan peran dengan sangat sempurna.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top